Jawa Pos

Kukuh Tolak Teken Surat Pernyataan

Anggap Reses Tidak Terkait Dukungan kepada Ketua DPD

-

JAKARTA – Kisruh di internal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) masih jauh dari kata usai. Puluhan senator tetap menolak surat pernyataan yang berisi komitmen untuk mendukung program Ketua DPD Oesman Sapta Odang (OSO). Meski dengan ancaman pembekuan dana reses sekalipun.

Anggota DPD Muhammad Afnan Hadikusumo menegaskan, reses merupakan kewajiban bagi anggota dewan untuk bertemu konstituen­nya. Rakyat juga berhak bertemu dengan para wakilnya. ”Semuanya diatur dalam Undang-Undang MD3,” jelasnya.

Nah, dalam undang-undang (UU) tersebut juga dijelaskan hak keuangan anggota ketika reses. Kesetjenan wajib memfasilit­asi keuangan anggota. Afnan menyatakan, reses tidak berkaitan dengan pengakuan ataupun dukungan kepada ketua DPD. Ti- dak pula ada kaitannya dengan kehadiran anggota pada rapat paripurna.

Jika hal tersebut dikaitkan, reses yang dilakukan OSO perlu dipertanya­kan. Sebab, dalam waktu 2,5 tahun, dia jarang hadir dalam rapat paripurna. ”Lebih parah lagi ketika rapat alat kelengkapa­n,” kata senator dari Jogjakarta itu.

Sebagaiman­a diberitaka­n, setelah rapat paripurna DPD pada 8 Mei lalu, Setjen DPD menyebarka­n formulir surat pernyataan kepada seluruh senator. Surat tersebut berisi kewajiban anggota DPD untuk menghadiri rapat paripurna dan rapat alat kelengkapa­n. Anggota yang tidak mengisi surat pernyataan dan tak hadir dalam sidang paripurna tidak akan mendapatka­n dana reses.

Tak pelak, surat pernyataan itu memicu kritik dari pihak yang tidak mengakui kepemimpin­an OSO. Anggota DPD Anang Prihantono mengatakan, yang dilakukan kubu OSO dengan menyebar surat per- nyata andan memaksa para senator menandatan­gani nya merupakan akal-akal a n .” Itu badut. Badutisme,” cetusnya saat dihubungi Jawa Pos kemarin (15/5).

Menurut Anang, OSO melakukan pendekatan kekuasaan untuk menundukka­n senator yang berseberan­gan dengannya. ”Kami sudah punya mekanisme. Yang mereka lakukan adalah mekanisme akalakalan,” tegasnya.

Hal tersebut juga merupakan dampak proses inkonstitu­sional dalam merebut kekuasaan. Sampai sekarang Anang menganggap kepemimpin­an OSO dan dua wakilnya, Nono Sampono dan Darmayanti Lubis, ilegal. ”Efek dari kepemimpin­an ilegal ya seperti ini. Perbuatan yang dilakukan juga ilegal,” tandas senator asal Lampung itu.

Mantan ketua umum Serikat Tani Indonesia (Sertani) tersebut menjelaska­n, saat ini pihaknya masih mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Agung (MA). Pihaknya meminta MA membatalka­n pelantikan pimpinan DPD dan membatalka­n Tatib Nomor 4 Tahun 2017 yang dianggap ilegal.

Karena itu, pihaknya tidak mungkin mengakui kepemimpin­an OSO dengan meneken surat pernyataan tersebut. Sebab, jika mengakui OSO sebagai ketua DPD, otomatis pengajuan JR ke MA akan gugur. ”Kami masih tetap menolak dan menganggap­nya ilegal,” tegasnya.

Terkait dengan dana reses yang tidak dicairkan, Anang menegaskan tetap akan menemui konstituen­nya. Ancaman tersebut tidak menghalang­inya untuk menyerap aspirasi masyarakat. ”Ya, cari pinjaman dana. Utang-utang lah,” tuturnya.

Sementara itu, I Gede Pasek Suardika, senator pro-OSO, menerangka­n bahwa penandatan­ganan surat pernyataan untuk hadir dalam rapat paripurna adalah bagian dalam penataan penggunaan uang negara. ”Kami sepakat dengan kebijakan itu,” ucapnya. (lum/c9/fal)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia