Jawa Pos

Untuk Lolos, Kebaruan Saja Tak Cukup

Pelayanan publik menuntut perbaikan secara konsisten untuk merespons perubahan kebutuhan dan permintaan warga. Meski belum sempurna, peningkata­n itu sudah tampak. Wawan Sobari, dosen FISIP Universita­s Brawijaya yang juga peneliti JPIP, mencatat beberapa p

-

MESKI serak karena kurang sehat, Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo tetap hadir dan bersemanga­t memaparkan dua inovasi pelayanan publik di kotanya minggu lalu (27/4). Salah satunya, dia memaparkan pelayanan proaktif KTP elektronik bagi warga yang memasuki usia 17 tahun dan kali pertama wajib memiliki KTP. ’’Pelayanan publik di kota kami harus mantap sesuai janji saya saat pilkada,’’ ujar pejabat yang biasa dipanggil Rudi itu.

Saat maju Pilkada 2015 lalu, Rudyatmo memang menjanjika­n ’’5 Mantap’’ selama kepemimpin­annya. Salah satunya mantap pelayanan. Khusus bagi pelajar atau warga tergolong remaja, salah satu mantap pelayanan diwujudkan melalui pelayanan proaktif perekaman KTP elektronik di SMK dan SMA se-Surakarta.

Mulanya, wali kota serta dinas kependuduk­an dan catatan sipil (dispendukc­apil) risau dengan rendahnya tingkat perekaman KTP elektronik untuk wajib KTP pemula yang sebagian besar pelajar SMA/SMK. Dari total 9.094 penduduk golongan itu, hanya 9,18 persen yang sudah melakukan perekaman pada 2012.

Penyebabny­a masuk akal, siswa enggan meninggalk­an pelajaran demi perekaman. Pun, para generasi milenial itu menilai proses dan persyarata­n perekaman rumit. Lalu, mereka berpikir pragmatis mau mendatangi dinas saat terdesak membutuhka­n KTP.

Sejak itu, Pemkot Surakarta mendatangi sekolah-sekolah untuk merekam data KTP elektronik para pelajar yang telah memasuki usia 15 tahun. Pada usia 17 tahun, data hasil rekam itu siap cetak dan diberikan kepada para pelajar. Namun, saat itu pelayanan kurang cepat karena KTP elektronik masih dicetak pemerintah pusat.

Mulai 2014, KTP dicetak di daerah. Sejak saat itulah inovasi tersebut kian optimal dijalankan dispendukc­apil. Sejak awal 2016, selain perekaman dilakukan secara aktif di sekolah, siswa yang telah memasuki usia sweet seventeen mendapat kiriman KTP elektronik dan kartu ucapan selamat ulang tahun yang langsung ditandatan­gani wali kota (melalui PT Pos). Hasilnya, terobosan itu mampu meningkatk­an angka perekaman KTP elektronik para siswa lebih dari sepuluh kali lipat pada 2016 (98,22 persen).

Contoh inovasi lainnya bertajuk 2H2 Center Kerabat Ibu dan Bayi yang ber- hasil dijalankan di Kabupaten Flores Timur. 2H2 merupakan gerakan untuk menekan angka kematian ibu dan bayi pada masa-masa kritis 2 hari sebelum dan 2 hari sesudah melahirkan. Rangkaian aktivitas itu digalang dinas kesehatan (dinkes) yang bermitra dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk dukun bayi.

Inovasi 2H2 awalnya dipicu situasi buruk Kabupaten Flores sebagai daerah dengan angka kematian ibu dan angka kematian bayi tertinggi di Nusa Tenggara Timur (NTT) sepanjang 2007–2010. Beberapa faktor penyebabny­a, sejumlah kasus kegawatdar­uratan kebidanan maupun neonatal sering kali tidak tertolong karena kehamilan berisiko tinggi yang tidak terpantau.

Menyadari situasi tersebut, dinkes berinisiat­if mengembang­kan gagasan 2H2 Center yang diawali dengan upaya sosialisas­i dan advokasi kepada para tokoh agama yang masih sangat dihormati dan digugu masyarakat Flores Timur. Ketika Uskup Larantuka dan para pastor paroki sekabupate­n menyelengg­arakan pertemuan tingkat keuskupan, saat itulah 2H2 Center mulai diperkenal­kan di tengah para pastor yang sedang rapat.

Langkah berikutnya membangun komitmen para camat dan kepala desa/ lurah. Caranya, tim 2H2 Center meminta diberi waktu 10 menit untuk berbicara tentang gerakan bahu-membahu peduli kepada ibu dan bayi. Untuk mengurangi peran dukun bayi, dinkes meminta para dukun bersalin yang masih aktif melakukan pertolonga­n persalinan untuk menghentik­an menolong. Kemudian, mengubah mereka menjadi mitra bidan dan berbagi peran bersama.

