Kir Swasta Mulai Medio Mei
Korban Meninggal Tragedi di Ciloto Menjadi 12 Orang
JAKARTA – Kecelakaan maut beruntun di kawasan Puncak membuka mata pemerintah. Kemarin (1/5) Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan akan membuka ruang kepada swasta untuk melakukan uji kir, termasuk bus pariwisata. Uji kir yang tidak semestinya diyakini menjadi penyebab terus terjadinya kecelakaan maut. Termasuk di Ciloto pada Minggu lalu yang merenggut 12 nyawa.
Sebagaimana diberitakan, be- lasan korban meninggal dunia karena bus Kitrans mengalami rem blong ketika sedang menuju Kebun Raya Cibodas dari Jakarta. Kehilangan kendali, bus pariwisata itu menghajar beberapa kendaraan sebelum masuk jurang sedalam 20 meter
Kir swasta lebih menyeluruh ke semua kota.” Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan
Pada hari kejadian, sebelas korban jiwa meninggal. Kemarin korban meninggal bertambah satu. Yakni, seorang penumpang angkot yang dihajar bus.
Budi Karya menjelaskan, ada indikasi bus Kitrans tidak menjalani uji kir dengan benar. ’’Tentunya pasal-pasal hukum akan kita berlakukan secara lugas,’’ kata Budi Karya setelah meninjau operasional Terminal 3 Bandara SoekarnoHatta semalam tadi malam.
Namun, di lain pihak, Budi Kar ya juga mengakui kualitas dan kuantitas fasilitas uji kir di Indonesia yang masih kurang. Lihat saja catatan kecelakaan maut bus yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir, hampir semua disebabkan rem blong.
Karena itu, swastanisasi uji kir tersebut diperlukan agar bisa menjangkau semua kendaraan yang harus menjalaninya. Kir swasta akan diberlakukan di hampir seluruh wilayah Indonesia. ’’Kir swasta lebih menyeluruh ke semua kota,’’ tambah mantan direktur Angkasa Pura II itu.
Direktur Angkutan dan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub Cucu Mulyana menambahkan, saat ini sudah ada pembicaraan serius dengan Kementerian Keuangan. Khususnya dengan Direktorat Perimbangan Keuangan. Selama ini kir dikenai biaya dan uangnya masuk ke kas negara. Selain itu, ada pembicaraan dengan bengkel-bengkel resmi milik perusahaan agen pemegang merek (APM).
”Jadi, nanti kemenhub akan memberikan rekomendasi ke bengkelbengkel resmi. Dalam hal ini mungkin APM,” ungkap dia.
Kemenhub menargetkan pelaksanaan swastanisasi uji kir itu bisa dilakukan pertengahan Mei ini. Namun, Cucu belum mau mengungkapkan jumlah bengkel resmi atau APM yang akan ikut bergabung. ’’Kesiapannya rapatrapat dengan Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, Red) kan masih terus dilaksanakan,’’ jelas dia.
Dia memastikan semua kendaraan yang wajib uji kir bisa memanfaatkan kir swasta tersebut. Bukan hanya kendaraan umum, bus pariwisata pelat kuning dan kendaraan online juga wajib uji kir. ’’Semuanya yang wajib uji kir nanti bisa uji kir swasta. Termasuk angkutan online,’’ tambah Cucu.
Percepatan pemberlakuan uji kir swasta itu, antara lain, didorong oleh kecelakaan lalu lintas yang merenggut 12 nyawa di Ciloto. Kemenhub akan melaporkan pemilik bus pariwisata Kitrans dengan nomor polisi B 7057 BGA ke Bareskrim Mabes Polri. Sebab, bus tersebut tak punya izin operasi.
Sekretaris Jenderal Kemenhub Sugihardjo mengungkapkan, pihaknya tidak bisa memberikan sanksi administrasi kepada pemilik bus tersebut. Misalnya, pembekuan atau pencabutan izin. Pasalnya, bus dan perusahaan pemiliknya tidak terdaftar alias ilegal.
’’Untuk itu, akan kita teruskan sanksi pidana dalam waktu dekat. Mungkin satu atau dua hari ini,’’ ujar Sugihardjo di kantor Kemenhub kemarin. Kemenhub akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan Mabes Polri untuk pelaporan pidana tersebut. Sebab, lokasi kecelakaan berada di Cianjur, Jawa Barat. Sedangkan bus tersebut berpelat nomor B yang artinya masuk wilayah Jakarta.
