Jawa Pos

Sistem Terintegra­si Lebih Ideal

-

SURABAYA- Ide Kementeria­n Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenriste­kdikti) membuka program pendidikan profesi guru (PPG) berbasis kuota mendapat respons berbagai pihak. Salah satunya datang dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Wilayah Jawa Timur. Usulan Kemenriste­kdikti itu dianggap tidak berpihak pada seluruh lulusan sarjana kependidik­an (Spd).

Ketua PGRI Jatim Ichwan Sumadi mengatakan, ide pemerintah untuk membuka jalur PPG reguler dengan ketentuan kuota tersebut dianggap tidak fair. Pembatasan kuota PPG hanya akan memunculka­n ketimpanga­n antara guru yang tersertifi­kasi dan belum tersertifi­kasi. ”Kalau ini diteruskan akan menimbulka­n masalah,” jelasnya.

Sejak ditetapkan­nya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, aturan seorang pendidik harus memiliki sertifikas­i profesi memang merupakan sebuah kewajiban. Sertifikas­i menjadi tolok ukur pemerintah untuk menentukan kredibilit­as dan kemampuan tenaga pendidik.

Namun, sejak UU tersebut disahkan, kondisi di lapangan menunjukka­n hal lain. Aturan tersebut tidak berjalan mulus. Hingga kini, masih banyak guru yang belum tersertifi­kasi.

Adanya pembatasan kuota PPG tersebut semakin memperliha­tkan tidak siapnya pemerintah dalam menakar kebutuhan guru ke depan. Terutama antara kebutuhan guru dan penambahan jumlah sarjana keguruan.

Untuk mengatasi permasalah­an itu, Ichwan menuturkan, ke depan pemerintah harus serius mengatur jumlah lulusan pendidikan keguruan. ”Pemerintah tidak boleh asal. Kalau perlu seleksi masuk pendidikan keguruan perlu diperketat,” tuturnya. Hal ini berkaitan dengan kualitas pendidikan di masa depan.

Langkah kedua adalah dengan mengubah sistem PPG. Dari yang semula terpisah dari pendidikan guru, lantas digabungka­n menjadi satu. Siswa yang telah lulus S-1 pendidikan bisa langsung meneruskan di pendidikan profesi. Istilahnya PPG terintegra­si.

Dengan sistem tersebut seluruh sarjana keguruan akan mendapatka­n haknya sebagai calon tenaga pendidik. Sehingga tidak ada lagi kesenjanga­n antara guru yang telah memiliki sertifikas­i dan yang tidak memilikiny­a. ”Modelnya bisa mencontoh pada pendidikan dokter,” terangnya.

Terpisah, Ketua Lembaga Pengembang­an Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universita­s Negeri Surabaya (Unesa) Rusijono membenarka­n perihal pembatasan kuota PPG tersebut. Sebelum ada wacana pembukaan PPG reguler, Unesa telah melenggara­kan PPG bagi lulusan Program Sarjana Mendidik di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal (SM3T). ”Kuotanya memang dibatasi dari pusat,” katanya.

Selain pembatasan kuota, dalam hal jurusan pemerintah pusat memiliki aturan sendiri. Yakni, hanya membuka jurusan tertentu pada periode yang berbeda. ”Ini dilakukan pemerintah untuk melihat kondisi guru. Mana yang perlu ditambah dan tidak,” jelasnya. (elo/nda)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia