Jawa Pos

Rindu Pemimpin Menulis Buku

- *) Alumnus Unair, penulis buku Warnai Dunia dengan Menulis

DI Indonesia, Hari Buku Nasional diperingat­i setiap 17 Mei, sedangkan Hari Buku Sedunia dirayakan setiap 23 April. Inti dua momen itu sama. Yaitu, mengajak kita lebih mencintai buku sebagai sumber ilmu pengetahua­n. Urgensi seruan itu, meski bersifat umum, lebih terasa jika ditujukan kepada para pemimpin. Bahkan, seyogianya para pemimpin itu didorong pula aktif menulis buku. Mengapa?

Banyak yang percaya akan kekuatan tulisan, terutama buku, dalam mengggerak­kan sebuah perubahan. Misalnya, pendiri Pondok Modern Gontor KH Imam Zarkasyi pada 1936 mengatakan bahwa seandainya tak punya murid, ’’Saya akan mengajar dunia dengan pena.’’ Keyakinan tokoh pendidikan tersebut menggambar­kan bahwa buku memiliki pengaruh yang sangat besar.

Tentang keyakinan bahwa tulisan punya pengaruh hebat dalam menggerakk­an perubahan, cermatilah pula ungkapan tokoh Masyumi ini. ’’Tulisan dan jejak pena seorang pengarang menjadi pelopor dari suatu pemikiran, pandangan dan keyakinan, idea, dan cita. Revolusi-revolusi besar di dunia selalu didahului oleh jejak pena dari seorang pengarang,’’ kata KH Isa Anshari (1916–1969).

Bahwa tulisan bisa menggerakk­an, berikut ini sekadar contoh. Di Indonesia, dulu revolusi didahului terbitnya pemikiran-pemikiran revolusion­er Soekarno, Hatta, dan sejumlah tokoh lain yang dibukukan. Bacalah, misalnya, Indonesia Menggugat. Buku itu berisi pidato pembelaan Soekarno di depan pengadilan kolonial di Bandung.

Bacalah pula brosur revolusion­er Mencapai Indonesia Merdeka, sebuah terjemahan dari Indonesia Vrij yang merupakan pembelaan Hatta di pengadilan Den Haag. Dua buku itu dirasakan telah berkontrib­usi besar dalam menaikkan semangat juang bangsa Indonesia untuk merdeka.

M. Natsir (1908–1993) adalah contoh yang lain. Natsir yang pernah menjabat perdana menteri dikenal sebagai tokoh yang cakap berpidato sekaligus terampil menulis. Dia telah menerbitka­n lebih dari 35 judul buku. Dua judul di antaranya adalah Islam sebagai Dasar Negara dan Capita Selecta. Bagi aktivis Islam, dua buku Natsir tersebut masih dibaca dan dikaji hingga kini.

Buku yang disebut pertama berisi pidato-pidato Natsir, termasuk pidato di depan sidang pleno Konstituan­te pada 12/11/1957. ’’M. Natsir dengan brilian menyampaik­an hujjah-hujjah- nya mengenai Islam sebagai dasar negara,’’ tulis KH Afandi Ridhwan dalam kata pengantar buku itu.

Sekarang kita coba mengenal lebih dekat tiga tokoh tersebut. Siapa Soekarno? Dia penghobi baca buku dan memiliki koleksi buku yang sangat banyak. Jejak bahwa dia suka membaca dapat kita kenali lewat pidato dan tulisan-tulisannya.

Siapa Hatta? Dia penyuka baca buku sekaligus senang menulis. Sepulang belajar di Belanda, pada 1932, Hatta terus berpolitik. Untuk menopang aktivitasn­ya, Hatta rutin menulis, terutama untuk Daulat Rakyat.

Pada 25/2/1934 Hatta ditangkap dan ditahan di penjara Glodok. Kepada Murad, temannya yang mengambil alih Daulat Rakyat, Hatta menulis surat dari balik jeruji besi. ’’Selama saya memiliki buku, saya dapat tinggal di mana saja,’’ katanya.

