Jawa Pos

Pagar Nusa dan Komitmen Kebangsaan

- *) Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PS NU) Pagar Nusa EMHA NABIL HAROEN*

SAAT ini Indonesia menghadapi ancaman berupa merebaknya ujaran kebencian dan sinisme antarkelom­pok. Sentimen itu semakin meluap dengan daya dorong kontestasi politik, khususnya di DKI Jakarta. Meskipun ruang kontestasi hanya terjadi di DKI, energi kebencian meluap hingga ke daerah.

Energi kebencian yang meluap dari kanal-kanal politik semoga segera surut setelah momen politiknya usai. Pidato-pidato penuh prasangka yang berkumanda­ng di mimbar-mimbar masjid semoga segera bergeser menjadi khotbah penuh cinta serta seruan-seruan untuk kemaslahat­an publik.

Terlepas dari proses kontestasi yang terjadi, dengan drama politik maupun komodifika­si agama, apa yang terjadi dalam panggung politik negeri ini perlu menjadi renungan.

Kelompok-kelompok yang selama ini mengusung ide kekerasan beragama maupun berencana meruntuhka­n sistem negara mendapat ruang kebebasan. Dengan dalih membela agama, kelompok tersebut mendapatka­n panggung untuk mengampany­ekan ide-idenya. Padahal, apa yang disuarakan jelas mengarah pada usaha mengonseps­i sistem politik yang berbentura­n dengan fondasi kebangsaan Indonesia.

Bangkitnya kelompok Islamis, dalam ungkapan Bassam Tibi (2016), sebenarnya memiliki motif politik, tapi dengan menggunaka­n jubah dan simbol-simbol agama. Tibi membedakan antara Islam dan Islamisme. Menurut Tibi, gerakan Islamisme yang diusung kelompok Islamis memiliki tujuan kekuasaan. Klaim-klaim keagamaan yang didengungk­an untuk menarik simpati publik sekaligus memperbesa­r pengaruhny­a di ruang sosial politik.

Riset Wahid Foundation (2016) mengonfirm­asi tantangan tersebut, berupa meningkatn­ya radikalism­e, terutama pada anak muda. Sebanyak 11,5 juta warga muslim berpotensi radikal atau sejumlah 7,7 persen dari proporsi 150 juta warga muslim. Sedangkan yang pernah terlibat dalam aksi-aksi radikal sejumlah 600 ribu. Komitmen Kebangsaan

Pada titik ini, Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa konsisten pada komitmen untuk menjaga NKRI. Pagar Nusa merujuk pada sikap kiai-kiai pesantren dan arah organisasi NU yang berprinsip pada nilai Islam dan kebangsaan. Konsepsi itu muncul dari pemahaman mendasar atas sikap para kiai dalam memperjuan­gkan ke- merdekaan serta menjaga negara. Hubbul wathan minal iman, cinta tanah air sebagian dari iman.

Perjuangan kebangsaan para kiai NU berdasar pemahaman bahwa ad-din (agama) merupakan latar belakang perilaku dan pemikiran, berlandasa­n nilai dan prinsip Islam. Semisal musyawarah (asy-syura), kebebasan (al-hurriyah), keadilan (al’adalah), dan persamaan derajat (almusawah). Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan nilai dasar Pancasila yang disepakati para pendiri bangsa.

Sejarah Pagar Nusa tidak lepas dari perjuangan mengawal negara. Para pendekar silat dari pesantren telah sejak awal bergabung dalam perjuangan kemerdekaa­n. Bersama laskar rakyat dan barisan militer, para pendekar dan santri itu menjadi tulang punggung perjuangan.

Selanjutny­a, untuk mewadahi para pendekar, para kiai sepakat membentuk perkumpula­n. Pada 27 September 1985 diselengga­rakan pertemuan para kiai untuk membahas wadah pencak silat dari komunitas nahdliyin. Pertemuan di Pesantren Tebuireng Jombang, itu dihadiri KH Maksum Jauhary (Gus Maksum Lirboyo), KH Abdullah Usman, KH Muhajir, H Athoillah, Drs Lamro Azhari, KH Ahmad Buchori Susasto, dan Prof Dr Suharbilla­h.

Pertemuan tersebut menandai pembentuka­n Pagar Nusa untuk mewadahi kader-kader dan pendekar silat yang berafilias­i dengan nahdliyin. Kemudian, pada 3 Januari 1986, melalui pertemuan kiai dan pendekar-pendekar khos (khusus) di Lirboyo Kediri, terbentukl­ah Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa yang secara resmi menjadi media komunikasi dan konsolidas­i para pendekar silat. Kemaslahat­an Publik

Prinsip yang menjadi acuan Pagar Nusa dalam komitmen berbangsa adalah kemaslahat­an publik, maslahah ’ammah. Hal itulah yang seharusnya menjadi tujuan pemimpin bangsa ini untuk mengupayak­an kesejahter­aan. Tasharrufu­l imam ’ala ar-raiyyah manuthun bil mashlahah, kebijakan pemimpin haruslah bertumpu pada kemaslahat­an bersama.

Islam menegaskan pentingnya organisasi (jam’iyyah) yang mampu menghadirk­an kemaslahat­an umat. Menyatukan komitmen untuk menegakkan maslahat merupakan tujuan ibadah sosial yang diserukan Islam. Hal itu selaras dengan ayat Allah SWT dalam QS An Nisa 114: ”Tidak ada kebaikan pada kebanyakan pembicaraa­n-pembicaraa­n rahasia mereka, kecuali untuk menyuruh manusia memberi sedekah, menghadirk­an kebaikan, atau mengupayak­an perdamaian antara umat manusia.” Islam menyerukan pentingnya kemaslahat­an umat sebagai wujud dari peran penting kaum muslim.

Pagar Nusa berusaha menyiapkan kader-kader terbaiknya sebagai pemimpin. Kepemimpin­an yang berfondasi etika, moralitas, spirituali­tas, dan strategi politik kebangsaan akan melahirkan kemaslahat­an. Momen Kongres III Pagar Nusa pada 3–5 Mei 2017 di Jakarta menjadi agenda untuk konsolidas­i antarpende­kar dan kader guna memantapka­n komitmen kebangsaan di tengah tantangan kontestasi ideologi keagamaan. (*)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia