Penertiban PKL Ilegal Berlanjut
Tidak ada perlawanan dari pedagang dalam penertiban tersebut. Malah, mayoritas pedagang sudah membongkar sendiri lapak dan bangunan semipermanen masing-masing. Sebab, jauh-jauh hari tim pemkab memberikan sosialisasi dan surat peringatan.
Meski demikian, masih ada beberapa pedagang yang belum mau pindah. Salah seorang di antara mereka, Wiwin Winarti. Petugas terpaksa membongkar area dagangan Wiwin. Petugas menggunakan tali tambang yang dikaitkan ke ujung lapak untuk merobohkan bangunan tersebut. Pada hitungan ketiga, serentak menarik tali tersebut. Bangunan semipermanen itu pun ambruk. ’’Saya empat tahun di sini. Belum tahu mau pindah ke mana,’’ ujar Wiwin.
Perempuan 42 tahun itu bercerita, dirinya mulai membuka lapak di kawasan Perumahan Gading Fajar pada 2010. Dia berjualan kasur dan karpet. Awalnya, Wiwin menempati trotoar. Karena ada larangan berjualan di trotoar, dia membangun toko tepat di belakang trotoar. ’’Saya kira sudah tidak melanggar. Ternyata tetap ditertibkan,’’ paparnya.
Nasib serupa dialami Kurniasih. Dia tampak terus mengawasi petugas yang membongkar lapaknya. Kurniasih hanya bisa pasrah ketika petugas merobohkan warung nasi goreng miliknya. ’’Saya tidak punya tempat lagi untuk berjualan,’’ jelas perempuan berusia 41 tahun itu.
Di kawasan Perumahan Gading Fajar setidaknya terdapat 1.200 PKL yang berjualan di lahan fasum. Setelah bertahun-tahun seolah tanpa penanganan, kemarin pemkab akhirnya bertindak tegas. Lapak-lapak pedagang yang menempati trotoar dan taman ditertibkan.
Kepala Bidang Operasional dan Penindakan Satpol PP Sidoarjo Yani Setiawan mengatakan, penertiban itu bertujuan mengembalikan lagi fungsi fasum. Lahan perumahan yang seharusnya digunakan sebagai tempat pejalan kaki dan taman sudah berubah fungsi menjadi tempat menggelar dagangan. ’’Kami mengembalikan sesuai dengan fungsi awalnya,’’ ujarnya saat ditemui di lapangan kemarin.
Dari data yang dihimpun pihak Satpol PP Sidoarjo, jumlah pedagang di Gading Fajar memang mencapai ribuan. Saking banyak- nya pedagang, jam berjualan dibagi dua. Pagi sampai sore jumlah pedagang 500 orang. Ketika malam, jumlahnya bertambah banyak menjadi sekisar 700 pedagang.
Bukan hanya itu, para pedagang tersebut menghambat pembangunan saluran air. Setelah membongkar lapak pedagang, petugas lantas menemukan saluran air di bawah bangunan itu. Saluran itu terputus di bawah lapak. ’’Pembangunan saluran air menjadi terhambat,” jelasnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kasatpol PP Sidoarjo Widiyantoro Basuki menambahkan, pihaknya tidak bisa memberikan toleransi lagi kepada PKL. Sebab, mereka sudah bertahun-tahun melanggar perda. Lahan hijau serta trotoar dipakai untuk berjualan. ”Kami harus mengembalikan fungsi lahan,” ujarnya. (aph/c4/hud)