Kepala Dinas Jadi Saksi di Sidang BI
Terkait Pemberian Uang
SIDOARJO – Lima pejabat SKPD (satuan kerja perangkat daerah) dihadirkan dalam sidang lanjutan dugaan gratifikasi dan korupsi pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) di Pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo kemarin (19/5). Mereka ditanyai tentang dugaan pemberian uang kepada Wali Kota (nonaktif) Madiun Bambang Irianto (BI).
Lima pejabat itu berasal dari berbagai bidang. Mulai setingkat kepala dinas hingga Kasubag keuangan. Mereka adalah Gaguk Hariyono, Subakri, Heri Suwartono, Dyah Indrianita Prabandarari, dan Farida Mechmudah ( selengkapnya lihat grafis).
Saksi Gaguk ditanyai seputar pengalaman saat menjabat kepala dinas pasar. Saat itu, Gaguk pernah diminta BI memberikan kios secara khusus kepada 15 orang. Mereka adalah para tim sukses BI saat pilkada 2009. ”Penggunaan kios pasar kewenangan wali kota. Permohonannya langsung ke wali kota,” ujar Gaguk.
Dia mengakui, selama menjabat kepala dinas, dirinya mendapat tunjangan kinerja setahun sekali. Namun, Gaguk tidak mengetahui nomenklaturnya sesuai atau tidak.
Pernyataan tersebut diamini Subakri. Pria yang menjadi PNS sejak 1989 itu menjelaskan, sejak BI menjabat, tunjangannnya naik. Dari Rp 1 juta menjadi Rp 2,155 juta.
”Namun, jumlah itu belum termasuk pajak dan harus dipotong Rp 500 ribu untuk biaya kebersamaan/ keamanan,” paparnya.
Bukan hanya para pejabat, Subakri men- jelaskan bahwa hal serupa juga menimpa staf. Meski nilainya tidak sama dan bergantung jabatan.
Dia mencontohkan, jumlah potongan Rp 500 ribu berlaku untuk PNS eselon 3. Untuk eselon 2, jumlahnya mencapai Rp 700 ribu. ”Biaya itu disetorkan setahun sekali,” tuturnya.
Senada dengan Subakri, Heri juga mengamini. Dia menjelaskan, uang setoran kepada BI diambilkan dari uang lembur.
Sejak menjadi camat, dia menyetor Rp 5 juta per tahun. Saat menjabat Kepala Bagian Pemerintahan pada 2011, dia diharuskan menyetor Rp 20–30 juta. Jumlah itu naik menjadi Rp 50 juta setelah menjabat Kadishubkominfo pada 2012.
”Kalau tidak setor, kami ditegur bendahara Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Sri Wahyuni,” ujarnya.
Teguran itu dilayangkan menjelang Idul Fitri atau tahun baru. Bahkan, Dyah Indrianita sempat dipanggil BI langsung. Hal itu terjadi saat dia menjabat kepala Kantor Lingkungan Hidup pada 2009.
”Saya dipanggil karena tidak menyetor sama sekali,” ujar perempuan berkerudung tersebut.
Saat diminta menanggapi keterangan para saksi, BI menolak semua keterangan tersebut. Dia merasa tidak pernah menentukan berapa nilai rupiah.
BI menyanyangkan saksi yang menjawab tidak tahu. ”Seharusnya Anda semua ini tahu siapa yang menentukan itu,” ujar BI kepada para saksi. Karena itu, dia mengaku akan mendatangkan kepala dinas yang mau memberikan keterangan. (aji/c21/diq)