Hariyanto Arbi Menangis saat Bacakan Puisi
Hari Kelahiran Pancasila juga diperingati para legenda buku tangkis Indonesia. Para mantan pemain bulu tangkis yang bergabung dalam Komunitas Bulu Tangkis Indonesia itu menyampaikan komitmen kepada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
TIDAK kurang dari 45 mantan pebulu tangkis dari era 1950-an hingga 1990-an hadir di Hotel Santika, Jakarta. Ada Tan Joe Hok, tunggal putra pertama Indonesia yang menjuarai All England 1959 dan meraih emas Asian Games 1962. Dia juga ikut merebut Piala Thomas pada 1958. Ada pula generasi Hariyanto Arbi. Dia ikut mengantarkan Indonesia meraih Piala Thomas empat kali berturut-turut dari 1994, 1996, 1998, sampai 2000.
’’Kami di sini berkumpul untuk me- nyuarakan bahwa kami tetap bagian dari NKRI,’’ ujar Hendra Kartanegara, nama lain Tan Joe Hok.
Momentum 1 Juni yang merupakan Hari Kelahiran Pancasila dinilai tepat buat mereka menyampaikan unekunek terkait dengan persatuan dan kesatuan NKRI. Legenda bulu tangkis Indonesia yang sebagian besar merupakan etnis Tionghoa tak mau merasakan pilu yang berulang seperti saat kerusuhan 1998 silam. Atau saat mereka kerap dihadapkan pada persoalan surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia (SKBRI).
’’Saya adalah WNI yang sangat cinta NKRI. Dengan keringat dan air mata, kami berbakti. Tidak terhitung kami berjuang mengharumkan negeri,’’ ucap Hariyanto Arbi saat mulai membacakan puisi berjudul Kami Juara karena Kami Berbeda.
Suasana mendadak haru saat Arbi membacakan puisi yang juga di- posting di akun Instagram pribadinya pada 21 Mei lalu. Bahkan, Arbi yang terkenal dengan smes 1.000 watt tak kuasa meneteskan air mata. ’’Kita berjaya karena Pancasila, kita kuat berkat Bhinneka Tunggal Ika,’’ tutur Arbi.
Iklim politik Indonesia yang cukup panas dalam beberapa waktu terakhir membuat legenda bulu tangkis itu angkat suara. Mereka enggan mengulangi luka lama. Kepada para generasi muda bulu tangkis Indonesia, mereka menitip pesan agar tetap menjaga persatuan NKRI melalui olahraga, dalam hal ini bulu tangkis.
Eddy Hartono, misalnya. Legenda ganda campuran dan ganda putra pe- latnas itu melihat bahwa kesempatan penerusnya untuk berkarya masih terbuka lebar. Khususnya di ganda campuran, Eddy melihat ada potensi besar yang bisa dikembangkan.
’’Sekarang masih ada Tontowi Ahmad/ Liliyana Natsir ataupun Praveen Jordan/ Debby Susanto. Saya rasa, Richard Mainakypunya strategi jitu untuk mendongkrak performa pemain pelapis,’’ beber pria yang saat aktif bermain kerap tampil bersama Verawati Fajrin tersebut.
Hal yang sama disampaikan Sarwendah Kusumawardhani, mantan pemain dan pelatih pelatnas tunggal putri. Meskipun kini tunggal putri masih paceklik juara, Sarwendah yakin penerusnya bisa melanjutkan generasinya.
’’ Tunggal putri sekarang memang muda, bukan berarti itu jadi alasan. Ini saatnya mereka memberikan bukti,’’ papar Sarwendah. Saat ini tunggal putri masih mengandalkan Fitriani, Dinar Dyah Ayustine, Hanna Ramadini, dan Gregoria Mariska Tunjung. (nap/c19/tom)