Hari Pertama Kerja Bahas Uni Eropa
Macron Tunjuk Edouard Philippe Jadi PM
PARIS – Presiden Emmanuel Macron menjalani hari efektif pertamanya sebagai pemimpin Prancis kemarin (15/5). Mengumumkan nama perdana menteri (PM) yang menjadi mitranya selama lima tahun mendatang merupakan agenda pertama presiden termuda Prancis tersebut. Agenda penting selanjutnya adalah bertemu dengan Kanselir Jerman Angela Merkel untuk membahas kerja sama dengan Uni Eropa (UE).
Pada Senin menjelang sore, Macron mengumumkan Edouard Philippe sebagai PM Prancis melalui Sekjen Elysee Palace Alexis Kohler. Otomatis, politikus 46 tahun itu harus melepaskan jabatannya sebagai wali kota Le Havre. Pilihan Macron tersebut disambut baik oleh para pengamat politik Prancis. Mereka menganggap tokoh partai The Republicans tersebut sebagai PM paling ideal menuju pemerintahan bersatu yang Macron cita-citakan.
”Dengan menunjuk PM yang tidak berasal dari partainya, Presiden Macron telah mengirimkan pesan persatuan yang signifikan kepada publik Prancis. Yakni, dia membentuk pemerintahan baru yang melibatkan seluruh partai,” kata Hugh Schofield, koresponden BBC di Kota Paris, mengutip keterangan seorang pengamat politik di ibu kota Prancis itu.
Jika di dalam negeri rekonsiliasi antarpartai setelah pemilihan presiden (pilpres) menjadi prioritasnya, Uni Eropa (UE) adalah isu regional terpenting Macron. Karena itu, setelah mengumumkan nama PM, dia langsung bertolak ke Jerman. Dia bakal menemui Merkel yang saat ini menjadi tokoh paling berpengaruh di UE. Rencananya, mereka membahas reformasi dan penguatan UE setelah ditinggalkan Inggris.
Bulan ini Macron juga mengundang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam jamuan makan siang. Jubir Elysee Palace menyatakan bahwa pertemuan Macron dengan Trump bakal berlangsung di Kota Brussel, Belgia. Tepatnya saat Trump menghadiri konferensi NATO pada 25 Mei. Elysee Palace menamai pertemuan tersebut sebagai jamuan makan siang untuk lebih mengenalmu alias get to know you lunch.
Sementara itu, setelah Macron resmi menghuni Elysee Palace bersama First Lady Brigitte Trogneux, kamera media juga mulai menyorot tiga anak sang presiden. Atau, tepatnya anak-anak Trogneux dari pernikahan pertamanya. Tiphaine Auziere, putri Trogneux, memanfaatkan kesempatan tersebut untuk membela sang ibu. Tepatnya perbedaan usia ibu dan ayahnya yang mencapai 24 tahun 8 bulan.
”Saya memilih untuk mengabaikan mereka yang terus-terusan berkomentar miring. Itu komentar yang sangat tidak sopan. Di Prancis, pada abad ke-21 seperti sekarang, komentar seperti itu tidak akan pernah dilontarkan kepada pria yang menjadi pendamping seorang politikus perempuan,” tegasnya kepada BFMTV. Perempuan 32 tahun itu menuturkan bahwa komentar miring terhadap ibunya bersumber dari iri hati.
Sejak kisah cinta di balik pernikahan tidak biasa Macron menjadi konsumsi publik, Trogneux memang lantas menjadi bulan-bulanan media. Perempuan 64 tahun yang kali pertama dikenal Macron sebagai guru drama di Sekolah Lycee La Providence, Kota Amiens, tersebut tiba-tiba punya banyak hater. Mereka mengaitkan kegagalan rumah tangga Trogneux pada 2006 dengan kisah kasihnya bersama Macron.
Majalah satire Charlie Hebdo mengkritik Trogneux lewat karikatur di halaman depan. Di sana nenek tujuh cucu itu disandingkan bersama sang suami. Hanya, Trogneux digambarkan dalam kondisi hamil. Padahal, selama satu dekade berumah tangga, Macron dan Trogneux tidak punya keturunan. (AFP/Reuters/BBC/ theindependent/hep/c14/any)