Raup Rp 66 T dari Enam Kontrak Gas
JAKARTA – Negara berpotensi meraup penerimaan negara USD 5 miliar atau Rp 66 triliun dari enam p perjanjian jual beli gas bumi. Kontr trak gas yang ditandatangani kemarin (1 (17/5) digunakan untuk memenuhi ke kebutuhan domestik.
”Gas dalam kesepakatan ini ak akan dipasok untuk kebutuhan ke kelistrikan, industri, lifting minyak, dan gas rumah tangga,” kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi di Jakarta kemarin.
Enam kesepakatan tersebut terdiri atas empat kesepakatan baru dan dua amandemen kontrak. Salah satu kontrak adalah perjanjian jual beli 16 kargo gas alam cair ( liquefied natural gas) per tahun antara Tangguh PSC dan PLN. Pengiriman dilakukan mulai 2020 hingga 2035.
Pasokan gas multidestinasi itu akan digunakan PLN untuk bahan bakar pembangkit listrik di berbagai daerah. ”Kami berharap pasokan gas tersebut mampu meningkatkan rasio elektrifikasi nasional,” ujar Amien.
Pasokan gas untuk kebutuhan domestik selalu meningkat. Pada periode 2003–2016, pasokan gas domestik meningkat rata-rata 9 persen per tahun. Hingga Februari tahun ini, realisasi pasokan gas untuk domestik mencapai 3.889 juta kaki kubik (mmscfd) atau sekitar 58,5 persen dari total pasokan gas. ”Artinya, pasokan gas untuk domestik sudah lebih besar daripada ekspor,” imbuh mantan komisioner KPK itu.
Untuk mengoptimalkan pasokan gas bumi bagi pembeli dalam negeri, SKK Migas mendesak percepatan pembangunan infrastruktur gas.
Sementara itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan berjanji pemerintah membantu percepatan perizinan investasi baru di bidang migas. Dia menilai industri hulu migas selama ini terbiasa dengan kinerja pelan.
Jonan merujuk pada pembahasan Blok Masela yang berlarut-larut hingga sepuluh tahun. Setelah perencanaan selesai, pembangunan juga membutuhkan waktu yang lama. ’’Mungkin waktu first oil atau first gas (mulai memproduksi gas, Red). Saya sudah pikun,’’ ujarnya berkelakar.
Percepatan perizinan, tutur Jonan, dibutuhkan karena industri migas berkejaran dengan fluktuasi harga minyak dunia. Industri migas juga masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia meski saat ini proporsi kontribusinya semakin susut.
Dia mencontohkan, produksi minyak Indonesia saat ini kurang dari separo produksi 40 tahun lalu yang mencapai 1,7 juta barel per hari. (dee/c22/c25/noe)