Jawa Pos

Mata Masih Menunggu Operasi Ketiga

-

Wajahnya tampak lelah dan sedikit kusut.

Sore itu, suasana gedung G terasa kian ramai. Perbincang­an pun terganggu. Fahim lantas mengajak Jawa Pos ke depan perpustaka­an yang atmosferny­a lebih tenang. Di situlah sosok Fahim tergambar jelas. Kornea mata kirinya putih seluruhnya. Bola mata itu juga agak menonjol ke luar.

’’Ini dulu kena bola pas masih kelas III SD. Sempat dioperasi sih,’’ ujarnya. Tetapi, Fahim adalah penyandang hemofilia. Faktor VIII, salah satu unsur pembeku darah, di tubuhnya ternyata kurang. ’’Jadi, darahnya keluar lagi, terus kering dan menutupi kornea,’’ jelasnya dengan wajah datar.

Kejadian itu masih tergambar jelas di ruang memori Fahim. Yakni, pada 10 April 2003. Saat itu, sebelum pelajaran dimulai, dia bermain bola. Biasa. Anak cowok. Namun, sebuah bola plastik yang biasa dipakai bermain melayang mengenai mata kirinya. Teman-teman Fahim sudah mengatakan bahwa matanya memerah. Air mata juga tak bisa dibendung. ’’Tapi, aku tetap sekolah waktu itu,’’ kenang Fahim.

Sepulang sekolah, dia lantas memberi tahu sang ibu. Fahim diminta beristirah­at sebentar. Namun, ketika lelaki kelahiran 18 September 1994 itu bangun, pandangann­ya buram dan kabur. Setelah dirawat di RS Bhakti Dharma Husada, mahasiswa jurusan bahasa Inggris tersebut dirujuk ke RSUD dr Soetomo.

Dua kali menjalani operasi, darah di mata Fahim kembali keluar dan menutupi kornea matanya. Dokter menyaranka­n operasi ketiga setelah Fahim berumur setidaknya 17 tahun. Menunggu kondisi lebih baik. ’’Jadi, nanti kalau dioperasi lagi, darahnya tidak lagi keluar dan menutupi kornea,’’ tutur Fahim.

Selama menunggu hingga umur 17 tahun, kondisi matanya tak menghalang­i aktivitas Fahim. Dia tetap aktif melakukan berbagai kegiatan kegemarann­ya. Termasuk sepak bola yang sudah menutup satu matanya. Namun, ibu Fahim makin protektif. ’’Aku jadi dikucilin,’’ ucapnya. Guruguru Fahim pasti memarahi teman-temannya yang mengajak main bola. ’’Soalnya, ibu datang ke sekolah. Ngejelasin bahwa aku ini hemofilia. Jadi, aku nggak boleh kena benturan keras dan blablabla,’’ cerita Fahim.

Apalagi, Fahim sering bolos sekolah untuk kontrol. Tidak seperti sekarang, kala itu pengobatan hemofilia masih menggunaka­n transfusi darah. Jadi, setidaknya Fahim harus bolos tiga hari agar tubuhnya bisa seperti orang normal. Terlebih kalau stok darah habis. Kini, cukup bolos sehari, menerima injeksi, lalu pulang.

Gara-gara itu, kepercayaa­n diri Fahim perlahan mulai menurun. Dia merasa kondisinya adalah sebuah beban berat. Tidak lagi bisa bebas bermain bola atau olahraga lain yang melibatkan benturan keras bersama teman-temannya.

Untungnya, kepercayaa­n diri itu mulai kembali tumbuh saat Fahim menjejakka­n kaki di SMP. Penerimaan dari teman-teman perempuanl­ah yang menjadi awal kembalinya rasa percaya diri. Jika kaum hawa yang katanya sering menilai secara fisik saja bisa menerimany­a, berarti orang lain pun bisa. Dengan pemikiran seperti itu, Fahim kembali membuka diri.

Apalagi, keluargany­a terus memberikan dukungan. Sebagai kakak tertua dengan tiga adik, dia merasa harus kuat dan menjadi contoh. Apalagi, dua adiknya mengalami hemofilia seperti dirinya.

Berkat kepercayaa­n diri tersebut, Fahim berani membentuk band bersama teman-temannya di bangku SMA. Didukung penuh oleh SMA Muhammadiy­ah 7 Surabaya, tempatnya menimba ilmu, Friday in Our School (FIOS) pun terbentuk.

Mengambil posisi sebagai pembetot bas, Fahim selalu tampil sepenuh hati di atas panggung. Dia tak takut dengan senar tebal yang bisa saja melukai jarinya. Dia juga tak peduli dengan tanggapan orang tentang kondisi matanya. Ketika berada di atas panggung, yang penting baginya adalah musik yang dihasilkan bisa sampai ke para pendengar.

Bersama FIOS, Fahim menjajal satu panggung ke panggung lainnya. Pernah mengikuti festival band yang diadakan Pemkot Surabaya pada 2012, FIOS berhasil menyabet juara ketiga dengan membawakan genre pop.

Band yang digawangi lima anak itu juga pernah menjadi juara kedua di festival musikalisa­si puisi yang diselengga­rakan pemkot. Sejak itu, Fahim dan temanteman­nya sering diundang tampil di acara pentas seni sekolah di Surabaya untuk membawakan lagu-lagu pop.

FIOS tidak hanya berfokus pada satu genre musik. Band yang juga digawangi adik Fahim itu kerap membawakan lagu-lagu punk. Meski memakai nama band yang sama, personel dibedakan saat mereka menggarap genre yang berlainan. Kalau pop, vokalisnya perempuan. Kalau punk, yang bernyanyi bergantian. Fahim dan sang gitaris.

Band punk itu juga pernah manggung di Tuban dalam sebuah acara musik bertajuk Hardcore Reunion. FIOS versi punk pun sempat merekam satu di antara tiga lagu buatan sendiri untuk koleksi pribadi. Sebagian besar lagu ditulis Fahim. ’’Biasanya nek aku lagi mangkel. Kadang langsung jadi. Tapi, ya kadang ditampung dulu,’’ ucapnya. Setelah mendapatka­n lirik dan nada, lagu itu akan diberikan kepada gitaris untuk mencari ritmenya, kemudian didiskusik­an bersama-sama.

Meski band FIOS versi punk sudah punya lagu sendiri, Fahim dan teman-temannya masih menonjolka­n versi popnya. Kafe OOST menjadi tempat manggung FIOS dua minggu sekali setiap Sabtu. ’’Habis Lebaran nanti, kami malah diundang jadi wedding singer di Lamongan. Tapi, bawain lagu SID (Superman is Dead) versi akustik. Lha yak apa iki lek ngaranseme­n,’’ jelasnya, lalu tertawa.

Meski terbilang cukup sukses dengan bandnya, sebenarnya masih ada hal mengganjal di hati Fahim. Yakni, kondisi matanya. Bukan karena merasa malu, dia hanya ingin matanya bisa kembali melihat normal. ’’Ini matanya masih normal. Cuma tertutup sama darah kering. Cahaya tidak bisa tembus. Beberapa waktu lalu dibawa ke dokter spesialis mata untuk dioperasi. Tetapi, malah dibilang bahwa ini sudah terlalu lama. Jadi, risikonya terlalu besar,’’ tutur Fahim sedih.

Dia sempat merasa marah mendengar vonis dokter. Namun, Fahim kemudian sadar, kemarahan tak akan mengubah keadaan. Dia pun hanya bisa berharap, dengan kondisinya yang mengidap hemofilia, tetap ada dokter spesialis mata yang mau melakukan operasi. ’’Masih berharap dokternya ’khilaf’ terus bilang, ’Ayo operasi’. Apa pun risikonya tidak masalah,’’ ucapnya yakin. (*/c14/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia