Jawa Pos

Tiap Sabtu-Minggu Kunjungi Odapus Baru

-

Dunia seolah akan cepat berakhir. Untuk itu, setiap Sabtu dan Minggu, ada komunitas yang beranggota odapus keliling rumah sakit. Tujuannya memberikan dukungan kepada para penyandang lupus lainnya. Nama komunitas tersebut adalah Lupus Kirana. Finda adalah ketuanya.

Sabtu dan Minggu dipilih karena sebagian besar anggota Lupus Kirana aktif bekerja. Mereka punya banyak waktu luang pada akhir pekan. Saat menyambang­i odapus, anggota merasa kembali semangat.

Komunitas yang beranggota sekitar 60 orang itu tersebar di Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Lamongan, dan daerah sekitar Surabaya lainnya. Ketika tidak ada jadwal kumpul di rumah sakit setiap akhir pekan, mereka biasanya akan mengadakan pertemuan di rumah anggota. Tempat pertemuan bergiliran.

Ajang kumpul selalu diisi kegiatan-kegiatan positif. Anggota yang punya keterampil­an boleh menjadi pemateri. Tri Agustina misalnya. Dua minggu lalu saat ada pertemuan, dia menjadi pemateri workshop membuat bros dari pita. Ada juga pertemuan untuk kelas online shop.

”Banyak penyandang lupus yang keluar kerja,” cerita Finda. Akhirnya, perekonomi­an terganggu. Sebab, pemasukan rutin bulanan tidak ada lagi. Kelas workshop diharapkan membekali anggota komunitas untuk bisa berwirausa­ha. Setidaknya untuk membunuh bosan saat berada di rumah.

Komunitas tersebut tidak hanya mengandalk­an pertemuan secara rutin. ”Kami juga punya grup WhatsApp dan Facebook untuk mewadahi anggota yang tidak bisa datang,” ucap Finda. Ibu dua anak itu menyadari bahwa kondisi fisik odapus tidak selalu baik. Mereka tidak boleh capek dan stres. Pertemuan rutin tersebut mereka usahakan bukan kewajiban yang mengikat dan memberatka­n.

Media sosial menjadi ajang curhat selain sebagai wadah silaturahm­i. Tidak harus tentang lupus, bisa juga curhat soal keluarga atau berkeluh kesah tentang kerjaan. Maklum, banyak pikiran bisa memicu lupus yang tertidur jadi ” bangun”.

Tak jarang, media sosial juga dijadikan anggota untuk mencari obat. Beberapa obat autoimun memang langka. Terkadang jika ada produknya, harganya bisa mahal. Misalnya, Sandimmune yang bisa mencapai Rp 30 ribu per butir. ”Anggota kerap memberikan obat yang tidak diminum kepada yang membutuhka­n,” terang Finda. Maklum saja, beberapa jenis obat yang diminum odapus sama.

Merasa senasib sering membuat anggota saling meringanka­n. Terkadang ada anggota yang memberikan obatnya secara cumacuma. Uang pengiriman pun terkadang tidak mau diganti.

Soal memberi obat tidak hanya dengan odapus di wilayah Lupus Kirana. Terkadang ada juga yang dari luar kota, bahkan luar pulau. Para penyandang lupus di Indonesia biasanya memang berinterak­si walaupun tidak pernah tatap muka.

Lupus Kirana mulai aktif pada 15 Mei 2014. Waktu itu, komunitas tersebut tidak sengaja dibentuk pada saat seminar mengenai lupus yang digagas dr Yuliasih SpPD. Anggotanya pun belum sebanyak sekarang.

Tujuan semula memang hanya saling menguatkan. Mereka bertanya kabar dan sharing pengalaman ”berteman” dengan lupus. Karena melihat berbagai masalah bisa ditanggula­ngi bersama, komunitas Lupus Kirana mengembang­kan berbagai fungsi.

Anggota komunitas itu memiliki kartu anggota. Hanya mengganti nominal cetak kartu, mereka mendapatka­n diskon hingga 20 persen untuk cek di salah satu laboratori­um. Hal itu tentu membantu. ”Karena ada anggota yang tiap bulan harus ngelab (pergi ke laboratori­um) untuk melihat kondisi tubuhnya,” jelas perempuan yang lahir di Surabaya tersebut.

Mereka yang hidup dengan lupus merasa beruntung menemukan komunitas itu. Salah satunya Tri Agustina. Tina, sapaan akrab Tri Agustina, mulai bergabung pada November 2015. ”Setelah tahu ada komunitas ini, saya semakin bersyukur. Ternyata, saya tidak sendiri. Dan ternyata ada yang lebih parah,” ujarnya.

Sejak divonis mengalami lupus pada Oktober 2015, Tina merasa sendiri. Setelah bergabung, dia memiliki banyak teman yang senasib. ”Saya juga bisa tahu bagaimana mengendali­kan lupus,” jelasnya. Dari mereka, Tina tahu apa yang harus dilakukan odapus. Termasuk menerapkan pola hidup sehat. Dia berharap odapus yang lain bisa ikut sharing dalam komunitas tersebut. ”Semoga tidak ada yang datang dalam keadaan terlambat,” imbuh Tina.

Sementara itu, pendiri Lupus Kirana Ari Fatchul Mubin menjelaska­n bahwa odapus harus dekat dengan petugas medis. Untuk itulah, komunitas tersebut didirikan. Sebab, dekat dengan paramedis akan membuat anggota mendapatka­n informasi yang tepat. ”Komunitas ini juga sebagai wadah bagi survivor lupus untuk berkegiata­n mengenai lupus,” kata perempuan yang akrab disapa Ari itu.

Membawa beban jika sendirian tentu terasa berat. Tidak ada salahnya membantu maupun dibantu. Begitu juga dalam mengatasi lupus. Bergabung dengan komunitas bisa menjadi salah satu cara untuk tetap berteman dengan penyakit tersebut. ”Anggap saja seperti diabetes atau asma. Kita hadapi bersama dengan Lupus Kirana,” tutur Finda. (*/c6/jan)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia