DJP Kejar WP Nakal
Incar Pajak Fiktif
JAKARTA – Setelah amnesti pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memulai lagi pemeriksaan terhadap wajib pajak (WP) orang pribadi maupun wajib pajak badan. Pemeriksaan dilakukan terhadap WP yang terindikasi melanggar aturan perpajakan.
’’Pemeriksaan kami lakukan terhadap WP yang belum ikut
tax amnesty dan WP yang ikut tapi tidak menyampaikan seluruh hartanya,’’ kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama kemarin (16/5).
Pemeriksaan dilakukan menggunakan data yang diperoleh Ditjen Pajak. Yoga membantah anggapan bahwa Ditjen Pajak berupaya berburu di kebun binatang dengan kembali memeriksa peserta amnesti pajak. Alasannya, peserta amnesti pajak diperiksa bila terindikasi melakukan tindakantindakan pelanggaran pajak. Misalnya, penggunaan faktur pajak fiktif.
Menurut Yoga, ada beberapa WP yang ikut tax amnesty hanya untuk memanfaatkan fasilitas tersebut agar tidak diperiksa Ditjen Pajak. ’’Seperti kasus pajak fiktif ini, biar tidak diperiksa, mereka ikut tax amnesty. Setelah ikut, tidak mau berubah lebih patuh. Pemeriksaan ini kami lakukan untuk tahun lalu dan tahun ini,’’ jelasnya.
Yoga mengakui, jumlah pelanggar aturan perpajakan tidak banyak. Namun, dia menolak menyebutkan jumlah dan identitas wajib pajak nakal tersebut secara terperinci. ’’ Jangan salah persepsi semua WP mau diperiksa. Peserta amnesti pajak yang patuh tidak akan diperiksa, kecuali ada harta yang belum diungkap,’’ terangnya.
Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo menilai wajar Ditjen Pajak memeriksa peserta amnesti pajak yang tidak patuh. Terutama jika Ditjen Pajak memiliki data akurat tentang harta yang tidak dilaporkan atau pelanggaran ketentuan lain. Selain itu, wajib pajak sudah diimbau untuk melakukan pembetulan. ’’Agar terjadi efek jera,’’ tuturnya.
Yustinus juga mengapresiasi rencana pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah (PP) yang mengatur pemeriksaan pajak. PP tersebut diharapkan dapat memperjelas ketentuan dalam UU Pengampunan Pajak. Misalnya, aturan tentang kedaluwarsa penetapan pajak, nilai harta, besaran sanksi, penyelesaian sengketa, dan prioritas pemeriksaan.
Kedaluwarsa pajak mengatur tambahan penghasilan yang berasal dari temuan data atau informasi tentang tambahan penghasilan yang diterima wajib pajak dan belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan pajak atau surat pernyataan harta bagi peserta amnesti pajak.
Bagi WP peserta amnesti pajak, waktu penemuan data dibatasi hanya dalam periode 1 Januari 1985 hingga 31 Desember 2015. Sementara itu, bagi WP yang tidak mengikuti amnesti pajak, jangka waktu kedaluwarsa penetapan pajak tidak dibatasi. (ken/c14/noe)