Lempar Bola ke BBWS Brantas
SIDOARJO – Program penanganan banjir di wilayah Kota Delta tak berjalan mulus. Banyak permasalahan yang membuat program normalisasi sungai dan penertiban bangunan terkesan sebatas rencana indah di atas kertas.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sidoarjo Achmad Zaini menyatakan, ganjalan itu terjadi karena program penanganan banjir di Kota Delta berhubungan dengan pemerintah pusat. Dia mencontohkan normalisasi di wilayah Jabon. Saluran Kedunglarangan dan Kalimati merupakan kewenangan dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas. Sama halnya dengan afvoer Buntung.
’’Sidoarjo tidak bisa tiba-tiba melakukan normalisasi,’’ ujar Zaini setelah mengikuti sidang paripurna di gedung DPRD kemarin (2/5).
Konsep penanganan banjir di Kota Delta sebenarnya sudah disusun matang. Ada tiga prioritasnya. Yang pertama, area sepanjang Kali Buntung. Sungai yang mengalir dari Krian hingga Sedati itu selama ini kerap menjadi pemicu utama banjir karena kondisinya yang dangkal. Hingga kini pengerukan sungai belum berjalan.
Penanganan genangan di kawasan tengah kota menjadi prioritas kedua. Fokusnya adalah afvoer Sidokare. Pemkab sebenarnya berencana melakukan normalisasi saluran. Sayang, hingga kini belum juga berjalan.
Yang ketiga adalah wilayah Jabon. Pemkab dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bratas bahu-membahu mengatasi genangan yang muncul setiap tahun. Berdasar wewenang masing-masing, BBWS bertugas melakukan pengerukan Kalimati dan Kedunglarangan. Selanjutnya, pemkab melakukan normalisasi di Sungai Golondoro Jabon.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sigit Setyawan menyatakan, tiga program itu memang belum seluruhnya berjalan. Ada sejumlah kendala yang dihadapi pemkab. Dia mencontohkan wilayah Jabon.
Menurut Sigit, BBWS Bratas sebenarnya berencana melakukan pengerukan tiga sungai. Di antaranya, Sungai Kedunglarangan sepanjang 7 kilometer. Dua sungai lainnya adalah Kalimati dan Bangil Tak yang totalnya mencapai 12 kilometer.
Total anggarannya Rp 200 miliar. Namun, pekerjaan tersebut tidak bisa tuntas dalam setahun. ’’Karena panjang sehingga butuh waktu yang lama,’’ ujarnya.
Selain itu, kawasan tersebut kini sudah beralih fungsi. Sempadan sungai penuh dengan rumah-rumah warga. Nah, Pemkab Sidoarjo dan Pasuruan diminta bekerja sama menertibkan bangunan yang berdiri di sempadan sungai itu.
Untuk Kali Buntung, lanjut Sigit, kewenangan pengelolaan sungai tersebut juga dimiliki BBWS Bratas. Sayang, tahun ini BBWS tidak mengalokasikan anggaran untuk menormalisasi sungai itu. Saat ini pemkab berupaya meminta kewenangan pengerukan Kali Buntung. ’’Biar nanti kami yang melakukan normalisasi,’’ ungkapnya. (aph/c22/pri)