Empat Bulan, 15 Kasus Masuk PHI
Enam di Antaranya Sudah Diputus
GRESIK – Sengketa antara buruh dan perusahaan yang tidak menemukan jalan keluar akan masuk pengadilan hubungan industrial (PHI). Grafik jumlah kasusnya terus naik. Jumlah kasus tahun ini diperkirakan meningkat daripada tahun sebelumnya.
Berdasar data PHI Gresik, pada 2016 terdapat 16 perkara yang masuk dan diputus. Angka itu dengan cepat disusul tahun ini. Pada empat bulan pertama, sudah ada 15 perkara yang masuk. Enam di antara 15 kasus tersebut sudah diputus.
Humas Pengadilan Negeri (PN) Gresik yang juga merupakan satu-satunya PHI tingkat II di Indonesia Bayu Soho Raharjo mengatakan, di antara enam perkara yang diputus itu, mayoritas dilaporkan pihak serikat buruh. ’’Pada lima perkara, serikat buruh menjadi penggugat perusahaan. Untuk satu kasus lainnya, pihak perusahaan menjadi penggugat,’’ terangnya. Angka itu masih berpeluang besar bertambah. ’’Kita sadari itu sebagai bentuk kesadaran pengusaha dan buruh untuk menjembatani persoalan mereka lewat PHI,” lanjutnya.
Bayu mengatakan, kasus sengketa buruh dengan perusahaan tidak langsung masuk PHI. ’’Tahap awalnya, pengusaha dan buruh harus dimediasi dulu oleh disnaker. Nanti keluar anjuran dari disnaker sebagai salah satu syarat formil untuk maju ke persidangan,” paparnya. Setelah itu, PHI berwenang menangani kasus tersebut.
Lelaki yang juga hakim di PN Gresik itu menambahkan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab jumlah perkara pada 2016 tidak terlalu banyak. Di antaranya, faktor ketakutan untuk memasukkan perkara. ’’Selain itu, ketidaktahuan atau belum begitu sadarnya masyarakat mengenai adanya PHI di Gresik,’’ imbuhnya.
Fenomena saat ini, yakni banyaknya perkara yang masuk, disebut Bayu sebagai bentuk keterbukaan dan pengetahuan buruh maupun pengusaha yang semakin meningkat. Dia menambahkan, majelis hakim PHI akan bertindak sebagai unsur yang netral dan adil. Baik terhadap buruh maupun pengusaha yang sedang berselisih.
Salah satu wujudnya, majelis hakim PHI tidak pernah memberikan putusan yang semutlakmutlaknya untuk memenangkan ataupun mengalahkan salah satu pihak. ’’Rata-rata putusan kami itu tidak memandang kesalahan pada satu sisi,” papar alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta itu.
Bayu menyebutkan, putusan hakim PHI tetap berlandas hati nurani dan porsi yang berimbang. Sebisanya memberikan putusan yang bersifat sebagai jalan tengah. Sebab, imbuh dia, sebenarnya hubungan antara buruh dan peng usaha atau perusahaan bersifat simbiosis mutualisme. ’’ Tidak mungkin salah satu pihak melapor kan pihak lain kalau tidak ada sesuatu yang dilanggar. Misalnya, dalam perjanjian kerja. Ada asap, pasti ada api,” lanjutnya. (hay/c7/ai)