’’Pak Direktur Angkutan dan Multimoda akan membuat laporan kepada kepolisian untuk ditindaklanjuti proses pidananya supaya ada efek jera,’’ imbuh dia. Aturan yang akan disangkakan adalah pasal 315 Undang-Undang 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dengan pasal tersebut, pengurus perusahaan angkutan umum bisa dikenai pidana. Selain itu, bisa dijatuhi denda paling banyak tiga kali lipat.
’’ Tindak pidananya tidak disebutkan. Nanti kami konsultasikan dengan kepolisian,’’ imbuh Direktur Angkutan dan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub Cucu Mulyana
Selain itu, Kemenhub akan menggelar razia kendaraan di tempat-tempat pariwisata. Mereka bakal bekerja sama dengan kepolisian untuk merazia kendaraan tersebut dari sisi kelayakan jalan. Selain itu, izin operasional armada tersebut dicek.
’’Bila hanya administrasi akan ditilang STNK atau BPKB-nya. Tapi, kalau sudah tidak layak jalan, tidak boleh melanjutkan,’’ tegas Cucu. Perusahaan wajib menyediakan bus pengganti bagi penumpang bus yang tak boleh jalan.
Sementara itu, Wakil Ketua Ombudsman Lely Pelitasari Soebekty menuturkan, peluang layanan publik diswawstakan masih cukup besar. ’’Mau diswastakan, kalau memang berdampak lebih baik, mengapa tidak,’’ ujarnya saat dihubungi kemarin. Terpenting, efisiensi layanan publik tidak malah jadi terganggu dan biaya yang ditanggung publik tidak membengkak.
Kemudian, penunjukan swasta yang akan mengambil alih layanan publik harus fair. Tidak boleh ada monopoli dan tidak ada kolusi di dalam penunjukan serta harus terbuka. Jangan sampai ada kon- flik kepentingan.
Lely menuturkan, umumnya ada dua hal yang menjadi alasan layanan publik diswastakan. Pertama, pengakuan dari pemerintah atas ketidakmampuan mengelola layanan publik. ’’Kedua, bila pemerintah yang menangani layanan publik itu, biayanya akan menjadi besar,’’ lanjutnya.
Selama ini sebenarnya sudah banyak layanan publik yang dikelola dengan gaya swasta. Contoh nyatanya adalah pengelolaan layanan publik oleh BUMN. Misalnya, bandara yang dikelola PT Angkasa Pura.
Yang harus diperhatikan pemerintah adalah tetap ada kontrol dari regulator. Dengan demikian, ketika sebuah layanan publik diswastakan, pemerintah tidak langsung lepas tangan tanpa mengawasi. ’’Justru ketika diswastakan, ada tanggung jawab untuk memastikan bahwa layanan publik yang diberikan swasta itu tidak menjadi lebih buruk,’’ tutur perempuan 44 tahun tersebut.
Lely mengingatkan, ada beberapa layanan publik tertentu yang tidak bisa diswastakan. Bila merujuk pada UUD 1945, patokannya adalah pasal 33. Tentang bumi, air, kekayaan alam, dan cabang produksi yang menguasai hajat hidup banyak orang. Segala layanan publik terkait hal-hal tersebut harus benar-benar dikuasai negara sepenuhnya.
Begitu pula dengan beberapa layanan strategis lain seperti pertahanan dan keamanan. Umumnya, di antara layanan-layanan di bidang-bidang itu, ada yang sudah dilakukan dengan gaya swasta. Tentunya melalui pengelolaan oleh BUMN yang notabene perusahaan pelat merah.
Selebihnya, masih ada peluang untuk diswastakan dengan syarat tetap ada kontrol pemerintah di dalamnya. Bagaimanapun, tujuan utama swastanisasi layanan publik adalah membuat kualitasnya menjadi lebih baik. Bukan malah sebaliknya.
Hal senada disampaikan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lem- baga Konsumen Indonesia Tulus Abadi. Indonesia bisa mencontoh Amerika Serikat dalam swastanisasi layanan publik. ’’Di Amerika Serikat hanya ada beberapa layanan publik yang dikelola negara. Selebihnya diserahkan ke swasta,’’ ujarnya.
Tulus mewanti-wanti jangan sampai swastanisasi layanan publik malah berujung komersialisasi. ’’Jangan ada komersialisasi tarif. Layanan diswastakan, tapi tarif tetap ditentukan pemerintah,’’ lanjutnya. Layanan menjadi lebih baik, tetapi tarif jangan sampai ikut masuk ke sektor privat. (jun/byu/c10/ang)