Pada 16/11/1934 terbit keputusan bahwa Hatta diasingkan ke Boven Digul, sebuah lokasi pembuangan bagi tahanan politik yang terletak di pelosok Papua. Tempat itu dikepung tak hanya oleh rimba yang lebat, tapi juga oleh nyamuk malaria yang ganas.

Hatta tiba di Digul pada akhir Januari 1935. Hatta masih beruntung. Pertama, dia boleh membawa seluruh bukunya yang berpeti-peti. Kedua, dia masih boleh menulis untuk memperoleh uang. Untuk itu, Hatta menandatan­gani kontrak dengan koran Pemandanga­n di Batavia. Bagi Hatta, sikap untuk terus membaca dan menulis bertujuan, antara lain, untuk menjaga kesehatan mental.

Terkait hubungan antara Hatta dan buku, ada kenangan unik. Hatta menikahi Rahmi pada 18/11/1945, tiga bulan setelah proklamasi kemerdekaa­n RI. Apa maskawin yang diberikan Hatta? Ternyata berupa buku Alam Pikiran Yunani karya dia sendiri semasa dibuang di Banda Neira.

Lalu, siapa M. Natsir? Dia seorang ulama, intelektua­l, pejuang, dan negarawan. Mantan menteri penerangan itu sangat suka membaca buku dan senang menulis.

Sejak muda Natsir punya minat yang sangat besar pada falsafah dan kajian keislaman. Hanya, pada zaman itu, untuk mendapatka­n referensi, tidaklah mudah. Misalnya, perpustaka­an sangat terbatas dan belum ada fasilitas internet. Namun, di tengah keterbatas­an tersebut, Natsir tak mundur untuk mendapatka­n referensi. Dia tetap rajin mencari buku. Bisa dengan meminjam kepada perorangan atau ke perpustaka­an. Kebiasaan Natsir dalam memburu buku itu bahkan diteruskan­nya sampai berusia lanjut.

Yusril Ihza Mahendra bercerita bahwa dirinya adalah salah seorang yang sering diminta M. Natsir untuk mencari berbagai buku yang ingin dibacanya. Untuk itu, Yusril mencari buku-buku tersebut di berbagai toko buku, perpustaka­an, atau mendatangi beberapa tokoh seperti Prof Osman Raliby, Prof Zakiah Darajat, Prof Deliar Noer, M. Yunan Nasution, dan Zainal Abidin Ahmad. Setelah buku didapat, Natsir membacanya dengan antusias. Konsep Kebijakan

Pemimpin berpotensi mewarnai masyarakat yang dipimpinny­a. Untuk itu, pertama, seorang pemimpin akan jauh lebih bermakna jika rajin menulis. Terutama yang terkait dengan konsepkons­epnya dalam membangun masyarakat. Sebab, dengan tulisan, daya jangkaunya akan jauh lebih luas ketimbang pidato. Kedua, agar tulisannya bermutu, sang pemimpin harus suka membaca. Bacalah sebanyak-banyaknya bahan, baik yang tertulis maupun yang tak tertulis.

Alhasil, kepada para pemimpin, mari tundukkan kepala: Apakah sikap rajin membaca (atas semua persoalan masyarakat) sudah menjadi komitmen keseharian Anda? Sudahkah semua yang Anda baca itu lantas bisa melahirkan tulisan berupa konsep dan kebijakan yang selalu berpihak kepada rakyat kecil? Lalu, agar rakyat yakin dengan ketulusan komitmen Anda, tulislah konsep dan kebijakan Anda dalam sebuah buku.

Sungguh, kami benar-benar merindukan pemimpin yang bisa menulis buku. Kami rindu pemimpin yang berkualifi­kasi laksana Soekarno, Hatta, dan Natsir. (*)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia