Kasus Basuki Jadi Pintu Masuk
KPK Usut Semua Pemberi-Penerima Suap
JAKARTA – Operasi tangkap tangan ( OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan pimpinan DPRD dan Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) Pemprov Jatim hanya permulaan. KPK me- mastikan akan menjadikan kasus dengan enam tersangka itu sebagai pintu masuk untuk mengetahui semasif apa budaya setor SKPD ke DPRD Jatim
Setoran uang dari Kepala Dinas (Kadis) Pertanian Bambang Heriyanto dan Kadis Peternakan Rohayati kepada Ketua Komisi B DPRD Jatim Moch. Basuki diduga hanyalah sebagian kecil dari suap yang terjadi di dua lembaga itu.
Jubir KPK Febri Diansyah mengakui, kasus tersebut tidak akan berhenti hanya pada enam tersangka. ”Kami terus mencari siapa pihak yang diduga menjadi pemberi dan siapa penerima,” terangnya.
Tidak tertutup kemungkinan, uang ratusan juta rupiah itu disetor dengan berbagai restu dari atasan enam tersangka. Namun, saat ini KPK masih berfokus pada enam tersangka tersebut. ”Kami fokus enam ini dulu, baru lainnya,” kata Febri saat ditemui di depan gedung KPK kemarin (7/6).
Ada indikasi setoran dari SKPD ke DPRD tersebut dilakukan berulang-ulang. Khususnya, setoran itu untuk fungsi pengawasan yang dilakukan DPRD. ”Kami akan lihat semasif apa setoran dari SKPD ke DPRD tersebut,” paparnya.
Saat ini juga ditelusuri asal uang yang disetorkan tersebut. Apakah dari APBD atau dana lainnya. ”Kami akan melihat asal uang setoran itu, dari swasta atau dari anggaran yang didesain sedemikian rupa untuk diberikan ke DPRD.”
Febri juga mengklarifikasi kabar adanya dua Kadis lain (dinas perindustrian-perdagangan dan dinas perkebunan) yang ditangkap. Menurut dia, tidak ada penangkapan terhadap dua Kadis lain. ”Hanya memeriksa lima orang, tapi belum bisa disebut identitasnya,” ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum Basuki, M. Sholeh, mendatangi gedung KPK kemarin. Dia berencana menemui Basuki untuk memberikan pendampingan hukum. ”Saya sedang berupaya bertemu,” jelasnya.
Terkait dengan kasus tersebut, dia mengatakan sempat dihubungi Basuki pada Selasa (6/6) pukul 17.30. Dalam komunikasi via telepon itu, Basuki meminta Sholeh agar mendampingi dirinya dan istrinya dalam proses hukum tersebut. ”Saat telepon itu, dia meminta saya langsung datang ke rumah untuk mendampingi istrinya yang sedang dimintai keterangan penyidik KPK,” tuturnya.
Kepada Sholeh, Basuki juga mengaku sama sekali tidak terkait dengan kasus penerimaan setoran SKPD tersebut. Bahkan, Basuki merasa dirinya dijebak dalam kasus itu.
Selanjutnya, saat berada di kediaman Basuki untuk mendampingi istrinya, Sholeh juga mengaku telah berdiskusi dengan penyidik KPK mengenai kasus itu. Menurut dia, penyidik meminta Basuki menyerah dan mengakui semua. ”Sebab, staf-staf yang tertangkap itu sudah mengakui terkait peran Pak Basuki. Saat berdiskusi dengan penyidik KPK, Pak Basuki belum tertangkap ya,” katanya.
Sholeh menambahkan, saat ini ada dua opsi langkah hukum yang akan ditempuh dalam mewakili Basuki. Pertama, bila Basuki masih yakin tidak bersalah, pihaknya akan mengajukan praperadilan. ”Kita protes penetapan tersangka- nya,” jelasnya.
Kedua, bila Basuki berubah sikap dengan mengakui perbuatannya, yang harus ditempuh adalah menjadi justice collaborator (JC). Dia harus membantu KPK untuk mengungkap korupsi yang membudaya di Pemprov dan DPRD Jatim. ”Yang pertama, Basuki ini orang baru di DPRD Jatim, baru terpilih 2014. Masih banyak yang lebih lama di DPRD Jatim,” ungkapnya.
Apalagi, selama ini DPRD dengan Pemprov Jatim sangat ”adem ayem”. Bukan berarti tidak ada- apa-apa, justru menjadi tanda tanya. ”Mengkritik tidak pernah, tenang banget. Jangan-jangan ada apa-apanya,” ujar Sholeh.
