Jawa Pos

Belajar tentang Ritual Pemakaman

Pameran Etnografi di HOS

-

SURABAYA – Beberapa suku di Indonesia memiliki ritual pemakaman sesuai adat masing-masing. Hal itu sudah menjadi bagian kekayaan budaya.

Sajian edukatif tentang ritual pemakaman di beberapa daerah itu dikemas menarik dalam pameran etnografi bertajuk Sampaikan Yang Tak

Terucap di Museum. Pameran tersebut digelar di House of Sampoerna (HOS) mulai kemarin (2/5) hingga 1 Juni mendatang. Pameran itu bekerja sama dengan Museum Etnografi Unair.

Kematian tak lagi dianggap proses kesedihan dan menakutkan. Beberapa suku di Indonesia menyelengg­arakan ritual pemakaman. Prosesi tersebut dianggap penting sekaligus menarik sebagai alur kehidupan manusia. Ada lima ritual pemakaman yang diceritaka­n dalam pameran kali ini. Yakni, Waruga (suku Minahasa, Sulawesi Utara); periuk kubur sekunder; tengkorak berhias oleh suku Asmat Papua; tradisi pemakaman Desa Trunyan Bali; dan ritual Manene oleh masyarakat Toraja Utara.

Cerita-cerita tersebut disajikan dalam beberapa visualisas­i. Pengunjung dapat mengetahui bagian proses pemakaman beberapa suku di Indonesia. Salah satunya terlihat pada cerita Tengkorak Berhias oleh Suku Asmat. Terdapat tengkorak asli dalam sebuah boks hitam. Sekilas terlihat seram. Namun, perasaan itu langsung berubah saat muncul video digital.

Sorotan cahaya dari segala sisi memancar dan terfokus pada tengkorak itu. Detik pertama, sinar tersebut memantulka­n cahaya yang menggambar­kan proses kehidupan manusia. Bentuk kepala saat hidup hingga menjadi tengkorak saat mati. Di samping tengkorak itu, muncul layar yang menceritak­an sepenggal cerita dari tengkorak tersebut. ’’Warnawarna­nya membuat menarik. Jadi nggak merinding lagi lihat tengkorakn­ya,” jelas Puji Lestari, pengunjung.

Suku Asmat tidak mengenal tradisi penguburan. Jenazah akan diletakkan di atas para-para (anyaman bambu) di ruangan terbuka yang terpisah dari area permukiman. Proses itu ditunggu hingga jenazah membusuk. Kelak tulangnya disimpan. Sementara itu, tengkorakn­ya dihias sedemikian rupa agar terlihat elok. Mereka menggunaka­nnya sebagai bantalan tidur, sebagai tanda kasih sayang terhadap anggota keluarga yang telah meninggal.

Lalu, ada periuk sekunder. ’’Ini asli. Ada tulang yang masih melekat,” ungkap Rani Anggraini, manajer marketing & museum HOS. Periuk tersebut digunakan beberapa suku di Indonesia sebagai pemakaman sekunder. Sambil menunggu pemakaman utama, jasad diletakkan dalam peti kayu maupun wadah khusus. ’’Karena proses pemakaman butuh biaya mahal. Jadi, selama nunggu itu, mereka menyimpan sementara di periuk,” ungkap Rani.

Selain itu, terdapat tengkorak masyarakat Desa Trunyan, Bali. Tengkorak itu masih berpakaian lengkap. Ia diletakkan dalam tempurung berbentuk prisma dari bilah- bilah bambu. Inilah tradisi Mepasah yang dilakukan masyarakat Desa Trunyan, Bali. Jenazah hanya diletakkan di atas tanah dan di bawah pohon taru menyan. Pohon taru menyan memiliki aroma harum yang dipercaya dapat menetralka­n bau tak sedap dari dekomposis­i tubuh jenazah.

Rani berharap pameran tersebut dapat memberikan wawasan yang luas bagi pengunjung. ’’Jangan dianggap jadi hal yang menakutkan karena sudah menjadi bagian budaya kita,’’ jelasnya. Selain pameran, HOS menyelengg­arakan tur tematik Sambang Museum. Ada tiga museum sebagai tujuan. Yakni, Museum Perjuangan 10 November, Museum Kesehatan dr Adhyatma MPH, dan Museum Loka Jala Crana. Event tersebut diselengga­rakan untuk menyambut Hari Museum Internasio­nal yang jatuh pada 18 Mei. (bri/c17/jan)

 ?? DIKA KAWENGIAN/JAWA POS ?? MENARIK: Koleksi tengkorak suku Asmat yang dipamerkan di HOS. Pameran tersebut menampilka­n beberapa ritual pemakaman di Indonesia.
DIKA KAWENGIAN/JAWA POS MENARIK: Koleksi tengkorak suku Asmat yang dipamerkan di HOS. Pameran tersebut menampilka­n beberapa ritual pemakaman di Indonesia.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia