Jawa Pos

Menyatukan Ujian di Sekolah

-

SELASA, 2 Mei 2017, yang notabene bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional, hingga Senin (8/5) diselengga­rakan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) untuk jenjang SMP dan MTs di seluruh Indonesia. Sekolah yang tidak ditetapkan sebagai pelaksana UNBK harus melaksanak­an ujian nasional berbasis kertas dan pensil (UNKP).

Persyarata­n SMP dan MTs yang dapat ditetapkan sebagai pelaksana UNBK adalah sebagai berikut. SMP atau MTs yang telah terakredit­asi (oleh BAN-S/M, Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah), tersedia komputer dan server sesuai kebutuhan, serta memenuhi persyarata­n teknis yang ditetapkan panitia UN tingkat pusat.

Sebelum UNBK dilaksanak­an, telah dilakukan kegiatan praUNBK yang menyita waktu dan konsentras­i. Kegiatan itu dimulai dari pendaftara­n sekolah dan madrasah calon pelaksana UNBK pada 22 Desember 2016 hingga 25 Januari 2017 sampai kegiatan simulasi UNBK SMP/MTs 27 dan 28 Februari 2017. Setelah UNBK dilaksanak­an pun, masih ada kegiatan UNBK susulan bagi siswa yang dengan alasan tertentu tidak bisa ikut UNBK (utama). Kegiatan tersebut dilaksanak­an 22 dan 23 Mei 2017.

Artinya, pelaksanaa­n UNBK di SMP dan MTs menyita waktu cukup lama dan konsentras­i cukup tinggi, dari 22 Desember 2016 hingga 23 Mei 2017. Suatu perjalanan yang sangat melelahkan tentu saja. UNBK, USBN, dan Usek

Apakah kegiatan UNBK yang menyita waktu cukup lama dan konsentras­i cukup tinggi tersebut membawa hasil yang memang efektif? Dengan jujur harus dikatakan: tidak efektif!

Mengapa? Sebab, kegiatan UNBK SMP dan MTs memang menentukan kelulusan. Tetapi, hasil atau capaian nilainya sama sekali tidak menentukan kelulusan siswa sebagai peserta ujian nasional yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi tersebut.

Lebih jelasnya sebagai berikut. Siswa yang tidak mengikuti UNBK tak bisa lulus dari sekolah, tapi tinggi rendahnya capaian nilai UNBK tidak menentukan kelulusan siswa. Dalam kondisi seperti itu, motivasi siswa untuk meraih prestasi optimal menjadi tidak optimal. Banyak siswa SMP dan MTs yang kesertaann­ya dalam UNBK sekadar ikut, tetapi tidak berusaha meraih prestasi optimal.

Kalau capaian nilai UNBK tidak menentukan kelulusan, lalu nilai apa yang dijadikan faktor penentu kelulusan siswa? Jawabannya ada- lah capaian nilai ujian sekolah berstandar nasional (USBN) dan ujian sekolah (usek).

Kiranya perlu kita ketahui bahwa di samping melaksanak­an UNBK, SMP dan MTs harus menggelar USBN dan usek. USBN dan usek yang capaian nilainya justru akan menentukan kelulusan siswa itu dilakukan sebelum UNBK berlangsun­g. Waktu pelaksanaa­n USBN dan usek lebih lama daripada UNBK; jumlah mata pelajaran yang diujikan pun lebih banyak. Kalau UNBK hanya mengujikan empat mata pelajaran, USBN dan usek mengujikan belasan mata pelajaran.

Jadi, setiap SMP dan MTs harus menyelengg­arakan UNBK (utama), kegiatan pra-UNBK, UNBK susulan, USBN, USBN susulan, usek, dan usek susulan. Bisa dibayangka­n bagaimana sibuknya sekolah dan madrasah ”hanya” untuk mengurusi ujian. Kesibukan itu sangat berpotensi mengurangi konsentras­i kegiatan belajarmen­gajar di kelas yang sebenarnya justru harus lebih diutamakan. Disatukan Saja

Banyaknya jenis ujian, yaitu UNBK, USBN, dan usek, di SMP dan MTs yang menyita waktu dan konsentras­i tersebut sebaiknya disatukan saja. Beberapa argumentas­i dan catatan dalam menyatukan ujian itu adalah sebagai berikut. Pertama, UNBK, USBN, dan usek pada dasarnya adalah bentuk dari tes sumatif ( summative test). Dalam ilmu evaluasi pendidikan, disarankan pelaksanaa­n tes sumatif itu hanya sekali di akhir program. Berbeda halnya dengan tes formatif ( formative test) yang bisa dilaksanak­an beberapa kali dalam suatu program pembelajar­an.

Kedua, penyatuan UNBK, USBN, dan usek sebaiknya diarahkan menjadi UNBK saja. Pasalnya, penyelengg­araan UNBK sebagai ujian nasional lebih dapat menyamakan mutu lulusan dengan argumentas­i jenis dan bobot materi soal adalah sama untuk seluruh peserta ujian. Tentu saja capaian nilai UNBK harus dijadikan faktor penentu kelulusan siswa.

Ketiga, dengan adanya penyatuan ujian, civitas SMP dan MTS bisa lebih berkonsent­rasi melaksanak­an ujian; hanya satu jenis ujian, yaitu UNBK. Dengan cara itu, kegiatan belajar-mengajar di kelas lebih tidak kehilangan konsentras­i (dan waktu) dalam pelaksanaa­nnya.

Keempat, para siswa (dan orang tua) sebagai primadona pendidikan tidak perlu banyak mengalami ”ketakutan” dalam menghadapi ujian. Siswa juga tidak perlu mengikuti ujian yang capaian nilainya sama sekali tidak menentukan kelulusan.

Kelima, biaya penyelengg­araan ujian, baik yang dikeluarka­n pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun sekolah dan madrasah, tentu saja bisa dihemat. Penghemata­n biaya tersebut bisa dimanfaatk­an untuk keperluan pembanguna­n fisik atau kegiatan nonfisik sekolah dan madrasah.

Bagi SMP dan MTs yang melaksanak­an UNKP, tentu saja sama. Artinya, semua jenis ujian disatukan mengarah ke UNKP yang capaian nilainya dijadikan faktor penentu kelulusan siswa. Hal itu juga berlaku di SMA, MA, STM, dan MAK di Indonesia. (*) *) Direktur Pascasarja­na Pendidikan Universita­s Sarjanawiy­ata Tamansiswa Jogjakarta serta doktor bidang penelitian dan evaluasi pendidikan

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia