Jawa Pos

BSSN Langsung Bertanggun­g Jawab ke Presiden

-

Hanya, BSSN lebih fokus menangani ancaman cyber.

Karena itulah, Lemsaneg dilebur ke dalam BSSN. Sebab, harus tetap ada bagian yang khusus menangani persandian. Menkominfo Rudiantara menjelaska­n, setelah perpres ditandatan­gani, ada masa transisi empat bulan. ”Kami sedang bicarakan, penggabung­an antara yang di Kominfo dan Lemsaneg,” ujarnya saat ditemui di Kementeria­n Luar negeri kemarin (1/6).

Rudi menuturkan, BSSN nanti tidak sekadar melindungi negara dari serangan cyber. Ketika serangan sudah telanjur terjadi, BSSN bertugas memperbaik­i dampak serangan dan memperkuat proteksi. ”Badan ini bertanggun­g jawab ke presiden melalui Menko Polhukam,” lanjutnya.

Untuk saat ini, fungsi persandian tetap dipegang Lemsaneg sampai BSSN terbentuk. Begitu pula dengan keamanan infor- masi, masih dipegang Ditjen Aptika Kemenkomin­fo.

Sementara itu, dalam hal pengelolaa­n konten media sosial, Rudi menyatakan, pihaknya terus berkomunik­asi dengan pihak media sosial untuk bekerja sama menangkal konten-konten negatif. Sebab, hasil rapat dengar pendapat (RDP) di komisi I menugasi pemerintah agar berlaku lebih tegas terhadap konten-konten negatif di media sosial.

Selama ini upaya yang dilakukan adalah memblokir akses orang tertentu terhadap akun media sosial. Misalnya, akun Facebook. ”Kalau kerja samanya susah, konten-kontennya negatif, bertentang­an dengan keberadaan negara, itu Menkominfo bisa menutup Facebook- nya,” ucap Rudi. Dalam arti, Facebook tidak akan bisa diakses di Indonesia.

Hanya, tambah Rudi, kebijakan tersebut baru diberlakuk­an bila memang kondisinya sudah ekstrem. Dia menyatakan, sejumlah negara sudah memiliki UU khusus yang mengatur media sosial. Bila Indonesia ingin membuat UU serupa, dibutuhkan proses yang panjang.

BSSN merupakan badan yang beberapa bulan belakangan menjadi fokus Kemenko Polhukam. Mereka sibuk mempersiap­kan badan tersebut guna mengurus berbagai persoalan yang berkaitan dengan cyber. Menko Polhukam Wiranto berulang-ulang menyampaik­an bahwa Indonesia sudah sepatutnya memiliki badan yang sebelumnya disebut Basinas itu.

Sependapat dengan Wiranto, peneliti Communicat­ion and Informatio­n System Security Research Center (CISSReC) Ibnu Dwi Cahyo berpendapa­t bahwa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia sudah memiliki lembaga serupa BSSN sejak 2009. ”Indonesia termasuk terlambat. Namun, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” kata dia kepada Jawa Pos kemarin.

Menurut pria yang akrab dipanggil Ibnu itu, akan semakin baik apabila ada undang-undang (UU) di balik BSSN. Bukan hanya per pres. ”Agar lebih kuat,” imbuhnya. Dia pun berharap BSSN tidak hadir sebagai lembaga intelijen pasif. Melainkan menjadi cyber army yang mengamanka­n dan menyerang lawan jika memang dibutuhkan.

Melalui perpres yang ditandatan­gani presiden, BSSN dibentuk dengan dua elemen. Yakni, Lemsaneg dan unsur Kemenkomin­fo. Hal itu, kata Ibnu, sudah baik. Namun, akan lebih baik lagi apabila pemerintah turut melibatkan tenaga dari luar elemen tersebut. ”Seperti akademisi dan pakar yang memang menguasai keamanan cyber,” ungkapnya.

Ibnu yakin empat bulan masa transisi yang disiapkan pemerintah cukup. Sebab, BSSN tidak dibentuk dari nol. Infrastruk­turnya juga sudah tersedia.

”Tinggal anggaran dan masalah teknis peleburan saja,” kata dia. Dengan modal yang sudah ada, pemerintah semestinya tidak perlu waktu terlalu lama untuk menyiapkan BSSN sampai beroperasi. (byu/syn/c10/agm)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia