Paham Makna Pakaian Adat
SIDOARJO – Suara gending Jawa mengiringi langkah Ahmad Azif dan Laili Anisa untuk menuju catwalk di SMAN 1 Porong. Dua pelajar dari kelas XI IPS 4 itu mengenakan pakaian adat Jogjakarta. Sorak-sorai ratusan siswa lain membuat suasana makin heboh.
Setelah berjalan mondar-mandir, Azif dan Laili menjelaskan konsep pakaian adat yang mereka kenakan. Termasuk filosofi di baliknya. ”Di bagian atas, saya memakai belangkon yang ada benjolannya di bagian belakang. Ini melambangkan keuletan lelaki dalam mencari rezeki,” terang Azif kemarin (2/5).
”Untuk bagian bawah ini, namanya jarik (jarit, Red). Biasa juga dimaknai ojo serik atau jangan iri dengan yang lain,” tambah Laili, lantas tersenyum.
Kepala SMAN 1 Porong Ristiwi Peni menyampaikan, total 21 pasangan berpakaian adat berpartisipasi dalam lomba fashion show tersebut. ”Sesuai jumlah kelas yang ikut, dari kelas X dan XI,” katanya. Pakaian adat yang dikenakan juga berbeda satu sama lain. Ada busana adat Bali, Bengkulu, Sumatera Barat. Ada pula yang mengenakan pakaian adat Betawi dan Sulawesi Barat.
Event itu sengaja diselenggarakan untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh kemarin. Ada juga kompetisi memilah dan mengenali bumbu-bumbu tradisional. Juga kompetisi baca puisi, cipta puisi, storytelling, dan cipta film dokumenter.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sidoarjo Mustain Baladan mengatakan ada tiga pekerjaan rumah (PR) dalam sektor pendidikan yang harus diselesaikan. Yaitu, kualitas tenaga pendidik, jumlah guru, dan kurangnya sarana prasarana (sarpras) sekolah.
Menurut dia, ada sejumlah guru yang kinerjanya belum memuaskan. ’’Padahal, guru sudah menerima tunjangan profesi pendidik (TPP). Harusnya kerjanya lebih optimal,’’ ujarnya setelah mengikuti upacara peringatan Hardiknas di Alun-Alun Sidoarjo kemarin. Di sisi lain, lanjut dia, Sidoarjo masih kekurangan 1.700 guru. Jumlah guru yang mencapai 7.000 orang dirasa belum mencukupi.( uzi/aph/ c11/c15/pri)