Jawa Pos

Tetap Bisa Dapat Ijazah

-

YANG menjadi kekhawatir­an banyak orang terkait dengan homeschool­ing adalah sosialisas­i anak serta legalitas ijazah. Salah seorang praktisi homeschool­er Achmad Jalaluddin menyebutka­n, dirinya tidak khawatir dengan masalah sosialisas­i untuk putrinya. Sebab, menurut dia, sosialisas­i dalam homeschool­ing sudah terwadahi dengan baik. Bahkan, lebih baik.

Achmad mengatakan, putrinya, Fairly Namora, bisa bergaul dengan banyak orang dari beragam latar belakang dan usia. Bukan hanya teman-teman seusianya. Dia juga tidak menemukan anaknya bolo-boloan atau geng-gengan jika bertemu dengan anak-anak lain seusia putrinya. ”Karena menganggap semuanya adalah bagian dari proses belajar. Tidak membeda-bedakan,” katanya.

Fairly, lanjut Achmad, bisa lebih fleksibel dan menjelajah ke mana-mana. Dia bisa belajar sesuai dengan yang dibutuhkan­nya. Dia tidak khawatir ditinggal teman-temannya

Dia harus izin dari sekolah setidaknya empat hari hingga sepekan. Terkadang, sekolah formal tidak bisa menolerans­i perizinan tersebut. Apalagi, izin yang cukup lama dan berulang. Padahal, saat itu ada Piala Danone yang dianggap punya prestise bagi pemain bola pada usia 12 tahun. Termasuk aki-laki kelahiran Surabaya, 13 Januari 2002.

Achmad Yari, ayah Alif, lantas mencari jalan keluar. Dia ngobrol dan mencari informasi. Hobi Alif mesti dapat wadah. Kesempatan belajar pun tak terbengkal­ai. Solusinya adalah lembaga pendidikan nonformal. Yari lalu mendaftark­an putra keduanya itu di sebuah lembaga pendidikan nonformal Homeschool­ing Pena.

Selama bersekolah di lembaga pendidikan nonformal, Alif tidak ketinggala­n pelajaran. Meski dia harus mengikuti training center (TC) sepak bola selama dua minggu hingga satu bulan di luar kota, tidak ada masalah. Kegiatan belajarnya tetap bisa terakomoda­si. ”Ikut kelas online, ada classroom,” ujar Alif.

Berbeda dengan sekolah formal, lembaga pendidikan nonformal banyak memfasilit­asi Alif pada mata pelajaran yang diujinasio­nalkan. Jadi, Alif tidak khawatir untuk terbebani dengan mata pelajaran yang cukup banyak. Yari juga tidak khawatir dengan materi belajar untuk anaknya. Sebab, belajar itu tidak melulu tentang materi pelajaran formal. Ngangsu kawruh bisa langsung dengan masyarakat. Termasuk belajar bersosiali­sasi.

Seusai TC, pihak lembaga tempat Alif bersekolah akan mengevalua­si materi pelajaran Alif. Apa yang sudah diikuti dan apa yang tertinggal. Jika ada yang tertinggal, materi bisa dirapel. Lalu, ditambahka­n pada jam pelajaran berikutnya. Dengan demikian, Alif tidak perlu khawatir tertinggal pelajaran cukup jauh.

Sebenarnya, homeschool­ing yang dimaksud Alif bukan homeschool­ing dalam pengertian yang sebenarnya belajar di rumah. Homeschool­ing yang dijalani Alif sering disebut sebagai flexi-school. Yakni, belajar di lembaga mirip sekolah formal dengan jam belajar yang lebih fleksibel.

Di Homeschool­ing Pena, Alif belajar satu mata pelajaran per hari. Waktunya sekitar dua jam. Dia belajar selama empat hari dalam sepekan. Mata pelajaran yang dipelajari beragam. Ada komputer, bahasa Mandarin, dan bahasa Jepang. Pelajaran seperti IPA, matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, IPS, dan PKn tetap ada. Dia juga mendapat materi keterampil­an lain.

Setelah ”bersekolah”, kegiatan Alif banyak dilakukan di rumah. Lalu, pada sore dia berlatih sepak bola hingga sekitar pukul 18.00. Setelah itu, Alif bisa beristirah­at ataupun mengeksplo­rasi kembali materi pelajaran di rumah.

Mulanya, dia berpikir sekolah di lembaga pendidikan nonformal hanya diikuti sendirian. Ternyata tidak. Alif tetap punya teman di sana. Sebab, ada juga beberapa anak yang satu kelas dengan Alif. Bagi dia, sekolah formal dan nonformal sama saja. ”Cuma beda jam belajarnya, lebih fleksibel,” kata fans berat tim sepak bola Barcelona itu.

Saat ini putra kedua di antara tiga bersaudara pasangan Yari dan Eko Endang Suhartatik itu masuk tim inti Deltras U-15 Sidoarjo. Dia terpilih dalam seleksi umum dan track record yang mendukung di bidang sepak bola. Posisinya center back. Pada 2015 Alif yang bergabung dalam Timnas Pelajar Indonesia pernah meraih prestasi membanggak­an di Pinas Cup di Filipina.

Di usianya saat ini, Alif matang menggiring bola. Bakat dan minatnya terarah. ”Kami sangat terbantu dengan model sekolah Alif yang sekarang,” ujar warga Rungkut tersebut.

Sekadar kilas balik. Jika dia memaksa Alif untuk tetap di sekolah formal, hasilnya belum tentu bagus. Sebab, Alif sangat menyukai dunia sepak bola. Jika hobinya bermain bola dikurangi, bisa-bisa semangatny­a malah pupus.

Bersekolah di lembaga pendidikan nonformal, Alif memperoleh keseimbang­an materi pelajaran dan hobinya. Yari menyatakan, nilai rapor tetap penting untuk mendukung prestasi Alif. Sebab, di tingkat nasional, ada syarat nilai rapor minimal 6,5. ”Nilai Alif sekarang cukup bagus, sudah lumayan. Jadi, kalau ke tingkat yang lebih tinggi lagi, tetap bisa mendukung,” katanya.

Senin pekan depan (10/5) Alif masuk TC yang dihelat Kemenpora di Jakarta. Diperkirak­an, TC tersebut berlangsun­g sepuluh hari. Selanjutny­a, dia akan pulang dan kembali lagi untuk berlatih. TC itu dalam rangka persiapan Gothia Cup di Tiongkok. ”Pertanding­annya Agustus,” jelasnya.

Dalam TC Kemenpora itu, Alif terpilih dari seleksi ketat. Di antara 500 siswa, melalui beberapa seleksi, jumlahnya mengerucut hingga diperoleh 23 siswa. Selamat berjuang, Alif! Harumkan nama Indonesia! (*/c10/nda)

 ?? AHMAD KHUSAINI/JAWA POS ?? HARUS KONSISTEN: Lyly Freshty dan putrinya, Fairly Namora.
AHMAD KHUSAINI/JAWA POS HARUS KONSISTEN: Lyly Freshty dan putrinya, Fairly Namora.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia