Selipkan ’’Curhat’’ Ortu lewat Cerita Boneka Wayang
Semangatnya untuk membuat pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan memang sangat besar. Dalam lima tahun terakhir, lima alat permainan edukatif (APE) untuk anak-anak playgroup dan TK diciptakannya.
MEMASUKI ruang kelas TK B1, langkah kaki Zulfa langsung tertuju ke lemari kaca di bagian belakang. Dengan sedikit berjinjit, Zulfa meraih boneka wayang setinggi 50 sentimeter di atas lemari. Pengajar PG-TK Islam Kreatif Mutiara Anak Sholeh, Desa Anggaswangi, Kecamatan Sukodono, itu lantas membawa dan menatanya di meja belajar anak-anak didiknya.
Boneka wayang tersebut terbuat dari koran bekas dan bertulang bambu sebesar jari kelingking. Gulungan koran yang menjadi badan boneka dilapisi kain flanel berwarna- warni, berfungsi layaknya pakaian. Wajah, topi, kaki, maupun tangan boneka juga terbuat dari kain flanel. Un tuk menggerakkan tangannya, Zulfa me ngaitkannya dengan bambu yang lebih kecil. Mirip wayang kulit, namun itu boneka.
Setelah menata rapi boneka wayang di meja belajar, perempuan yang menjadi pengajar di sana sejak 2009 tersebut kembali menuju lemari. Kali ini Zulfa membuka pintu lemari kaca itu. Dia terlihat mengambil boneka wayang yang lain. Namun, ukurannya lebih kecil. Tangannya langsung penuh dengan boneka wayang.
Tak lama kemudian, anak-anak didiknya berkumpul di dalam kelas
Mereka tampak tertarik dengan boneka wayang berbagai karakter yang dipegang Zulfa. Bahkan, sudah ada sebagian di antara mereka yang ikut memegangnya. ’’Sini sayang semua kumpul mendekat ke Bu Guru sini. Ibu punya cerita,’’ ajak perempuan kelahiran Demak, 30 Juni 1991, itu kemarin (16/5).
Dalam waktu singkat, mereka sudah duduk dengan rapi di hadapan Zulfa. Istri Priyanto tersebut mulai memainkan wayangnya. ’’Saya Pak Dani. Saya punya cerita,’’ tutur Zulfa, sang dalang, sambil mengangkat boneka wayang dengan karakter pria berjas. Tangan boneka wayang tersebut juga tak lupa digerak-gerakkannya.
Zulfa rupanya bercerita tentang pentingnya rajin belajar. Tutur bahasanya tertata. Setiap kalimat yang keluar selalu tersusun dari tiga kata. Misalnya, saya punya cerita, bagaimana kabar kalian, atau tolong didengarkan ya. Ternyata, penggunaan kalimat dengan tiga kata itu bertujuan agar anak didiknya mudah menyerap alur cerita. Dengan demikian, pesan moral yang disampaikan lebih mudah diingat. Bahkan, anak-anak TK tersebut bisa menceritakannya kembali dengan menggunakan boneka wayang itu.
’’Anak-anak juga kami minta bercerita menggunakan boneka wayang tersebut,’’ ujar Zulfa. Melalui kegiatan itu, anak didiknya dilatih bermain peran, bercerita sambil memerankan tokoh tertentu sesuai dengan boneka wayang yang mereka pegang.
Pada beberapa pertemuan, Zulfa juga mengajak anak didiknya membuat boneka wayang. Mereka diajari menggulung koran, merangkai, menggunting, mengelem, hingga ’’merakitnya’’ dengan batang bambu kecil. ’’Kadang mereka membuatnya di rumah bersama orang tua biar tetap ada pengawasan. Biasanya yang masih simpel bentuknya,’’ jelas perempuan yang tinggal di Desa Pekarungan, Sukodono, itu.
Biasanya, Zulfa mengajak anak didiknya bermain bersama boneka-boneka wayang tersebut seminggu sekali. Tetapi, dia juga pernah mengeluarkannya dua hari berturut-turut. Biasanya, itu terjadi bila dia menerima ’’laporan’’ dari wali murid via WhatsApp. Misalnya, cerita soal si A yang sering rewel di rumah atau si B yang sering mengganggu adiknya.
Zulfa merespons curhat wali murid tersebut dengan mengingatkan anak didiknya melalui boneka wayang. Caranya cerdik. Dia tidak mengarahkannya khusus ke anak bersangkutan, melainkan pada seisi kelas. Dengan demikian, anak itu tidak merasa malu, tersinggung, atau berkecil hati. Yang terpenting, pesan untuk tidak mengganggu adik atau tidak suka rewel bisa tersampaikan. ’’Saya kemas pesan orang tua tersebut dengan cerita,’’ ucap Zulfa.
Boneka wayang itu bukan APE pertama yang pernah dibuat Zulfa. Karyanya yang lain adalah boneka jari. Boneka jari mirip dengan boneka wayang, tetapi hanya sebesar jari. Boneka tersebut dimainkan dengan melekatkan pada jari, bukan menggunakan potongan bambu seperti pada boneka wayang. Fungsinya, juga sebagai alat bantu cerita.
Dia pun pernah membuat kartu alfabet. Yakni, kumpulan huruf-huruf berwarnawarni dari A sampai Z. Cara bermainnya sederhana. Anak didik harus mencari hurufhuruf yang sesuai untuk membentuk kata tertentu dan dilekatkan pada papan berwarna. ’’Ini untuk melatih pembelajaran dikte agar lebih menarik,’’ ujar Zulfa.
Ada juga APE bernama konsep posisi. Yakni, alat pembelajaran berupa kotak-kotak berwarnawarni yang diletakkan berjajar. Siswa diajarkan posisi kanan, kiri, tengah, atas, atau bawah berdasar letak kotak tersebut. Itu merupakan cara belajar mengenali warna. Biasanya, cara tersebut digunakan untuk belajar anak playgroup atau TK kelompok A.
Masih ada lagi satu produk APE karya Zulfa. Namanya, magic math. Perlengkapannya terbuat dari stereofoam berbentuk kotak. Di dalamnya berisi macam-macam benda. Ada gambar bentuk buah, bintang, atau jari. Nah, kotak itu memiliki papan di samping untuk melekatkan benda-benda tersebut.
Zulfa lantas menunjukkan cara memainkannya. Dia meletakkan dua gambar mangga di sebelah kanan papan dan tiga gambar anggur di sebelah kiri. Setelah itu, Zulfa meminta anak didiknya untuk menghitung jumlah benda pada papan kanan dan kiri. ’’Lebih besar yang kiri atau lebih besar yang kanan? Kalau menjawab lebih besar yang kanan, anak didiknya harus meletakkan tanda lebih besar kanan di antara dua benda tersebut,’’ jelas Zulfa.
Menurut Zulfa, dirinya mulai membuat beragam APE sejak 2013. Dia bahkan mendokumentasikan dan membukukan semua APE tersebut. Mulai gambar APE, manfaat, hingga cara membuatnya. Sewaktu-waktu ada guru lain yang ingin membuatnya, tinggal melihat buku tersebut. ’’Setiap bikin, selalu saya tulis dan dokumentasikan. Ke depan saya akan membuat APE lagi karena manfaatnya banyak,’’ tekadnya. (*/c20/pri)