Kekayaan Alam Dikeruk, lalu Ditinggal Begitu Saja
BEKAS- bekas tambang kapur menjadi kawasan yang rawan bahaya. Siswa dan pembina Pramuka tewas tenggelam di Panceng April lalu. Terbaru, enam santri MTs Mambaus Sholihin meninggal tragis dalam kubangan bekas tambang kapur di Desa Suci, Kecamatan Manyar, Kamis (18/5).
Mengapa begitu berbahaya? Sebagian besar bekas tambang ternyata tidak dirawat. Pengusaha meninggalkannya begitu saja. Habis kekayaan dikeruk, bekasnya ditinggalkan begitu saja. Tidak ada reklamasi. Padahal, UU No 4 Tahun 2009 mewajibkan pengusaha pertambangan mineral dan batu bara mereklamasi lahan dan hutan pasca pertambangan.
Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang menegaskan aturan serupa. ”Memang banyak yang ditinggal begitu saja. Itu maksudnya apa?’’ ujar Wakil Ketua Komisi I DPRD Gresik Mujid Ridwan kemarin (19/5).
Menurut dia, jumlah eks tambang kapur mencapai ratusan lokasi. Banyak yang mangkrak. Terutama di wilayah Gresik Utara seperti Sidayu, Panceng, Ujungpangkah, dan Bungah. ”Seharusnya ada pengawasan. Pemkab tak boleh tinggal diam,” tegasnya.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Gresik punya tugas mengamankan wilayahnya. Harus aktif mengawasi. Minimal berkoordinasi dengan provinsi. Sebab, izin usaha pertambangan dan galian memang menjadi wewenang provinsi. Dia menyayangkan DLH yang tidak punya data berapa jumlah lokasi pertambangan.
”Kami tak punya datanya. Sekarang ditangani provinsi,” kata Kabid Pelayanan Perizinan Usaha, Perizinan Tertentu, dan Non Perizinan Dinas Penanaman Modal dan PTSP Bambang Irianto. Dia menyatakan, semua izin pertambangan ditangani provinsi. Pemkab sama sekali tak dilibatkan.
Ketua DLH Gresik Sumarno berpendapat, pengawasan seharusnya berada di tangan provinsi. Sebab, merekalah pihak pemberi izin. Sumarno juga mengaku tak punya data berapa jumlah eks galian. ’’Nanti coba koordinasi dengan provinsi,’’ paparnya. Dia tak menampik, banyak lahan bekas tambang yang tak direklamasi. Lokasi dibiarkan begitu saja. (hen/c10/roz)