Ajang Pamer Produk Akademi
AMSTERDAM – Tak banyak klub yang percaya serta mengandalkan pemain produk akademi sendiri sebagai tulang punggung tim. Mengatasnamakan kejayaan di tingkat Eropa, klub-klub lebih sibuk memburu para pemain jadi, bahkan bintang, daripada memoles pemain muda.
Namun, tidak dengan dua semifinalis Europa League musim ini, Ajax Amsterdam dan Olympique Lyon. Dua tim yang berhadapan di Johan Cruijff Arena dini hari nanti ( siaran langsung beIN Sports
3 pukul 23.45 WIB) tersebut mengandalkan pemain akademi masing-masing.
Ditengok dari rata-rata usia penggawanya, Ajax terpaut dua tahun lebih muda ketimbang Lyon. Dengan 27 nama di tim utama, rata-rata usia penggawa De Godenzonen –julukan Ajax– adalah 22 tahun 6 bulan. Sementara itu, 26 pemain tim utama Lyon memiliki rata-rata usia 24 tahun 8 bulan.
Di kubu Ajax, pemain pilar seperti Davy Klaassen, Joel Veltman, Jairo Riedewald, Kasper Dolberg, Donny van de Beek, Matthijs de Ligt, Abdelhak Nouri, dan Justin Kluivert adalah produk Jong Ajax atau Ajax Junior.
Di sisi lain, Anthony Lopes, Mouctar Diakhaby, Corentin Tolisso, Alexandre Lacazette, Rachid Ghezzal, Jordan Ferri, Nabil Fekir, Maxime Gonalons, dan Gaetan Perrin ditempa sejak muda di Centre Tola Vologe, akademi Lyon.
”Para pemain muda sangat tahu filosofi klub ini. Seandainya tampil cukup bagus, kamu akan tampil di tim utama,” jelas Edwin van der Sar, direktur marketing Ajax, di situs resmi UEFA. ”Itulah yang menantang para pemain muda. Sebab, ketika berusia 17 tahun dan melihat teman seusia menjalani debut di tim utama, kamu akan menginginkan hal itu juga terjadi padamu,” kata mantan kiper Ajax, Juventus, dan Manchester United tersebut.
Menuju laga pertama semifinal Europa League ini, Ajax kehilangan dua figur di pertahanan. Yakni, Joel Veltman dan Nick Viergever. Keduanya absen lantaran terkena hukuman kartu. Meski begitu, pelatih Ajax Peter Bosz yakin peluang timnya lolos ke final cukup besar.
Apalagi, Klaassen dkk antusias karena menjejakkan kaki di semifinal ajang Eropa lagi setelah terakhir di Liga Champions 1996–1997. Europa League pun menjadi solusi untuk mengakhiri musim dengan gelar setelah peluang di Eredivisie semakin kecil. Hingga sisa dua laga lagi, Ajax masih tertinggal empat poin (75-79) dari Feyenoord Rotterdam. ”Kami sudah melaju sejauh ini dan mengharapkan ending terbaik,” ungkap Bosz kepada Voetbal International.
Kalau ditengok rekam jejak pertemuan Ajax melawan Lyon, tim asal Belanda itu lebih diuntungkan. Dalam empat pertemuan, Ajax menang dua kali dan seri dua kali. Tapi, Lyon telah memberikan kepedihan kepada wakil Eredivisie lainnya, AZ Alkmaar, dalam babak 32 besar Europa League. Les Gones –julukan Lyon– menang 4-1 di kandangang AZ, lalu berpesta 7-11 di Prancis. ”Mereka ( Lyon) adalah tim yang ang sangat kuat. Namun, amun, setiap tim bisa sa punya dua wajahajah yang berbeda eda ketika bermain ain di kandangang atau tandang,” ang,” ucap Bosz. osz.
Secara terpisah,ah, arsitek Lyon yon Bruno Genesioe ne sio kepadaada L’Equipe menyebutenyebut Ajax masih asih menjadi salah lah satu kekuat an besar di Eropa. ropa. Meski takk semenakutkanutkan dekade- e- dekade sebelumebelumnya,ya, darah muda uda Ajax musim usim ini adalah dalah salah alah satu atu yang ang pu- nya kualitas. ”Bertemu Ajax tentu sangat menarik karena kedua tim akan berkonfrontasi dengan terbuka. Namun, kami yang bermain di kandang pada pertemuan kedua adalah satu keuntungan,” ujar Genesio. ( dra/c23/dns)