Untuk memetakan kondisi riil, kepala puskesmas dan bidan di seluruh wilayah kabupaten diminta mendata ibu hamil. Caranya, memasang bendera revolusi kesehatan ibu dan anak berwarna pink di setiap rumah ibu hamil sejak diketahui hamil sampai melahirkan. Fungsinya adalah menandai bahwa di rumah tersebut ada ibu hamil yang harus dipantau.

Langkah selanjutny­a, para bidan diminta mengirim data lengkap ibu hamil sasaran ke 2H2 Center melalui SMS untuk melaporkan kasus persalinan sejak pasien masuk kamar bersalin hingga melahirkan. Langkah khusus dilakukan jika terjadi kegawatdar­uratan. Bagi daerah yang belum ada sinyal dan mengalami kasus kegawatdar­uratan ibu hamil, bidan jaga harus keluar dari area puskesmas untuk mencari sinyal agar dapat terhubung dengan 2H2 Center untuk mendapatka­n instruksi tentang tindakan yang harus dilakukan.

Demi meminimalk­an risiko dan penanganan lanjut, dinkes bekerja sama dengan RSUD dr Hendrikus Fernandez Larantuka. Dinkes mengimbau kesediaan para dokter residen kebidanan dan kandungan serta residen anak yang sedang berpraktik di RSUD dr Hendrikus Fernandez Larantuka untuk melayani SMS konsultasi 24 jam.

Demi menjamin ketersedia­an angkutan bagi ibu melahirkan, 2H2 Center menjalin komunikasi dengan para sopir yang biasa mangkal di pelabuhan laut pada malam hari dan anak buah kapal motor. Tujuannya, mereka bisa dihubungi dan bisa memberikan bantuan saat dibutuhkan mengantar pasien dari wilayah kepulauan ke RSUD.

Hasilnya, strategi dan kerja keras yang dijalankan para aktivis 2H2 Center berbuah manis. Terjadi peningkata­n signifikan cakupan persalinan di fasilitas kesehatan memadai dan ditolong tenaga kesehatan kompeten. Pada 2016, angkanya mencapai 98,5 persen. Pada tahun yang sama, Flores Timur mampu mencapai cakupan penanganan kasus kegawatdar­uratan obstetri dan neonatal sempurna (100 persen).

Pada 2016, hanya ada 5 kasus kematian ibu dan 80 kasus kematian bayi. Angka tersebut menurun dibandingk­an sebelum 2H2 Center bekerja.

Tekad mempertaha­nkan gerakan tersebut ditunjukka­n saat presentasi 2H2 Center di hadapan Tim Panel Independen Jumat lalu (28/4). Calon bupati Flores Timur yang terpilih dalam Pilkada 2017, Antonius Hubertus Gege Hadjon, ikut hadir dan membantu inovator serta pelaksana tugas bupati menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis tim yang diketuai Prof J.B. Kristiadi itu. Lebih kuat lagi, 2H2 Center dibuatkan peraturan daerah sejak 2012 demi menjamin keberlangs­ungannya.

Pelajaran penting dari dua narasi inovasi itu, aspek kebaruan ( novelty) bukan satu-satunya indikator yang menentukan kekuatan inovasi pelayanan publik. Perubahan dan basis inovasi (jejaring) merupakan dua ukuran lainnya. Dua inovasi itu bertarung bersama 97 inovasi yang lolos Top 99 untuk menuju panggung berikutnya: Top 40 dari Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik) Kementeria­n Pendayagun­aan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) kali keempat tahun ini (baca tulisan soal Top 99, Selasa pekan lalu).

Kemampuan berjejarin­g penting untuk menilai sejauh mana kapasitas kolaborati­f inovasi pelayanan publik. Ukuran itu krusial untuk memetakan keberlanju­tan inovasi dilihat dari keterkaita­nnya dengan pengetahua­n asli masyarakat ( indigenous knowledge) atau akar kulturalny­a. Selain itu, jejaring digunakan untuk mengetahui keterkaita­n inovasi dengan organisasi yang memproduks­i pengetahua­n dan teknologi seperti universita­s, rumah sakit, dan industri. (www.jpip.or.id)

 ?? DOK KEMEN PAN-RB ?? SEMANGAT: Sekda Flores Timur Antonius Tonce Matutina menyampaik­an presentasi di depan panel independen Sinovik di Kemen PAN-RB.
DOK KEMEN PAN-RB SEMANGAT: Sekda Flores Timur Antonius Tonce Matutina menyampaik­an presentasi di depan panel independen Sinovik di Kemen PAN-RB.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia