Termuda 33 Tahun, Tertua 69 Tahun
Macron Dituding Cari Simpati lewat Kabinet
PARIS – Keberagaman mewarnai kabinet baru yang dibentuk Presiden Prancis Emmanuel Macron. Pemimpin 39 tahun tersebut memilih tokoh dari berbagai spektrum politik untuk mengisi posisi menteri dan menteri muda di pemerintahannya. Selain latar belakang yang bervariasi, Macron memilih pejabat dengan rentang usia mulai 33 hingga 69 tahun.
”Ini adalah pemerintahan pembaruan.” Demikian bunyi pernyataan dari istana kepresidenan setelah pengumuman namanama menteri Rabu (17/5). Dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya, kabinet Macron jauh lebih ramping. Dia memangkas pos kementerian dari 37 menjadi 22 saja. Yaitu, 18 menteri dan 4 menteri muda. Proporsinya juga setara antara laki-laki dan perempuan, masing-masing 11 orang.
Empat menteri berafiliasi dengan sayap kiri, masing-masing dua orang dari sayap kanan, Democratic Movement (MoDem), dan En Marche!. Seorang menteri berasal dari Green Party dan tujuh lainnya merupakan tokoh publik yang tidak terlibat gerakan politik apa pun.
Pada masa kepemimpinan Francois Hollande, jumlah menteri perempuan dan laki-laki juga setara. Bedanya, Hollande memberikan pos-pos penting kepada laki-laki, sedangkan Macron membaginya sama rata. Sebagai contoh, posisi menteri pertahanan diberikan kepada tokoh perempuan Sylvie Goulard. Anggota Parlemen Eropa yang berusia 52 tahun itu bakal menjadi ujung tombak untuk merealisasikan peningkatan anggaran militer yang diinginkan Macron. Kenaikan anggaran tersebut penting untuk menjaga Prancis dari ancaman terorisme. Dia juga membawahkan lebih dari 200 ribu anggota pasukan bersenjata Prancis.
Dugaan bahwa komposisi pemilihan para menteri kabinet itu hanyalah trik atau iming-iming untuk meraup suara dalam pemilu legislatif ditampik Perdana Menteri Edouard Philippe. Menurut dia, itu adalah wujud persatuan. Mereka dipilih tidak hanya untuk membantu pemerintahan, tapi juga mempersiapkan pemulihan Prancis. Pada masa kepemimpinan Hollande, perekonomian dan keamanan Prancis bisa dibilang terpuruk. Teror terjadi di mana-mana.
Meski begitu, nama-nama menteri di atas memang bisa berubah jika partai yang didirikan Macron, yaitu En Marche!, tidak mendapatkan suara mayoritas pada pemilu legislatif yang digelar 11 dan 18 Juni mendatang. Jika hal itu terjadi, Macron bakal ditekan untuk membuat perubahan susunan kabinet sesuai dengan komposisi pemenang pemilu legislatif. Reshuffle besar-besaran mungkin terjadi.
Berdasar sistem pemungutan suara di Prancis, pemilu parlemen dilakukan dua periode. Jika di periode pertama tak ada kandidat yang meraih suara mayoritas di daerah pemilihannya, kandidat dengan suara terbanyak akan maju lagi pada putaran kedua.
Suami Brigitte Trogneux tersebut masih bisa tenang setidaknya untuk saat ini. Sebab, berdasar hasil polling yang dirilis kemarin (18/5), dukungan untuk En Marche! terus naik. Jajak pendapat Harris Interactive menunjukkan bahwa 32 persen dari 4.600 pemilih yang disurvei menyatakan bakal memilih En Marche!. Persentase itu naik enam poin bila dibandingkan dengan polling serupa yang dilakukan 7 Mei lalu. (Reuters/AFP/NYT/sha/c10/any)