Tak Cukup Hanya Silaturahmi
PRESIDEN Joko Widodo sedang rajin mendekati tokoh- tokoh agama. Ter masuk kemarin yang melakukan pertemuan dengan tokoh- tokoh lintas agama di Istana Merdeka.
Acara itu dihadiri delapan unsur lembaga. Mereka adalah Ketua MUI/Rais Am Syuriah PB NU Ma’ruf Amin, Sekjen PB NU Helmy Faishal Zaini, serta Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Syaiful Bakhri.
Selanjutnya, ada Ketua KWI Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, Ketua PGI Henriette T. Hutabarat, Ketum PHDI Wisnu Bawa Tenaya, Ketua Walubi Hartati Murdaya, serta Ketua Matakin Uung Sendana.
Pada hari yang sama, Jokowi menghadiri kongres nasional Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Palu. Sebelumnya, ketika di Beijing, Tiongkok, Jokowi juga berkunjung ke Masjid Niujie.
Presiden saat ini harus bekerja keras merajut kembali rasa kebangsaan di antara warga lintas agama. Kerukunan itu memang terancam akibat terjadinya gesekan dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta lalu.
Menyatukan lagi rasa kebangsaan di antara masyarakat dan menghentikan polemik SARA di Indonesia menjadi pekerjaan rumah Jokowi saat ini. Itulah ancaman bangsa Indonesia sekarang ini. Kalau Indonesia berhasil melewati dengan baik tantangan tersebut, persatuan bakal semakin kukuh. Sebaliknya, bila terlambat menyelesaikannya, keutuhan bangsa terancam.
Kalau kita membuka media sosial, Twitter misalnya, isinya adalah orang yang saling menghujat dengan menggunakan agama. Ke mana toleransi beragama yang kita miliki selama ini?
Tentu saja, bersilaturahmi dengan kalangan lintas agama merupakan hal yang positif. Namun, sejatinya itu belum cukup. Semua itu harus didukung kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, Jokowi harus berkomitmen menegakkan hukum. Presiden harus menjamin bahwa hukum tidak dimain-mainkan. Tidak boleh lagi ada kriminalisasi terhadap tokohtokoh apa pun. Hukum harus ditegakkan seadil- adilnya. Tidak boleh dijadikan sebagai alat politik. Tentu syaratnya adalah menempatkan aparat penegak hukum yang bebas dari kepentingan politik.
Momen Ramadan yang jatuh akhir bulan ini juga harus dimanfaatkan presiden untuk merajut lagi hubungan dengan umat Islam. Gara-gara pilkada, hubungan Jokowi dengan kelompok-kelompok Islam merenggang.
Menghadapi ormas Islam dengan cara represif dan menggunakan instrumen hukum yang dipaksakan hanya akan menjadi bumerang bagi Jokowi.
Hentikan itu semua mulai sekarang.