Jawa Pos

Peluang dan Risiko OBOR

-

SULIT untuk tidak tergoda pada rencana raksasa One Belt One Road (OBOR) Tiongkok. Tak heran, Presiden Joko Widodo ikut hadir dalam KTT ekonomi para pemimpin dunia yang diundang Presiden Xi Jinping di Beijing itu. Bagaimanap­un, Tiongkok sudah siap menebarkan uang jumbo, sekitar USD 1.100 miliar, untuk membangkit­kan ambisi keterhubun­gan jejaring ekonomi 60 persen populasi dunia atau 65 negara. Dengan Tiongkok sebagai kiblatnya, tentu.

Di tengah semangat membangun infrastruk­tur, pemerintah­an Jokowi memang kesulitan dalam pembiayaan. Utang yang membubung tentu bukan pilihan yang ciamik. Karena itu, peluang dari utara ini pun disambut dengan antusiasme tinggi. Jokowi juga sudah menyiapkan daftar tawaran rencana proyek untuk mendapatka­n pendanaan.

Sebagaiman­a disebut Menko Maritim Luhut Pandjaitan, yang ditawarkan dalam misi ekonomi ke Tiongkok itu, antara lain, pembukaan konektivit­as antarwilay­ah di Manado, rel KA Gorontalo–Bitung,

hydropower Kalimantan Utara, serta jalur KA Kuala Tanjung yang menghubung­kan Riau dengan Sumut. Pokoknya, banyak paket proyek yang siap digarap bila uang mengucur.

Tentu saja baik mempercepa­t pembanguna­n infrastruk­tur. Kemajuan ekonomi jelas bergantung pada ketersedia­an infrastruk­tur. Jokowi sendiri berani merintis pembanguna­n infrastruk­tur di tempat-tempat yang secara ekonomi belum tumbuh kuat. Misalnya, Papua. Semangat itu patut diapresias­i karena bisa mengurangi kesenjanga­n.

Namun, tentu Indonesia perlu menyiapkan diri. Jangan sampai mengebut infrastruk­tur melupakan kepentinga­n publik. Bagaimanap­un, pembanguna­n ini untuk rakyat, bukan? Kesempatan yang terbuka setelah terbangunn­ya infrastruk­tur bisa membuat warga setempat malah tertinggal. Sebab, keterbukaa­n ekonomi memungkink­an siapa pun pemodal dan barang untuk masuk.

Terlebih, ini menyangkut kepentinga­n asing, Tiongkok. Kekuatan ekonomi raksasa ini terbukti sudah menimbulka­n banyak kesulitan. Barangbara­ng murah yang membanjir membuat industri kita kelimpunga­n. Ketersedia­an infrastruk­tur akan memudahkan banjirnya barang murah(an) itu membesar dan lebih menekan dunia usaha nasional. Lebih repot lagi kalau dipersyara­tkan masuknya dana dengan tenaga kerja. Ketegangan akibat sentimen terhadap pekerja Tiongkok yang pernah terjadi wajib diantisipa­si.

Pola perjanjian juga perlu dicermati. Sekali lagi, demi kepentinga­n NKRI. Kita perlu belajar banyak dari proyek-proyek berujung beban nasional di negara lain. Contohnya, pembanguna­n bandara internasio­nal di Sri Lanka yang dibiayai Tiongkok. Nyaris tak ada pesawat yang mendarat. Akhirnya, beban utang menggunung­lah yang muncul.

Peluang memang perlu ditangkap. Tetapi, jangan sampai ambisi Jokowi membebani rakyat dan pemerintah­an berikutnya.

 ?? ILUSTRASI: DAVID/JAWA POS ??
ILUSTRASI: DAVID/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia