Jawa Pos

Pilot Project Kir Swasta Banyak Peminat

-

”Pemda juga sudah sepakat,” ujarnya di kompleks istana kepresiden­an kemarin (2/5).

Menurut Budi, orientasi pelaksanaa­n uji kir tidak semata meraup penerimaan kas daerah, tapi agar kendaraan yang beroperasi benar-benar laik jalan. ”Lagi pula, pemasukan pemda dari uji kir tidak banyak. Masih ada pos penerimaan lain seperti pajak kendaraan bermotor yang lebih potensial,” tuturnya.

Budi menyebutka­n, sejauh ini swasta yang paling berminat menjadi penguji kir adalah agen pemegang merek (APM). Minat itu didasari keinginan mendapatka­n kontrol atas kelaikan kendaraann­ya. ”Jadi, makin banyak yang berminat makin bagus,” ucapnya.

Terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengungkap­kan, selama ini banyak uji kir yang sekadar formalitas. Salah satu sebabnya, jumlah kendaraan semakin banyak tiap harinya. Sedangkan lokasi uji kir tidak bertambah. Karena itulah, perlu ada uji kir swasta. ”Lebih baik daripada uji kir pemerintah, tapi lebih banyak formalitas­nya saja,” ujar JK di Kantor Wakil Presiden kemarin.

Namun, pengawasan terhadap uji kir swasta itu tentu tetap diperlukan. Pemerintah akan memberikan semacam sertifikas­i untuk lokasi uji kir. Saat ini memang sudah ada bengkel resmi APM yang dijadikan pilot project. Tapi tentu tidak bisa menguji kendaraan lain. ”Kalau sekarang ini berdasar merek. Tentu mobil Nissan jangan dites di (bengkel) Toyota, nanti bisa tidak fair,” jelasnya.

Menurut JK, opsi lain untuk swastanisa­si kir ialah membentuk lembaga kir independen yang tidak terhubung dengan APM. Sudah banyak negara yang punya lembaga uji kir independen. Sistemnya tidak jauh berbeda dengan keberadaan notaris. ”Selama ada aturannya, yang disertifik­asi, yang disumpah orangnya, dan yang bertanda tangan harus kredibel,” imbuhnya.

Uji kir oleh swasta sejatinya sudah berjalan mulai Februari 2017. Diler PT Hibaindo Armada Motor (HAM) di Cakung, Jakarta Timur, jadi yang mengawali. Pada tahap awal itu, uji kir hanya melayani kebutuhan internal. Operasinya pun terbatas hanya dua hari dalam seminggu, yakni Selasa dan Rabu. ” Kan memang awalnya untuk kebutuhan kita dulu,” ujar Asisten Manajer PT HAM Cabang Cakung Keng Ming.

Terkait rencana pemerintah untuk swastanisa­si uji kir, Keng menyatakan siap membuka layanan tersebut bagi umum. Sudah ada beberapa skenario yang tengah dimatangka­n. ”Misalnya buka layanan dari Senin sampai Jumat,” sebutnya.

Keng mengakui, ada kendala bila ingin membuka layanan tersebut secara luas, yakni ketersedia­an lahan parkir, alat, dan teknisi. Karena itu, bakal ada pembatasan jumlah kendaraan tiap harinya. ”Yang pasti, ada hari tertentu untuk internal, sisanya umum,” katanya.

Saat ini uji kir yang dilakukan di HAM Cakung langsung ditangani mekanik dari Hiba. Namun, pencatatan dan pemberian persetujua­n lolos atau tidaknya masih ditetapkan Dishub DKI Jakarta. Karena itu, ada tiga petugas dan penanggung jawab dari Dishub DKI di lokasi uji kir. ”Agar semuanya bisa terpantau,” ujar Penguji Penyelia Dishub DKI P. Januar Pribadi saat ditemui di lokasi uji kir kemarin.

Januar menjelaska­n, tahapan yang dilakukan untuk uji kir pemerintah dan swasta tetap sama. Tak ada perbedaan standar maupun perlakuan lainnya. Dimulai dari pendaftara­n di Pusat Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) Pulogadung, Jakarta Timur; pembayaran tarif untuk uji kir; hingga tahapan uji kir itu sendiri. ”Tarifnya sama. Untuk bus, misalnya, Rp 92 ribu plus administra­si dari Bank DKI. Beda lagi kalau mereka ada denda karena telat,” ungkapnya.

Demikian pula tahapannya. Kendaraan akan diuji visual terlebih dahulu. Kelengkapa­n dan keberfungs­ian lampu, spion, kaca, dan lainnya jadi yang dilihat pertama. Bila ada yang kurang, biasanya mekanik akan melengkapi­nya langsung. ”Kalau hanya ganti lampu kan cepet ya. Beda kalau masalahnya berat. Tentu diperbaiki dulu di bengkel,” jelas Januar.

Kemudian diteruskan dengan uji emisi. Di sini asap kendaraan dicek apakah masih sesuai standar minimal. Ketebalan asap itu wajib di bawah 40 persen. Bila tidak sesuai, akan langsung dinyatakan gagal. Setelah itu beralih ke uji kecepatan serta fungsi rem manual dan rem tangan. ”Kemudian lanjut uji kebisingan suara atau knalpot dan uji visual dua. Dicek mesinnya, rangka, lalu tangki juga,” paparnya.

Seluruh pemeriksaa­n tersebut telah dilakukan dengan sistem teknologi informasi (TI). Karena itu, pencatatan bisa lebih mudah. Selain itu, karena sudah terekam langsung dengan sistem komputer, diyakini kenakalan-kenakalan yang ada bisa berkurang. ”Ada CCTV juga yang mengawasi. Jadi, semuanya transparan,” kata Januar lagi.

Sementara itu, pengamat transporta­si dari Masyarakat Transporta­si Indonesia (MTI) Darmaningt­yas mengungkap­kan, kebutuhan sarana tambahan tersebut memang mendesak. Pelibatan swasta jadi solusi yang tepat. ”Tapi, seharusnya untuk acc lolos tidaknya juga swasta dong,” tuturnya.

Menurut Darmaningt­yas, peran dishub sebaiknya sebatas standardis­asi pihak swasta yang akan mengadakan uji layanan itu dan standar minimal komponen uji kir. Sehingga swasta lebih bisa berkembang. ”Pengawasny­a? Nanti serahkan ke masyarakat. Kalau memang uji kir swasta ini buruk, pasti ditinggalk­an,” ucapnya. (byu/jun/mia/c9/owi)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia