Mulai Melukis Wajah hingga Gowes Bareng
Meski kegiatan ini dilaksanakan setiap tahun, antusiasme untuk memperingatinya tak pernah surut. Beragam acara digelar dengan penuh semangat. Ada aneka lomba, bazar, dan karnaval.
PENAMPILAN siswa kelas X–XI SMK YPM 8 Sidoarjo sangat heboh. Ada yang memakai kostum layaknya orang suku pedalaman. Lengkap dengan daun-daun sebagai mahkota dan hiasan pada pakaian. Ada pula yang mengenakan costume play ( cosplay), gaun dari koran bekas, dan pakaian bergaya Timur Tengah. Yang pastinya tak ketinggalan adalah kebaya Jawa.
Kehebohan itu terjadi Jumat lalu (21/4). Sebanyak 600 siswa sekolah tersebut memperingati Hari Kartini dengan menggelar karnaval keliling desa. Start dari halaman sekolah di Desa Sarirogo, lalu berjalan menyusuri sejumlah ruas jalan di Desa Anggaswangi, Kebonagung, dan Sumput.
Kostum yang dipakai adalah kreasi para murid dan guru. Bebas berbahan apa pun. Namun, bahan daur ulang atau yang sudah tak terpakai akan lebih baik. Tema yang diangkat juga bebas. Selain karnaval, ada kompetisi fashion
show, kompetisi kelas kreatif, kompetisi berpakaian unik, dan cerdas cermat antarkelas. ’’Ada juga lomba melukis wajah RA Kartini,’’ kata Waka Humas SMK YPM 8 Sidoarjo Didik Teguh Wahyudi.
Peringatan Hari Kartini di SMP-SD Santa Maria II Sidoarjo tak kalah meriah, bahkan terkesan unik. Sebab, digabung dengan perayaan Paskah. Pada 21 April lalu, mereka menggelar lomba fashion show. ’’Semua guru dan siswa harus menggunakan pakaian adat,’’ terang Fandi Rachmawan, guru SMP Santa Maria II Sidoarjo. Para siswa bebas mengenakan baju adat dari daerah mana pun. Mulai Jawa, Madura, Sumatera, hingga Bali.
Sehari setelahnya, geliat peringatan Hari Kartini di Sidoarjo belum hilang. Di TK Dharma Wanita Persatuan (DWP) Sumput, misalnya. Mereka menggelar lomba fashion show bertema NKRI pada Sabtu (22/4). Acara makin istimewa karena siswa harus berpasangan dengan ibunya. ’’Ada 101 siswa, tapi yang ikut lebih dari 90 anak. Soalnya, ada yang izin sakit,’’ jelas Kepala TK DWP Sumput Fatimah.
Pakaian yang dikenakan ibu dan anak harus serasi. Saat tampil, mereka juga harus dapat menyuguhkan gaya yang kompak. ’’Mereka bebas memilih pakaian adat dari mana pun. Sebab, siswa di sini berasal dari berbagai daerah,’’ imbuhnya. Dia mencontohkan, ada siswa yang berlatar belakang suku Bali, Toraja, dan etnis Tionghoa.
’’ Yang dari Bali pakai pakaian Bali, yang dari Tana Toraja juga menggunakan songket asli sana,’’ ujar Fatimah. Melalui kegiatan tersebut, dia berharap anak didiknya dapat mengenal kekayaan adat Indonesia sejak dini. Hal itu menjadi modal untuk bisa saling memahami, bekerja sama, dan membangun semangat toleransi. ’’Setelah lomba, kami ajak mereka berkeliling Desa Sumput,’’ tambahnya.
Jika sejumlah sekolah menyelenggarakan karnaval dengan berjalan kaki untuk memperingati Hari Kartini, SMPN 1 Jabon berbeda. Sebanyak 797 siswa dari kelas VII-VIII sekaligus 24 guru menggelar gowes bareng Sabtu lalu.
Mereka bersepeda sejak pagi. Dimulai dari SMPN 1 Jabon ke arah SMKN 1 Jabon di Desa Panggreh, melewati Balai Desa Trompoasri, dan SDN Trompoasri. Dari sana, perjalanan berlanjut ke Dusun Janganasem di kawasan wisata kuliner Warung Tengah Sawah (WTS), Balai Desa Jemirahan, dan SMK Darul Huda. Lalu, kembali ke SMPN 1 Jabon. ’’Mereka bebas menghias sepeda dan mengenakan pakaian sesuai kreasi mereka,’’ ucap Kepala SMPN 1 Jabon Agus Pujiono.
Dia menjelaskan, melalui peringatan Hari Kartini, pihak sekolah ingin sekaligus mengampanyekan program Save Our Student (SOS). Saat masih duduk di bangku SMP, siswa tidak diperbolehkan mengendarai sepeda motor. Sebab, sudah jelas mereka belum mengantongi SIM.
Dengan gowes bareng, para siswa didorong menggunakan sepeda ke sekolah. Hal itu juga menjadi alternatif olahraga yang menyenangkan dan menyehatkan. ’’Setelah ini (gowes bareng, Red) kami canangkan sebagai program rutin tiap bulan,’’ tutur Agus. (uzi/c18/pri)