Ngrumat dan Nuturi Generasi Penerus
Profesi pandai besi minim dilirik generasi muda. Karena itu, jumlahnya semakin sedikit. Padahal, kebutuhan alat-alat pertanian dan bangunan masih besar. Pasar terbesar berada di luar Pulau Jawa.
BEGITU membaca plang nama Jalan Pandean atau mendengarnya dari orang lain, kita langsung menghubungkannya dengan pandai besi. Lokasinya berada di Dusun Wersah, Desa Grabagan, Tulangan. Suasana jalanan sepi kemarin siang (16/5). Tidak banyak kendaraan yang berlalu-lalang.
Pemberian nama itu bukan tanpa sebab. Pandean berasal dari sejarah kampung pandai besi di dusun tersebut puluhan tahun silam. Fakta sejarah itu masih bisa ditemui hingga kini. Meski tidak sebanyak dulu, Desa Grabagan masih dikenal sebagai kampung pandai besi. Masyarakat menyebutnya Desa Pande Besi.
Kini terdapat lima pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pandai besi di dusun tersebut. Karena itu, desingan suara mesin pemotong pelat besi dan las listrik masih mendengung kencang di kawasan tersebut.
Salah satu pelaku UMKM pandai besi terlama adalah Mohammad Wirto. Pria berusia 67 tahun itu menggeluti profesi tersebut sejak 1978 atau 39 tahun. Saat itu Wirto masih lajang. Setelah tujuh tahun merantau, keinginannya membuka usaha sendiri semakin matang. ’’Saya sebenarnya diterima jadi masinis waktu itu. Tapi nggak tak nyangi (jalani, Red),’’ ucapnya ramah.
Meski sudah berusia senja, Wirto masih sibuk mengambil peran di rumah produksi peralatan besi miliknya. Ketika itu dia terlihat membuat desain alat-alat pertanian dari pelat baja. Nantinya pelat-pelat tersebut dipotong, lalu dilas sesuai dengan kegunaannya. Kemarin siang Wirto terlihat dibantu tiga pekerjanya. Yakni, Hasan, Sulik, dan Jayadi. Sulik dan Jayadi mendapat bagian memotong serta mengelas pelat besi. Adapun Hasan adalah tukang gerinda andalan Wirto.
Rumah produksi Wirto setiap hari beroperasi mulai pagi hingga sore. Dia hanya meliburkan para pekerjanya ketika Minggu. ’’Biasanya, kalau ada anak-anak yang mau beresin (mengolah, Red) sawah dulu ya ndak apa-apa. Saya kan masih bisa kerja biar keringatan,’’ kata Wirto, lantas tertawa.
Di rumah produksinya itu, Wirto bisa menyelesaikan berbagai alat pertanian berbahan besi. Antara lain, cangkul, sabit, dodos kelapa sawit, hingga sadap karet untuk mengeluarkan getah. Puluhan tahun mengembangkan bisnis pandai besi tentu bukan waktu yang singkat. Berbagai pengalaman banyak diraih Wirto. Dia kerap menerima pelajar yang menempuh praktik kerja lapangan (PKL) di rumah produksinya. Sudah berapa sekolah? Wirto tidak lagi bisa menghitung. ’’Ada puluhan. Piagamnya saya simpan semua,’’ paparnya.
Wirto menyebut akan selalu menerima anak muda yang mau belajar. ’’Saya suka ngrumat dan nuturi (merawat dan memberikan pengetahuan, Red) anakanak. Tidak usah sertifikat juga tidak masalah,’’ katanya.
Wirto dijadikan jujukan oleh banyak sekolah karena terkenal dengan kegigihannya mengembangkan usaha. Saat sang ayah menjalankan kerajinan pandai besi, perkembangannya sempat tersendat. Karena itu, Wirto menjelajah ke beberapa daerah untuk memperdalam ilmu pandai besi yang baik.
Kini Wirto selalu memasok barang-barangnya hingga ribuan buah. Pesanan datang dari daerahdaerah di seluruh Indonesia. ’’Di Kalimantan sama Sulawesi paling banyak. Buat ladang kelapa sawit,’’ kata mantan kepala Desa Grabagan pada 2000 tersebut. (via/c15/dio)