Kenalkan 198 Cagar Budaya
Gunung Penanggungan kaya cagar budaya. Saat ini tim ekspedisi Gunung Penanggungan Universitas Surabaya (Ubaya) terus melakukan eksplorasi. Hingga 2017, tercatat ada 198 cagar budaya.
’’SETIAP didata, jumlahnya makin bertambah,’’ ujar Hadi Sidomulyo, staf ahli tim ekspedisi Gunung Penanggungan Universitas Surabaya (Ubaya), mengawali diskusi pada Kamis (18/5). Puluhan peserta, yakni mahasiswa dan siswa, yang ikut kegiatan di rumah peradaban situs Gunung Penanggungan di Trawas, Kabupaten Mojokerto, itu terlihat heran. Beberapa mengernyitkan dahi. Hadi lantas menunjukkan foto-foto cagar budaya Gunung Penanggungan dalam nya. ’’Ini situssitus yang belum lama ditemukan. Setiap mendaki, selalu menemukan yang baru,’’ terangnya.
Jumlah cagar budaya yang ditemukan tersebut meningkat signifikan sejak 2012. Terutama setelah 2015. Pada 2015, tercatat 112 cagar budaya. Pada 2017, sudah tercatat 198 cagar budaya. Ragamnya adalah candi, tangga batu, gua, jalan kuno, hingga punden berundak.
’’Gua pertapaan saja ada 25 gua,’’ katanya. Gua tersebut merupakan gua alam yang ada tambahan bangunan kuno di bagian dalam maupun luar. Misalnya, Gua Totokan di Gunung Bekel dan Gua Manu di sisi timur laut Gunung Penanggungan.
Hadi mengungkapkan, jalur menuju Gunung Penanggungan lebih mudah sejak 2012. Jadi, akses untuk penelitian ke sana terbuka lebih lebar. Apalagi, Hadi menetap di Ubaya Penanggungan Center (UPC) di lereng Gunung Penanggungan. Dia pun memiliki banyak
waktu untuk mengeksplorasi peninggalan sejarah di gunung dengan tinggi 1.653 meter di atas permukaan laut tersebut. ’’Pertama saya ke sini pada 2012, terdata 60-an cagar budaya,’’ jelasnya.
Salah satu yang istimewa, ditemukan jalan kuno yang mengitari Gunung Penanggungan pada 4 November 2015. Dia menyebutnya sebagai jalan prosesi. Penemuan tidak lama setelah kebakaran hutan di Gunung Penanggungan. Diperkirakan, jalur itu menjadi jalur kereta kuda pada masa Majapahit. Sebab, lebarnya mencapai 3 meter.
Yang menarik, di bagian luar jalan yang berhadapan langsung dengan lereng gunung, terdapat batu-batu kuno penyangga. Fungsinya adalah tanggul. Kukuh sampai sekarang. ’’Memutari gunung hingga sampai ke puncak,’’ ujar pria asal London, Inggris, tersebut. Saking kagumnya, Hadi mengibaratkannya sebagai miniatur Tembok China.
Jalan didesain tidak terlalu menanjak. Dengan begitu, perjalanan ke puncak menggunakan jalur itu tidak terasa melelahkan. ’’Saya sudah bolak-balik lewat, napas tetap sama, tidak ngos-ngosan,’’ ucapnya.
Dengan kekayaan tersebut, lokasi itu layak menjadi warisan budaya dunia. Meski demikian, Hadi mengimbau untuk bersabar. Sebab, gunung yang juga disebut sebagai Pawitra itu lebih kaya daripada yang sudah terlihat saat ini. ’’Biarkan para ilmuwan turun dulu,’’ tuturnya.
Karena menjadi destinasi pendidikan, peserta diajak ke Candi Jedong. Mereka melihat langsung dua candi berbentuk gapura yang berdiri sejak 1385 Masehi di lereng Gunung Penanggungan. (uzi/ c14/nda)