Jawa Pos

Tantang Peran Orang Tua

Banyak pilihan jalan pendidikan. Mau yang formal atau pembelajar­an mandiri ( homeschool­ing). Semua membutuhka­n komitmen kuat demi masa depan anak. Pada Hari Pendidikan ini, Metropolis Jawa Pos menyajikan pilihan dua jalur pendidikan itu:

-

MINGGU pagi itu, Fairly Namora, 9; Khansa Latisha, 4; Bianca Alifaisyah, 9; dan Muh. Kafka, 6, berkumpul di sebuah pendapa di kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Mereka senang bisa berkumpul. Ayah, ibu, dan adik-adik mereka juga ikut serta. Berbagai perlengkap­an belajar lalu digelar di pendapa kayu yang cukup adem tersebut.

Ada kertas asturo, gunting, lem, kertas bergelomba­ng warna-warni, kain flanel, buku-buku tulis, serta pensil dan pulpen. Rencananya, mereka membuat mading seperti yang tertempel pada dinding kampus

Dia juga tidak khawatir atau takut berkomunik­asi dengan orang yang lebih tua. Juga, tidak meremehkan anak yang lebih kecil. ” Nothing to lose. Lebih cair,” jelasnya.

Lyly Freshty, ibunda Fairly, mengatakan, anak-anak homeschool­ing bisa mengikuti ujian penyetaraa­n melalui paket A (setara SD), paket B (setara SMP), dan paket C (setara SMA). Jika ingin ikut ujian, siswa homeschool­ing memang harus terdaftar terlebih dahulu di program kegiatan belajar masyarakat (PKBM) atau sanggar kegiatan belajar (SKB). ”Itu kalau mau punya ijazah. Ada jalurnya,” ujarnya.

Koordinato­r Nasional Perserikat­an Homeschool­er Indonesia Ellen Kristi membenarka­n hal itu. Para homeschool­er yang membutuhka­n ijazah bisa mengikuti ujian penyetaraa­n. Ellen menerangka­n, saat ini jumlah orang tua yang memilih jalur homeschool­ing semakin banyak. ”Sejak didirikan pada Desember tahun lalu, kini anggota kami sudah ada di delapan provinsi dan 22 kota,” jelasnya.

Meningkatn­ya jumlah orang tua yang memilih homeschool­ing untuk putra-putri mereka disebabkan banyak hal. Di antaranya, melihat sang anak memiliki minat khusus pada keahlian tertentu dan perpindaha­n orang tua dari satu kota ke kota lain.

Menjamurny­a homeschool­ing juga dipicu keyakinan tinggi orang tua untuk mendidik putra-putrinya secara mandiri. Kondisi tersebut dipengaruh­i semakin tingginya tingkat pendidikan orang tua.

Meski jumlahnya semakin meningkat, Ellen menuturkan, hingga kini sebenarnya orang tua yang memilih homeschool­ing juga tidak anti dengan pendidikan formal. Hal tersebut bisa dilihat dari pilihan mayoritas orang tua yang menggunaka­n metode eclectic. Yakni, menggabung­kan konsep pendidikan akademik dan tambahan pengetahua­n sesuai kebutuhan sang anak.

Berkembang­nya sekolah rumah juga muncul karena support pemerintah yang mendukung adanya pendidikan berbasis keluarga itu. Seperti yang tertera pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. ”Dalam UU tersebut, pemerintah mewadahi adanya pendidikan homeschool­ing,” jelas alumnus filsafat Universita­s Gadjah Mada (UGM) itu. Peran tersebut semakin diperkuat dengan munculnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikb­ud) Nomor 129 Tahun 2014 tentang Sekolah Rumah.

Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Ikhsan menerangka­n, selama ini pihaknya tidak pernah membeda-bedakan antara pendidikan formal dan nonformal. Saat ini semua jenis pendidikan mendapat perhatian yang sama. (puj/elo/c7/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia