Saat Kekerasan Melanda Lembaga Pendidikan
LAGI, lagi, dan lagi. Kasus-kasus kekerasan bermunculan dalam lembaga pendidikan. Belum lepas dari ingatan kita kematian Kresna Wahyu, siswa SMA Taruna Nusantara, Magelang. Dia dibunuh secara brutal dengan pisau dapur Maret lalu. Pelakunya sesama siswa. Si pelaku sudah divonis sembilan tahun penjara.
Hukuman pidana diyakini tidak akan mampu menghentikan fenomena itu. Buktinya, meletus lagi tragedi. Seorang taruna Akademi Kepolisian (Akpol) ditemukan tewas secara tidak wajar di gedung Akpol, Semarang. Tubuh korban penuh luka lebam. Kuat dugaan, luka itu akibat kekerasan fisik.
Di Kabupaten Gresik, enam siswa MTs dan santri pondok pesantren tewas saat mengikuti kegiatan outbound yang diselenggarakan sekolah. Nyawa para remaja melayang dalam kubangan bekas tambang kapur. Mereka celaka justru menjelang wisuda. Orang tua mana yang tidak cemas? Maksud hati ingin mengamankan anak di tempat yang tepercaya, apalah daya justru kehilangan buah hati tercinta. Alangkah malangnya.
Seolah-olah ”payung wiyata” yang seharusnya mengayomi anak-anak didik berbalik menjadi ancaman. Kekerasan menyeruak dalam berbagai bentuk. Dari perundungan ( bullying), pencabulan, pedofilia, tawuran, kecelakaan, sampai pembunuhan. Pelakunya bisa siapa saja. Teman, kakak kelas, senior, bahkan guru. Terjadinya di mana dan kapan saja.
Namun, benarkah sudah mencemaskan lembaga pendidikan kita? Mutu lembaga pendidikan tecermin paling tidak dari dua hal. Pertama, kemampuannya dalam mengantarkan anakanak didik untuk sukses di kehidupan. Artinya, berkontribusi bagus bagi masa depan generasi. Kedua, besarnya dukungan dan kepercayaan masyarakat. Lembaga pendidikan itu tepercaya sebagai penyemai benih-benih budi pekerti nan luhur. Penegak moral yang andal.
Tentu tak patut pesimistis. Terlalu naif pula mengabaikan peran begitu banyak lembaga pendidikan dengan sumbangsih yang tak ternilai. Tidak sedikit lembaga pendidikan dasar, menengah, hingga tinggi yang telah terbukti melahirkan generasi unggul.
Justru kita patut cemas. Jangan-jangan fenomena kekerasan masif dalam lembaga pendidikan itu merupakan cermin situasi bangsa. Bagaimana dalam beberapa waktu terakhir wacana kekerasan sangat mengemuka. Dunia maya bagai ”rimba belantara”. Dunia nyata penuh hujatan serta caci dan cela.
Diskursus kebencian begitu meninggi. Politik menerabas nilai-nilai religi. Para penebar wacana menerjang semua pembatas yang puluhan tahun lalu dibangun para bapak bangsa. Bahkan, negara seakan tidak mampu lagi membendung deras gelombangnya. Kita perlu ingat. Bagaimana kondisi pendidikan, kira-kira begitulah kondisi negara.