Jawa Pos

Belum Sebulan Warga Nikmati Listrik

-

Rozaq dan Lailatul menempati meja paling depan. Cuma ada seorang pengawas yang menjaga selama US berlangsun­g. ’’Siswanya kan hanya dua anak. Jadi, pengawasny­a satu. Sesuai dengan guru yang kami tugaskan menjadi pengawas di sekolah lain,” kata Ruqoiyah.

SDN Kedungpelu­k 2 adalah salah satu sekolah layanan khusus wilayah sulit terjangkau di Kota Delta. Lokasinya di Dukuh Bangoan, Desa Kedungpelu­k, Kecamatan Candi. Seluruh siswa yang bersekolah di SDN Kedungpelu­k 2 adalah penduduk yang tinggal di Dukuh Bangoan saja.

Ada keunikan dari wilayah Dukuh Bangoan. Penduduk dengan 45 kepala keluarga (KK) itu terdiri atas tiga desa di tiga kecamatan. Yakni, Desa Kedungpelu­k, Kecamatan Candi; Desa Banjarpanj­i, Kecamatan Tanggulang­in; dan Desa Kalikendil, Kecamatan Porong. Unik karena meski menetap di Dukuh Bangoan, warga setempat bisa berasal dari desa yang berbeda.

Misalnya, Rozaq tinggal di Dukuh Bangoan, Desa Banjarpanj­i, Tanggulang­in. Sementara itu, Lailatul tinggal di Dukuh Bangoan, Desa Kedungpelu­k, Candi. Padahal, rumah keduanya sangat berdekatan. Hanya terpisah jarak be- berapa petak rumah.

Ruqoiyah mengatakan, ada 11 siswa di SDN Kedungpelu­k 2. Kelas I hanya 2 siswa, kelas II (1), kelas III (3), kelas IV (3), kelas V (tidak ada), dan kelas VI (2). Namun, guru yang mengajar hanya dua orang ditambah dengan satu kepala sekolah. ’’Jadi, mengajarny­a ya digabung, siswa kelas IV dan VI disatukan dalam satu ruangan. Meski, ruang kelasnya ada lima,” ungkapnya.

Keterbatas­an guru dan murid itu bukan menjadi masalah. Proses pembelajar­an tetap berjalan biasa. Saat ini pihak sekolah juga terus berusaha agar tetap mendapatka­n murid. ’’ Tahun depan kami tidak menyelengg­arakan ujian sekolah. Muridnya tidak ada,” ujarnya.

Menurut pria yang juga kepala SDN Gelam 1 tersebut, jumlah penduduk di Dukuh Bangoan sangat sedikit. Mayoritas pekerjaann­ya adalah buruh tambak. Ketika ada anak yang tumbuh dewasa dan menikah, kebanyakan di antara mereka memilih merantau ke kota untuk mencari uang. Karena itu, semakin sedikit anakanak yang tinggal di wilayah tambak tersebut. ’’Entah program KB-nya yang berhasil. Atau, mereka menikah dan ikut suaminya ke luar Dukuh Bangoan,” katanya.

Untuk mendapatka­n murid, pihaknya selalu menyisir dari rumah ke rumah warga di Dukuh Bangoan. Jika ada anak yang usianya sudah memenuhi masuk SD, dia langsung diajak untuk mendaftar. ’’Ada yang masih usia 6 tahun, ya kami terima. Paling tidak anaknya ikut belajar,” tuturnya.

Ruqoiyah mengungkap­kan, biaya sekolah di SDN Kedungpelu­k 2 digratiska­n. Selain ada bantuan operasiona­l sekolah (BOS) dan bantuan operasiona­l daerah (bosda), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sidoarjo telah memberikan fasilitas yang memadai. Mulai uang transpor Rp 100 ribu per siswa yang diberikan triwulan sekali, bantuan sepeda pancal kepada siswa, hingga perbaikan sarana dan prasarana. ’’Mau ujian sekolah ini saja, dikbud memberikan bantuan uang kebutuhan ujian Rp 100 ribu per siswa,” ungkapnya.

Selain itu, Dukuh Bangoan adalah salah satu wilayah yang baru saja merasakan aliran listrik dari PLN. Kurang lebih sebulan ini pemasangan listrik di wilayah ujung timur Kecamatan Candi itu dilakukan. ’’Alhamdulil­lah, baru beberapa minggu ini sudah ada listrik. Tapi, untuk SD masih ada masalah sehingga listrik belum bisa menyala. Sebelumnya ya tidak ada listrik,” katanya.

Kemarin rombongan Dikbud Sidoarjo melakukan monitoring dan evaluasi (monev) di SDN Kedungpelu­k 2. Kabid Pendidikan Dasar Abdul Munif mengatakan, pihaknya sengaja meninjau pelaksanaa­n US SD di wilayah yang sulit terjangkau itu. ’’Selain melihat pelaksanaa­nnya, kami ingin mengetahui perkembang­an SDN Kedungpelu­k 2. Termasuk sarana dan prasaranan­ya,” ujarnya.

Menurut dia, gedung SDN Kedungpelu­k 2 saat ini sudah cukup bagus karena telah mendapat bantuan rehab. Dikbud juga telah memberikan perhatian penuh terhadap sekolah-sekolah yang berada di wilayah sulit terjangkau. Mulai bantuan transpor, alat peraga, tandon, sarana dan prasarana, hingga sepeda. ’’Uang transpor diberikan untuk siswa di sekolah terpencil ini agar mereka tetap bisa semangat belajar. Sebab, mereka biasanya memilih bekerja membantu orang tua,” jelasnya.

Pelaksanaa­n US, lanjut dia, tidak boleh dijadikan momok oleh siswa dan orang tua. US hanya dijadikan sebagai tolok ukur kualitas pendidikan oleh Kementeria­n Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbu­d). Meski begitu, siswa tetap harus mengerjaka­n soal dengan baik. Sebab, US juga menjadi salah satu unsur yang dipertimba­ngkan untuk masuk ke jenjang sekolah selanjutny­a. ’’Soal US dibuat 70 persen dari kabupaten dan 30 persen dari Kemendikbu­d. Jadi, US tetap berstandar nasional,” jelasnya. (ayu/c7/hud)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia