Jawa Pos

Pertahanka­n Kualitas Selama Empat Generasi

-

SELAIN di Desa Grabagan, Tulangan, UMKM pandai besi tradisiona­l ada di Desa Keboharan, Kecamatan Krian. Puluhan tahun lalu terdapat lebih dari lima usaha. Kini banyak usaha yang gulung tikar. Yang tersisa hanya satu. Yakni, milik Judah di RT 10, RW 3, Desa Keboharan. ’’Dulu saat saya kecil masih ada banyak di RT 10 ini, tapi sekarang ya tinggal ini,’’ ujar Kepala Desa Keboharan Achmad Suhaimi.

Yang menarik, usaha milik Judah tersebut bertahan selama empat generasi. Kakek buyutnya dulu yang mengawali. Saat itu masih era penjajahan Belanda. Judah tidak ingat pasti tahun berapa. ’’ Yang mengawali dulu namanya Mbah Paiso,’’ ucapnya.

Selanjutny­a, usaha tersebut diteruskan Mbah Derin, kakeknya, lalu Nurhadi, sang ayah, dan kini dilanjutka­n Judah. Dia akrab dengan dunia pandai besi sejak kecil. Apalagi, pengolahan besi berada di samping rumah. Dia pun sering melihat orang tuanya membuat parang dan sabit. ’’Karena terbiasa lihat, nyoba-nyoba, ternyata bisa. Akhirnya, saya melanjutka­n usaha ini,’’ ucapnya di sela-sela membuat parang kemarin (16/5).

Menurut Judah, perajin pandai besi memang rata-rata keturunan. Rasanya sulit jika bukan dari keturunan perajin pandai besi. ’’Dengar-dengar, mbah-mbah saya dulu kalau membuat kerajinan dari besi hanya dengan memijat-mijat besi, besi sudah bisa jadi benda tajam,’’ ungkap bapak empat anak itu. Dia mengatakan, ada ritual khusus seperti puasa. ’’Kalau saya ya nggak begitu, paling puasa sehari saja,’’ paparnya.

Sejak berdiri hingga sekarang, Judah menyatakan bahwa dirinya sama sekali tidak mengubah cara membuat bendabenda tersebut. Dia mempertaha­nkan resep dari orang tua. Blower untuk memompa api pun masih menggunaka­n alat tradisiona­l. Yakni, dua kayu nangka berdiamete­r sekitar 50 sentimeter yang tengahnya dilubangi untuk meletakkan katup pompa. ’’Dari dulu ya pakai ini, awet,’’ katanya.

Selain itu, arangnya tidak pernah ganti. Selalu menggunaka­n arang dari kayu jati. Dia mendatangk­an arang dari banyak lokasi. Terbanyak dari Mojokerto. Untuk bahan baku besi, Judah mengambil per mobil bekas. Ukurannya kecil atau sedang. Misalnya, eks mobil sedan atau minibus. ’’Kalau per dump truck terlalu besar dan tebal. Sebelum itu dulu pakai bantalan rel lori, tapi sudah tidak ada sekarang,’’ kata pria 53 tahun tersebut.

Untuk peganganny­a, Judah menggunaka­n kayu lamtoro atau petai cina. Tanaman tersebut diambil dari kebunnya. Namun, Judah kadang juga beli gelondonga­n kayu dari Surabaya. Dengan tidak mengubah resep leluhur, barang buatan Judah terkenal awet dan tajam selama puluhan tahun.

Namun, Judah tidak membuat untuk dijual ke pasar. Dia hanya membuat saat ada pesanan. Mulai pisau, celurit, sabit, parang, bendho, pethel, sampai pedang. ’’Biasanya juga ada yang pesan parang untuk menyembeli­h sapi. Kalau sedang ada pesanan, sehari bisa menghasilk­an empat alat,’’ paparnya.

Harganya bervariasi sesuai dengan jenis barang. Mulai Rp 125 ribu sampai Rp 300 ribu. Barang semakin mahal jika ukurannya lebih panjang. Judah terbuka kepada siapa pun yang ingin menengok pembuatan perkakas pertanian dan benda-benda tajam lainnya di tempat usahanya. Dengan begitu, usaha tradisiona­l pandai besi diharapkan tetap eksis. ’’Biasanya Minggu ada yang lihat-lihat ke sini,’’ katanya. (uzi/c15/dio)

 ?? SHELA NOVITALIA/JAWA POS ?? SISA SATU: Achmad Suhaimi (dua dari kiri) melihat Judah (kiri) dan Yajid Bastoni menempa besi yang akan dijadikan alat pertanian.
SHELA NOVITALIA/JAWA POS SISA SATU: Achmad Suhaimi (dua dari kiri) melihat Judah (kiri) dan Yajid Bastoni menempa besi yang akan dijadikan alat pertanian.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia