Gali Sumur, Nemu Banyak Peluru
Santri dan kiai merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjuangan meraih kemerdekaan. Di Surabaya, jejak kiai dan santri yang terjun ke medan pertempuran masih terlihat jelas.
SIDOSERMO, Sidoresmo, dan Ndororesmo. Itulah sebutan untuk satu kampung di pinggir Kali Jagir, Kelurahan Jagir. Entah sebutan mana yang benar. Yang pasti, tiga kata tersebut sama-sama mewakili nama pusat peradaban Islam. Di kampung itulah lahir ulama-ulama besar Indonesia.
Masuk ke Gang Sidosermo Dalam, terlihat gapura dengan kubah di sisi kiri dan kanan. Gapura tersebut bertulisan ’’Kawasan Pondok Pesantren Ndresmo’’. Di sana terdapat lebih dari 12 pesantren yang memiliki benang merah dengan Sunan Ampel.
Dikisahkan, suatu ketika Sunan Ampel melihat santri-santrinya tengah tidur. Tubuh salah seorang santrinya memancarkan cahaya. Namun, wajahnya tidak terlihat karena posisi tidurnya mene- lungkup. Untuk menandai, Sunan Ampel lantas mengikat ujung sarung santri tersebut.
Pagi pun tiba. ’’Siapa di antara kalian yang sarungnya saya ikat?’’ tanya Sunan Ampel kepada para santrinya. Mengakulah seorang santri bernama Sayyid Sulaiman. Kemudian, Sunan Ampel menambahkan sebutan ’’Emas’’ yang dilafalkan ’’Mas’’. Sejak saat itu nama santri tersebut menjadi Mas Sayyid Sulaiman.
Sulaiman hanya beberapa saat menimba ilmu dari Sunan Ampel. Beberapa bulan kemudian, Sunan Ampel wafat. Sepeninggal sang guru, Sulaiman melanglang buana. Hingga akhirnya dia menikah dan memiliki anak. Salah satunya, Ali Akbar.
Demi menyebarkan agama Islam, Ali Akbar pun mengembara dan menemukan tempat di Ndoro- resmo. Sebelumnya, tempat itu hanya berupa hutan belantara. Kemudian, dia mendirikan sebuah langgar yang terbuat dari gedek dan kayu. Waktu itu dia hanya memiliki lima santri.
Suatu ketika, dia melihat lima santri itu mengaji ( nderes dalam bahasa jawa) dengan sangat rajin. Tiap waktu senggang digunakan untuk nderes. Karena belum mempunyai nama, tempat itu lantas diberi nama Ndresmo yang artinya Nderes Santri Limo. Setelah itu, dia meninggalkan bakal pesantren tersebut untuk berkelana lagi. Tempat itu kemudian diserahkan kepada muridnya yang bernama Ali Wahab Al Mujahid.
Berdasar kitab
yang ditulis Jenderal Arab Saudi Abdurrahaman Jamalulel, berdasar referensi dari buku catatan sejarah di Leiden, Belanda, ditemukan fakta bahwa Sayyid Sulaiman sudah menjadi bagian dari perlawanan terhadap Belanda. Hal itu ditandai dengan salah satu kutipan dari buku. ’’Yang memusuhi saya (Belanda, Red) adalahSulaiamandancucu-cucunya. Nah, di antaranya adalah Abdul wahab Al Mujahid,’’ kata Mas Yusuf, pimpinan pesantren An-Najiyah. Pesantren tersebut juga berlokasi di dalam kawasan Pondok Pesantren Ndresmo.
Banyak ditemukan peninggalan sejarah di wilayah Ndororesmo. Menurut Mas Yusuf, dulu waktu pembangunan Masjid Ali Akbar ditemukan peluru-peluru peninggalan Belanda. ’’Waktu itu tahun 1979. Waktu gali sumur, ternyata ditemukan banyak peluru,’’ ungkapnya. (galih adi prasetyo/c15/oni)