Lalu, lanjut dia, ada empat kepala dinas yang menyetor ratusan juta rupiah juga merupakan hal ganjil. Akan sangat tidak mungkin bila pemberian uang ratusan juta rupiah itu tanpa izin atasannya, seperti sekretaris daerah (Sekda), wakil gubernur, dan gubernur. ”Tentunya, bila KPK ingin membersihkan, jangan tanggung,” tegasnya.
Dengan begitu, sebenarnya posisi Basuki itu tepat menjadi JC. Sebab, Basuki bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar grand design korupsi di Pemprov dan DPRD Jatim. ”Membongkar gurita korupsi di Jatim dari pintu ini,” jelasnya.
Aktivitas Dua Kadis Sementara itu, dua pimpinan SKPD yang dikabarkan ikut menyetorkan commitment fee kepada Basuki mengadakan pertemuan tertutup dengan Kabiro Hukum Setdaprov Jatim Himawan Estu Subagio di Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Jalan Siwalankerto. Dua pimpinan SKPD itu adalah Kadis Perindag Ardi Prasetyawan dan Kadis Perkebunan Samsul Arifin.
Dalam siaran pers KPK, Kadis Perindag diduga menyetorkan Rp 50 juta ke Basuki pada 31 Mei 2017, sedangkan Kadis Perkebunan diduga menyerahkan uang Rp 100 juta.
Setelah pertemuan, Himawan, Ardi, maupun Samsul tidak banyak berkomentar. Samsul tetap berkantor seperti biasa. Namun, yang bersangkutan tampak meninggalkan kantor saat siang dengan mobil pribadi.
Begitu pula Ardi yang tetap berada di kantor sepanjang sore. Dia sempat menyampaikan harapannya agar kasus suap itu segera selesai. ”Semoga tidak berkembang yang aneh-aneh. Saya serahkan kepada pihak yang kredibel,” tutur Ardi di kantornya kemarin.
Tidak terlihat petugas KPK yang memeriksa kantornya. Kantor disperindag terpantau sepi.
Himawan menampik bahwa pertemuan tersebut membahas tindakan yang akan diambil setelah adanya rilis KPK berkaitan dengan kasus Basuki. ”Hanya bicara kirakira bagaimana selanjutnya,” tuturnya kepada Jawa Pos. Dia menyatakan, kunjungan ke disperindag merupakan bentuk empati terhadap dua Kadis terduga.
Pada bagian lain, mengenai pengisian kekosongan jabatan dua Kadis setelah OTT, pemprov mengumumkan dua Plt Kadis bersangkutan kemarin. Plt Kadis Peternakan dijabat Abdul Hamid (asisten III Sekdaprov Jatim). Plt Kadis Pertanian diisi Hadi Sulistyo yang merupakan Kabiro Administrasi Pembangunan Setdaprov Jatim.
Sejumlah personel KPK kembali ke Surabaya kemarin. Mereka melakukan penggeledahan serentak di beberapa titik. Di antaranya, kantor DPRD. Beberapa petugas berseragam KPK memeriksa ruang kerja pribadi anggota komisi B satu per satu.
Diduga, commitment fee yang disetorkan beberapa kepala dinas itu tidak hanya diterima Basuki selaku ketua komisi. Seperti rilis KPK yang disampaikan Selasa malam (6/6), ada satu mantan anggota komisi B yang ikut andil dalam penerimaan setoran triwulanan tersebut.
Ada tiga nama terduga yang muncul. Yakni, Ka’bil Mubarok (pindah ke komisi E), Atika Banowati (pindah ke komisi D), dan Ahmad Fawaid (pindah ke komisi A). Sepanjang siang kemarin, KPK juga telah memeriksa kediaman salah seorang di antara tiga terduga tersebut. Lokasinya berada di Pondok Jati, Sidoarjo. KPK tengah mendalami keterlibatan mantan anggota komisi B itu. Yang bersangkutan dikabarkan sedang berada di luar kota.
Penggeledahan berlangsung mulai pukul 09.00 hingga 18.30. Petugas KPK keluar dari kantor DPRD dalam dua kloter. Pertama, petugas yang keluar pada pukul 15.30 membawa tiga koper besar. Petugas juga melepas beberapa CCTV di sekitar lorong gedung. Rombongan kedua baru menyelesaikan pemeriksaan selepas magrib. Sepanjang pemeriksaan, para petugas didampingi staf DPRD Jatim. (idr/deb/aji/sal/c7/agm)