Tidak Kenal BI dan Bonie Laksmana
Pengakuan Dirut Pemenang Tender PBM
SIDOARJO – Sidang dugaan korupsi pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) berlanjut kemarin (16/5). Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menghadirkan Dirut PT Lince Romauli Raya (LRR) Tonggung Napitupulu dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo. PT LRR adalah pemenang tender pembangunan PBM.
Tonggung didatangkan bersama lima saksi lain. Untuk mendukung keterangannya, dia diperiksa dengan Direksi PT Lince Romauli Raya/PT LRR 2006– 2011 Mardin Zendrato.
Tonggung ditanya tentang awal mula keterlibatan PT LRR dalam pembangunan PBM. Termasuk dalam dua kali penggantian dua kuasa direksi. Pria yang seluruh rambutnya berwarna putih itu banyak menjawab tidak ingat sehingga sempat menyulitkan JPU dalam pembuktian.
Namun, pria asal Medan, Sumatera Utara, tersebut lantas menjelaskan mekanisme pembentukan cabang PT LRR. Setiap orang, ujar dia, bisa mengajukan permohonan pengajuan pendirian cabang perusahaan di daerah. Dalam penunjukan kuasa direksi di tiap daerah, dilakukan pengesahan di notaris. Termasuk dalam penunjukan Musa Supriyanto, mantan kuasa direksi PT LRR di Madiun.
Semua urusan dan risiko ditanggung Musa. ’’Semuanya diatur Musa Supriyanto dan Mardin Zendrato. Saya tidak mengenal BI ataupun anaknya, Bonie Laksmana,’’ ungkapnya.
Kendati demikian, dia mengaku pernah diundang Musa dan Mardin untuk tanda tangan kontrak pembangunan PBM di Surabaya. Ada juga kesepakatan pemberian fee 1 persen jika pengerjaan proyek selesai.
Namun, hal tersebut, lanjut Tonggung, tidak ditepati Musa. Dia hanya mendapatkan Rp 315 juta dari Musa. Semua digunakan untuk operasional perusahaan. ’’Itu memang aturan sebagai cabang dengan catatan harus selesai proyeknya. Namun, perjanjiannya tidak tertulis,’’ terangnya.
JPU KPK bertanya kepada Tonggung tentang alasan dua kali pergantian kuasa direksi PT Lince. Pada pergantian pertama, dia menjelaskan, Musa digantikan Ali Fauzi karena pengerjaannya terlambat.
Dia mengetahui hal tersebut setelah mendapatkan telepon teguran dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Madiun. Namun, dia mengaku tidak pernah mencari tahu ke mana Musa menghilang. ’’Hanya, saya mengutus anak buah untuk mengecek progres pengerjaan di Madiun,’’ tuturnya.
Pria yang juga berstatus narapidana korupsi itu menjelaskan, dirinya pernah dipanggil penyidik di kejaksaan Madiun. Namun, saat itu Berry Simpson yang dipercaya Tonggung berhasil menyelesaikan masalah tersebut.
Tidak lama kemudian, Berry diangkat menggantikan posisi Ali Fauzi. Namun, karena kesulitan mencairkan dana retensi yang nilainya mencapai Rp 3,5 miliar, Berry lantas diganti dengan Suharyono. ’’Suharyono-lah yang berhasil mencairkan dana itu,’’ tutur Tonggung.
Pria yang ditahan di Lapas Jambi tersebut mengaku tidak mengetahui secara jelas ke mana uang retensi yang telah dicairkan. Termasuk aliran yang diduga ke BI. Tapi, dia mengaku mendapatkan bagian Rp 175 juta dari dana retensi itu.
Selanjutnya, saksi lainnya, Direktur PT Profil Emas Konsultan Indah Pujiastuti, ditanya mengenai kapasitasnya sebagai konsultan perencanaan. Termasuk bagaimana mereka menentukan pembangunan ulang PBM.
Ditemui setelah sidang, JPU KPK Feby Dwiyandospendy menyayangkan sikap PT LRR yang mengerjakan proyek yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Seharusnya, perusahaan yang menandatangani kontrak bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberlangsungan proyek.
Namun, yang dilakukan PT LRR hanyalah menjual bendera. Keanehan lain seperti mepetnya waktu pengerjaan proyek dan penandatanganan kerja sama juga digarisbawahi Feby. Dia menduga, kontrak hanya menjadi legalitas belaka. Selain itu, kontrak diduga sudah dikondisikan BI. (aji/c22/diq)