Jawa Pos

Diperkosa Anggota Pasukan Perdamaian PBB, Ditinggal setelah Hamil

Pasukan perdamaian PBB yang ditempatka­n di Haiti diharapkan bisa membuat penduduk lebih aman. Nyatanya, mereka menghamili banyak remaja perempuan, lalu meninggalk­annya begitu saja. Kini para korban berjuang mencari ayah anak-anaknya. Perjuangan Perempuan

-

SASHA Francesca tidak pernah tahu sosok ayahnya. Bocah berusia 8 tahun itu tidak pernah bertemu langsung dengan pria yang berperan atas keberadaan­nya di dunia. Ibunya, Roseleine Duperval, mengklaim bahwa ayahnya adalah prajurit penjaga perdamaian PBB yang berasal dari Uruguay. Awalnya hubungan mereka baik-baik saja. Namun, semua berubah saat si prajurit tahu bahwa Duperval hamil.

’’Sejak saya mengandung, dia tidak pernah mengirimka­n uang,’’ terangnya. Sebagai orang tua tunggal, dia kerap kekurangan dan harus meminta bantuan sahabat-sahabatnya. Duperval tidak sendirian. Masih ada puluhan perempuan Haiti yang bernasib sama dengannya. Dia lebih beruntung karena masih mengantong­i identitas ayah Francesca. Dengan berbekal identitas pun, dia masih kesulitan melacak pria yang pernah meniduriny­a tersebut.

Sebagian besar perempuan yang lain malah tidak memiliki bukti apa pun untuk menunjukka­n anak yang mereka lahirkan adalah hasil hubungan dengan prajurit penjaga perdamaian PBB. Satu-satunya bukti adalah si anak itu sendiri. Mereka harus melakukan tes DNA untuk mendukung klaimnya.

Pasukan perdamaian PBB sudah 13 tahun berada di Haiti dengan misi yang diberi nama Minustah (Mission des Nations Unies pour la Stabilisat­ion en Haïti). Karena itulah, para bayi yang dilahirkan dari ayah penjaga perdamaian dinamakan bayi Minustah. Selama 13 tahun itu ada sekitar 2 ribu kasus pele- cehan seksual terhadap perempuan yang dilakukan prajurit yang seharusnya menjaga mereka dari konflik tersebut.

Tentu saja itu hanya kasus yang berhasil didata. Jumlah di lapangan bisa jauh lebih besar. Hampir separonya melibatkan anak-anak perempuan yang belum beranjak remaja. Pada 13 April lalu, Dewan Keamanan (DK) PBB menyatakan bahwa misi di Haiti usai pada Oktober nanti. Namun, masalah yang melibatkan para prajurit yang ditugaskan di negara itu belum tuntas.

Para perempuan yang telanjur hamil itu tidak hanya mencari bantuan finansial untuk menyokong anaknya. Tetapi, mereka juga mencari legalitas agar anaknya diakui. Beberapa tahun belakangan ini baru tujuh anak yang dipastikan merupakan darah daging salah seorang prajurit penjaga perdamaian PBB. Masih ada lebih dari 20 yang mengajukan klaim serupa, tetapi belum terproses.

Juru Bicara Penjaga Perdamaian PBB Ismini Palla mengungkap­kan, pihaknya memfasilit­asi tes DNA untuk para bayi Minustah. Mereka bisa melakukan tes di Port-au-Prince, Haiti. Bulan ini ada empat sampel DNA yang dikirim ke Uruguay. Pemerintah Uruguay melacak orang DNA prajurit yang ditengarai menjadi ayahnya. Dari empat tes itu, hanya dua yang terbukti benar ayahnya adalah prajurit penjaga perdamaian asal Uruguay.

Ketika sudah ada bukti, tidak berarti lantas ada bantuan mengucur. Sebab, PBB tidak memberikan bantuan apa pun selain memfasilit­asi pelacakan. Itu pun mereka tidak membayar proses tes DNA-nya. Tidak diketahui siapa yang membiayai. PBB menyerahka­n semuanya kepada ayah si bayi atau negara asal prajurit tersebut untuk membiayai anaknya. Pada akhirnya, banyak di antara mereka yang tetap tidak mendapat pembiayaan. (Reuters/sha/c4/any)

 ?? DIEU NALIO CHERY/AP PHOTO ?? DIBERI GANTI RUGI: Marie Ange Haitis, 40, bersama anaknya, Samantha Haitis. Dia mendapat ganti rugi karena terbukti menjadi korban pemerkosaa­n.
DIEU NALIO CHERY/AP PHOTO DIBERI GANTI RUGI: Marie Ange Haitis, 40, bersama anaknya, Samantha Haitis. Dia mendapat ganti rugi karena terbukti menjadi korban pemerkosaa­n.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia