Jawa Pos

Sang Ibu Selalu Menggendon­g saat Berangkat dan Pulang

Menyelesai­kan wajib belajar (wajar) 12 tahun. Mungkin itulah yang ada di benak Dio Eka Saputra. Meski mengidap penyakit lumpuh layu yang diderita sejak kecil karena kelainan genetis, dia tetap semangat bersekolah. Dio Eka Saputra, Penderita Lumpuh yang Te

- ZAKI JAZAI, Trenggalek

HUJAN rintik-rintik yang disertai udara sejuk terasa ketika Jawa Pos Radar Trenggalek berkunjung ke SDN 1 Senden, Kecamatan Kampak, kemarin (2/5). Saat itu, terlihat aktivitas siswa kelas VI SD sedang berkerumun di musala setempat.

Itu dilakukan karena seluruh siswa kelas VI sedang ujian praktik agama. Karena itulah, hampir seluruh siswa berkumpul di tempat tersebut untuk praktik salat Magrib beserta menghafalk­an bacaannya.

Namun, hal berbeda dilakukan Eka Saputra. Bukannya berkumpul dengan temannya, dia malah memilih duduk sendiri di dalam kelas. Itu dilakukan karena dia menderita penyakit langka yang disebabkan kelainan genetis yang membuatnya kesulitan berjalan. ’’Di sini saja karena saya sulit berpindah ke musala bersama teman,’’ ungkap bocah yang akrab disapa Dio itu.

Barulah setelah ujian praktik tersebut, secara terbata-bata, dia mulai bercerita tentang penyakitny­a itu. Ternyata penyakit tersebut diketahuin­ya sejak umur 4 tahun atau ketika duduk di bangku taman kanan-kanan (TK) kelas B (nol kecil).

Saat itu, Dio disuruh mengikuti lomba lari yang digelar sekolah. Namun, ketika akan bertanding, tiba-tiba sang guru melarang dengan alasan berjalanny­a tidak seperti anak yang lain. ’’Setelah itu, guru memberi tahu hal ini kepada ibu. Semenjak saat itu, saya langsung dibawa ke dokter,’’ ujar bocah 12 tahun tersebut.

Ternyata, apa yang dikhawatir­kan gurunya itu terbukti. Sebab, berangsur penyakitny­a semakin parah.

Sejak masuk kelas 1 SD, Dio tidak bisa berjalan dengan lancar lagi. Selain itu, setiap kali berjalan, dirinya harus dipapah orang lain atau dengan cara merambat di tembok ( trantanan) atau benda lain.

Karena itu, kegiatan di sekolah maupun di rumah selalu dia habiskan dengan duduk maupun berbaring. Bahkan, penyakit yang diderita tersebut semakin parah ketika Dio duduk di bangku kelas VI.

’’Sebenarnya saya ingin tetap sekolah dan meneruskan pendidikan ke jenjang SMP dan SMA. Namun, dengan keadaan seperti ini, semoga saja ada cara lain untuk hal itu,’’ ucapnya.

Beberapa menit berselang, sang ibu Yuliati Asifa Ningsih datang untuk menjemput. Bersamaan itu, perempuan yang akrab disapa Tuti tersebut menambah cerita Dio.

Menurut dia, ketika guru TK memberi tahu tentang kelainan cara berjalan Dio, dirinya langsung memeriksak­annya ke dokter. Ternyata, saat itu dokter tidak bisa mendiagnos­is penyakit yang diderita Dio, sehingga menyuruhny­a membawa ke RSUD dr Soedomo, Trenggalek, untuk pengobatan lebih lanjut. ’’Setelah saya bawa, RSUD dr Soedomo juga tidak sanggup merawatnya. Makanya, Dio dirujuk ke RSUD Dr Soetomo, Surabaya,” imbuhnya.

Saat itulah, berdasar hasil rontgen, Dio mengalami kelainan gen. Hal tersebut membuat susunan otot di kedua kakinya tidak ada, seakan-akan di kaki hanya terdapat tulang.

Hal itulah yang membuat rumah sakit mengatakan bahwa kaki Dio tidak bisa dioperasi. Untuk itu, setiap berangkat sekolah, dirinya mengantark­an Dio dengan cara menggendon­g lalu dinaikkan ke sepeda motor.

Sesampai di sekolah, perempuan asal Dusun Balang, Desa Senden, Kecamatan Kampak, itu juga menggendon­g Dio lagi untuk ditempatka­n di bangku. Hal serupa dilakukan ketika pulang.

’’Sampai saat ini, anak saya ini masih berniat untuk sekolah dan melanjutka­nnya ke jenjang yang lebih tinggi. Makanya, dengan ini, saya berharap ada perhatian khusus dari pemerintah agar Dio bisa masuk sekolah lagi, juga ada perlakuan khusus untuknya,’’ jelasnya. (*/and/c17/diq)

 ?? ZAKI JAZAI/ RADAR TRENGGALEK ?? TAK KENAL MENYERAH: Dio ketika digendong sang ibu saat pulang dari sekolah.
ZAKI JAZAI/ RADAR TRENGGALEK TAK KENAL MENYERAH: Dio ketika digendong sang ibu saat pulang dari sekolah.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia