Tantangan Kebangkitan Ekonomi Islam di Kota Delta
PENCERAHAN merupakan tema abadi dalam sejarah peradaban manusia. Pencerahan selalu mengawali perubahan. Bangkitnya revolusi industri di Benua Eropa diawali dengan renaisans (kebangkitan kembali rasionalisme Yunani) di Prancis dan aufklarung (pencerahan diri) di Jerman pada abad ke-18.
Dalam ranah ekonomi, ekonomi konvensional (ekonomi ateistis dan tak berpihak kepada kaum tertindas) yang termodernisasi itu kolaps dengan fenomena krisis ekonomi seperti Great Depression pada 1930-an terjadi beberapa kali hingga memuncak lagi pada 1998. Teriakan untuk kembali ke nilai ekonomi lama pun menyeruak dan menjadi solusi berbagai krisis ekonomi yang mendera. Ekonomi lama itu adalah ekonomi berketuhanan dengan jalan Islam: mengedepankan sistem keadilan, kejujuran, dan kemaslahatan; menghilangkan sistem riba/ bunga, perjudian, ketidakjujuran, dan maksiat.
Kebangkitan di Indonesia Bagi muslim, kebangkitan ekonomi Islam menjadi semacam renaisans, kebangkitan kembali prinsip ekonomi syariah. Kini banyak lembaga ekonomi dan keuangam dunia yang mulai tercerahkan dan mengadopsi sistem kuno. Termasuk di Indonesia.
Sistem keuangan syariah telah berkembang pesat sejak kelahiran bank syariah pertama di tanah air, yaitu Bank Muamalat pada 1992. Bahkan tidak sebatas perbankan syariah, tapi juga lingkup industri keuangan nonbank seperti asuransi syariah, dana pensiun syariah, perusahaan pembiayaan syariah, obligasi syariah, reksa dana syariah, dan aktivitas pasar modal syariah lainnya.
Data OJK mencatat bahwa hingga akhir Desember 2016 industri perbankan syariah terdiri atas 12 bank umum syariah; 22 unit usaha syariah yang dimiliki bank umum konvensional; serta 163 BPRS dengan total aset Rp 273,34 triliun atau dengan pangsa pasar 4,88 persen. Perkembangan itu terjadi di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Termasuk Sidoarjo. Era Kebangkitan di Sidoarjo Potensi pasar ekonomi syariah tersebar luas di daerah Sidoarjo. Faktanya, dari sisi perbankan syariah, sebagian besar nasabah bank syariah cabang Surabaya berasal dari Kabupaten Sidoarjo. Beberapa survei mengungkapkan, bank syariah di Sidoarjo dibuka untuk meningkatkan kinerja keuangan kantor cabang dengan memanfaatkan potensi ekonomi dan keuangan yang jauh lebih besar di wilayah Sidoarjo yang merupakan bagian dari Jawa Timur.
Dari segi populasi berdasar data Badan Pusat Statistik Sidoarjo, jumlah penduduk muslim 96 persen. Itu merupakan potensi luar biasa untuk perkembangan ekonomi syariah. Sidoarjo cukup kental diwarnai agama Islam.
Sidoarjo sebagai kota satelit bagi Surabaya menyimpan potensi sebagai kawasan industri. Tidak heran, perekonomian Sidoarjo didominasi sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Industri di Sidoarjo berkembang cukup pesat karena lokasinya berdekatan dengan pusat bisnis kawasan timur Indonesia (Surabaya); dekat dengan Pelabuhan Tanjung Perak maupun Bandara Juanda; plus memiliki sumber daya manusia yang produktif serta kondisi sosial, politik, dan keamanan yang relatif stabil untuk menarik minat investor menanamkan modal di Sidoarjo.
Sektor industri kecil juga berkembang cukup baik. Antara lain sentra industri kerajinan tas dan koper di Tanggulangin; sentra industri sandal dan sepatu di Desa Wedoro, Kecamatan Waru, dan Desa Tebel, Kecamatan Gedangan; serta sentra industri kerupuk di Desa Telasih, Kecamatan Tulangan. Tantangan dan Harapan Syarat pengembangan ekonomi syariah di tanah air adalah kebi- jakan yang mendorong ekonomi dan keuangan syariah, baik tingkat pusat maupun daerah. Karena itu, koordinasi antara pemerintah dan lembaga di tingkat pusat serta daerah menjadi sangat penting. Itu merupakan tantangan pertama bagi pemimpin Sidoarjo pada 2016–2021 untuk pengembangan ekonomi syariah di Sidoarjo.
Tantangan kedua adalah memunculkan awareness pada masyarakat. Itu dilakukan mengingat potensi muslim Sidoarjo luar biasa dan mendorong agar masyarakat dapat ambil bagian dalam kegiatan ekonomi syariah. Selain itu, diperlukan pengembangan model-model pembiayaan syariah yang dapat diimplementasikan di pasar keuangan Sidoarjo.
Dengan demikian, sinergi kebijakan dan pengaturan dari sisi makro dan mikro sangat penting dalam mendukung pengembangan pasar keuangan syariah di Sidoarjo. Selain itu, ada pengembangan produk pasar keuangan dan peningkatan efisiensi sektor keuangan. Seluruhnya juga harus didukung oleh sumber daya manusia yang memadai.
Jika berbagai tantangan itu terjawab, Sidoarjo akan menjadi kota berekonomi syariah yang nanti menjadi pilot bagi pengembangan ekonomi syariah di kota-kota lain di Indonesia. Insya Allah! *Dosen ekonomi/keuangan syariah Universitas Muhammadiyah Sidoarjo dan kandidat doktor ekonomi syariah Universitas Airlangga