Jawa Pos

Uang Rakyat, Bukan Pengembang

DPRD Ubah Perda KLB dan KDB

-

JAKSEL – Para pihak yang tidak menyetujui pembanguna­n simpang susun Semanggi terus bersuara. DPRD DKI memastikan sejak awal peringatan-peringatan serius sudah disampaika­n. Beberapa langkah perbaikan juga dilakukan.

’’Sangat serius. Kami bahkan merancang perda CSR, lalu mengubah perda tentang koefisien luas bangunan (KLB) dan koefisien dasar bangunan (KDB),’’ kata anggota Banggar DPRD DKI Prabowo Soenirman ketika diwawancar­ai kemarin.

Menurut dia, rancangan perdaperda tersebut sudah masuk program legislasi daerah (prolegda) DKI tahun ini. Dia menjelaska­n, banyak yang salah paham mengenai prosedur proyek simpang susun Semanggi. ’’Ada yang mengatakan itu proyek CSR, tapi ada juga yang menilai itu dari uang denda KLB. Ini yang harus kami luruskan,’’ ujarnya.

Menurut politikus Partai Gerindra itu, denda atas pelanggara­n KLB bukan CSR, melainkan uang kas daerah. ’’Kami juga sulit menjelaska­n karena memang tidak dilibatkan pemprov dalam proyek itu,’’ imbuhnya. Ditanya mengenai anggaran proyek sebesar kurang lebih Rp 360 miliar itu, Prabowo mengaku tak tahu apa-apa. Asal dan peruntukan dana itu tak pernah dijelaskan pemprov secara detail kepada DPRD. ’’Lepas dari pengamatan kami, karena itu tadi, kami tidak dilibatkan,’’ katanya.

Dia mengungkap­kan, sebelum simpang susun Semanggi, ada proyek lain yang eksekusiny­a serupa. DPRD juga tidak dilibatkan. ’’Jadi sudah sering terjadi. CSR tidak melalui mekanisme APBD. Makanya, kami segera buat perdanya,’’ tambahnya.

Pengamat APBD Uchok Sky Khadafi menjelaska­n, bila sumber dana dari koefisien, simpang susun Semanggi harusnya melalui APBD Jakarta. ’’Harus dapat persetujua­n DPRD,’’ ujarnya. Uchok melanjutka­n, koefisien bangunan diatur tiga perda. ’’Seperti Perda Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung, Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW 2030, serta Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang RDRT dan Peta Zonasi,’’ bebernya.

Dengan demikian, lanjut dia, salah jika ada yang mengatakan pembanguna­n simpang susun semanggi tidak membebani anggaran rakyat. ’’Bagi saya tidak paham dengan anggaran daerah,’’ ucapnya.

Uchok juga mengkritis­i pernyataan setuju proyek itu tak perlu diusulkan ke APBD. Menurut dia, pelaksanaa­n langsung ke proyek tanpa melalui APBD adalah masalah besar. ’’Benar-benar program siluman. Tidak melalui mekanisme APBD dan tidak usah meminta persetujua­n APBD, ini jelas-jelas indikasi dugaan tindak korupsi,’’ jelasnya.

Uchok menegaskan, yang disebut korupsi bukan hanya menguntung­kan diri sendiri. Menguntung­kan orang lain juga korupsi. Selain itu, program dan anggaran yang tidak melalui mekanisme APBD memperliha­tkan ada tujuan agar program tersebut tidak diaudit BPK atau auditor negara.

Sedangkan, lanjut dia, yang disebut pungutan koefisien bangunan harus diaudit untuk melihat kepatuhan eksekutif dan pengusaha dalam urusan setor-menyetor denda tersebut ke kas negara. ’’Karena selama ini banyak kerja sama antara eksekutif dan pengusaha untuk meminimalk­an setoran ke kas daerah,’’ tambahnya.

Sebagaiman­a diketahui, Pemprov DKI membangun proyek itu dengan skenario dana dari luar APBD DKI 2016–2017. Pemprov menyebut proyek itu terlaksana karena adanya bantuan pengembang, PT Mitra Panca Persada.

Perusahaan itu disebut memiliki kewajiban memberikan kompensasi atas pelampauan KLB. Pemprov menagih kompensasi lebih dulu sebelum perusahaan itu membangun lebih dari ketentuan koefisien bangunan yang berlaku.

Gubernur DKI Basuki T. Purnama beberapa waktu lalu menyatakan itulah fungsi ’’preman resmi’’ atau pemerintah. ’’Tanah dan udara itu milik negara. Sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.’’ (ydh/c17/ano)

 ?? SALMAN TOYIBI/JAWA POS ?? DIPERSOALK­AN: Inilah proyek simpang susun Semanggi yang hampir rampung. Dewan menganggap ada masalah dengan proyek itu.
SALMAN TOYIBI/JAWA POS DIPERSOALK­AN: Inilah proyek simpang susun Semanggi yang hampir rampung. Dewan menganggap ada masalah dengan proyek itu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia