KPK Panggil Saksi Kunci BLBI
Dalami Alasan SP3 Kejagung
JAKARTA – Keseriusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam babak baru pengusutan skandal surat keterangan lunas (SKL) bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) patut dikawal. Sebab, tak mudah mendatangkan saksi-saksi kunci yang mengetahui alur kasus kejahatan ekonomi yang menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merugikan negara hingga Rp 138,4 triliun itu.
Beberapa saksi yang dipanggil sempat tak hadir karena mengaku berhalangan. Misalnya Rizal Ramli (menteri keuangan di era Presiden Gus Dur) serta pengusaha Artalyta Suryani yang dikenal dekat dengan obligor BLBI Sjamsul Nursalim.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, Rizal dan Artalyta sejatinya dipanggil untuk dimintai keterangan dalam proses penyidikan Syafrudin Tumenggung, mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. ”Pekan ini kami akan panggil lagi saksi-saksi,” ujarnya kemarin (1/5).
Hanya, Febri belum mau menyebutkan detail kapan rencana agenda pemanggilan ulang itu. Dia hanya menjelaskan, saksi-saksi yang tidak hadir sebelumnya pernah dipanggil pada 17 April dan 25 April lalu. Sejauh ini KPK baru memintai keterangan 32 orang di tahap penyelidikan. ”Kami terus kumpulkan keterangan,” katanya.
Sementara itu, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto menyebutkan, penyidikan baru untuk skandal BLBI memang tugas berat bagi KPK. Sebab, kasus itu merupakan perkara lawas yang kerap timbul tenggelam penanganannya. ”Karena tahun 2015 kasusnya sudah kedaluwarsa dan jika kedaluwarsa memang harus membuka kembali,” ujarnya.
KPK dapat memulainya dengan membuka draf kasus BLBI yang dulu pernah diusut Kejaksaan Agung (Kejagung). Sebagai catatan, skandal BLBI sebelumnya juga ditangani Kejagung. Namun, mereka mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk sejumlah obligor yang terjerat. Salah satunya Sjamsul Nursalim. Penyidikan Sjamsul dimulai Desember 2000 dan dihentikan Juli 2004.
Selain mempelajari alasan SP3, KPK mesti mendalami hasil audit BPK tentang BLBI sejak 2000. Audit BPK menyebutkan, Rp 138,4 triliun dari total BLBI Rp 144,5 triliun sulit dipertanggungjawabkan. Jumlah itu yang berpotensi menjadi kerugian keuangan negara. ”Nama-nama obligor juga tercantum dalam audit tersebut,” kata Yenny.
Untuk menyeret tersangka lain, KPK bisa duduk bersama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan BI selaku otoritas permasalahan keuangan tanah air. Dengan demikian, data-data tentang BLBI bisa lebih jelas. Terutama terkait siapa saja obligor yang sudah dan belum mengembalikan utang. ”Karena ini bukan hanya kasus Nursalim.” (tyo/c9/owi)