Bunyi pun Sungguh Berarti
JAKPUS – Di tengah teater kecil Taman Ismail Marzuki (TIM) Senin malam (15/5), suasana begitu hening. Enam musisi asal Prancis duduk di atas panggung dan nyaris tanpa gerak pada dua menit pertama. Lalu, ada gerakan seperti menengok dan menguap hingga bersiul. Anggota Ensemble Multilatéral itu tidak sedang berlakon dalam pertunjukan teater, tetapi sedang memainkan I Funerali dell’amarchico Serantini gubahan Francesco Filidei.
Konser musik kontemporer yang diselenggarakan Institut Prancis di Indonesia (IFI) yang bekerja sama dengan Pertemuan Musik itu berlangsung sekitar satu jam. Membawakan total tujuh lagu dalam dua sesi. Pada sesi pertama, empat lagu dimainkan. Dua di antaranya merupakan aransemen komponis legendaris Indonesia, Slamet Abdul Sjukur, berjudul Svara yang merupakan permainan solo piano. Dilanjutkan The Source Where the Sound Returns yang menampilkan instrumen klarinet, selo, dan piano.
Lagu keempat, Counter Noise, adalah aransemen Muhammad Arham Aryadi. Komponis muda Indonesia itu menyulap noise menjadi musik dalam konsep spatial
music atau spasial bunyi. ’’Musik spasial sendiri merupakan upaya kita dalam memenuhi ruang dengan bunyi,’’ ujar Arham seusai pementasan.
Menurut Arham, noise adalah musik yang juga memiliki bunyi dan frekuensi. ’’Kita tidak boleh menyebut musik hanya yang memiliki nada. Noise pun ada dalam keseharian kita dan ia dapat menjadi musik juga,’’ imbuh alumni Konservatori Musik Universitas Pelita Harapan (UPH) dan Program Studi Penciptaan Seni Institut kesenian Jakarta (IKJ) itu. Bahkan, konsep tersebut bukan hal baru dan asing karena ia telah ada dalam alat musik dan permainan gamelan.
Jika menyimak musik kontemporer spasial, akan jelas terdengar alat musik yang dimainkan seolah acak, tak beraturan, dan semrawut. Suara klarinet atau flute yang seolah gagal ditiup atau sekadar memukul cello bow. ’’Padahal, untuk menemukan noise di biola saja, saya banyak melakukan percobaan. Dengan penjepit kertas, saya dapatkan noise yang diharapkan,’’ tutur founder Indonesian Contemporary Gamelan Ensemble itu.
Selain musik aransemen Arham, musisi Indonesia lain yang juga dipilih komposisi musiknya adalah Matius Shanboone. Karya Matius yang bertajuk The Love Awakened dimainkan pada sesi kedua dengan instrumen musik flute, piano, biola, dan selo. (lin/ c6/ano)