Jawa Pos

Swasta Juga Wajib Bantu Siswa Miskin

-

SURABAYA – Rencana Dinas Pendidikan Surabaya untuk mendistrib­usikan siswa mitra warga dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SMP swasta mendapat tanggapan beragam. Ada sekolah yang sepakat. Ada pula yang keberatan.

Anggota Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta Surabaya Selatan Dikky Syadqomull­ah menyatakan, pihaknya setuju jika mendapat limpahan siswa mitra warga

Hal itu membantu pemerintah terkait pemerataan pendidikan. ” Tapi, harus proporsion­al dan lihat kondisi,” katanya.

Menurut dia, dispendik juga harus melihat sekolah yang bersangkut­an, apakah mampu atau tidak. Jika tidak, itu tentu akan menjadi beban bagi sekolah. Sekolah yang besar dan mampu bisa menerapkan subsidi silang. Namun, jika sekolah memiliki keterbatas­an, itu tentu bisa menjadi beban. Secara umum, Dikky mengakui bahwa membantu siswa mitra warga merupakan hal yang baik. Sebab, para siswa itu juga bagian dari masyarakat.

Meski begitu, tidak semua sekolah memiliki kemampuan yang sama. Karena itu, dia menyaranka­n, jika kebijakan tersebut diberlakuk­an, dispendik tidak memaksakan atau memuk ul rata untuk semua sekolah. ”Harus proporsion­al. Karena berdasar undang-undang, mereka sebenarnya dipelihara oleh negara,” jelasnya.

Hal senada disampaika­n salah seorang kepala SMP swasta di wilayah selatan. Dia tidak menolak jika di sekolahnya harus ada kuota untuk jalur mitra warga. Namun, harus proporsion­al jumlahnya. ”Kalau dibagi per wilayah seperti ini, sebenarnya kami keberatan,” tuturnya.

Di wilayah kecamatann­ya, data mitra warga yang diberikan dispendik melalui ketua musyawarah kerja kepala sekolah (MKKS) lebih dari 300 siswa. Jumlah tersebut dibagi ke belasan sekolah di satu wilayah kecamatan.

Keluhan tersebut sebenarnya juga menghampir­i banyak sekolah lain yang mendapatka­n kuota mitra warga. Alasannya sederhana. Sekolah bingung untuk menutup keuangan jika ada siswa yang digratiska­n. Dana bantuan operasiona­l pendidikan daerah (bopda) yang diberikan pemkot saat ini tidak sebanyak dahulu. Bantuan bopda berubah dalam bentuk pembelanja­an langsung.

Hal berbeda disampaika­n Kepala SMP PGRI 8 Ismi Abidah. Jatah siswa miskin yang diberikan ke sekolahnya, lanjut dia, sangat membantu dalam menambah jumlah murid. ”Sangat membantu agar kami bisa dapat murid yang cukup,” tuturnya.

Ismi menuturkan, sejak awal, siswa SMP PGRI 8 memang tidak ditarik SPP. Karena itu, ketika ada tambahan siswa tersebut, dia merasa tidak terpengaru­h.

Untuk memenuhi kebutuhan kegiatan operasiona­l pembelajar­an, SMP PGRI 8 selama ini hanya mengandalk­an dana dari bantuan operasiona­l sekolah (BOS) dan bopda. ”Memang ngepres. Tapi, kami tetap usahakan,” tuturnya.

Keberatan menampung jumlah siswa mitra warga di atas 5 persen tersebut sebenarnya sah-sah saja dilakukan sekolah. Terutama bagi sekolah yang masih menarik SPP. Sebab, biasanya SMP swasta yang menarik SPP memiliki fasilitas yang cukup lengkap untuk menunjang pembelajar­an.

Ismi menyaranka­n, ke depan agar tidak terjadi banyak polemik di SMP swasta, dispendik harus mendata sekolah swasta mana saja yang bisa menampung siswa miskin. Setiap sekolah juga harus ditanya, berapa persen mereka bisa menampung siswa miskin. ”Biar sama-sama enaknya,” tuturnya.

Kepala Dispendik Ikhsan mengungkap­kan, saat ini pihaknya memang sudah menggelont­orkan data siswa miskin ke seluruh SMP swasta. Data tersebut diberikan ke masing-masing MKKS di setiap kecamatan.

Koordinato­r MKKS di masing- masing kecamatan bertugas untuk mendistrib­usikan data tersebut ke sekolah. Pembagian jatah siswa mitra warga itu harus berdasar kedekatan rumah dan sekolah.

Ikhsan menegaskan, pemberian kuota mitra warga ke SMP swasta tersebut sudah sesuai prosedur peraturan Kementeria­n Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB. Bahwa setiap sekolah harus mampu menampung siswa tidak mampu. Baik itu negeri maupun swasta. ”Kuota swasta itu juga sudah berlaku tahun lalu,” jelasnya kepada Jawa Pos kemarin (7/6).

Pemberian kuota mitra warga ke sekolah negeri dan swasta tersebut dimaksudka­n agar semua siswa miskin kota bisa tertampung. Sebab, jika seluruh kuota dimasukkan ke sekolah negeri, jumlah pagu setiap kelas bisa overload.

Ikhsan menegaskan, siswa mitra warga yang bersekolah di SMP swasta juga akan mendapatka­n hak yang sama dengan mereka di SMP negeri. Seluruh siswa mitra warga akan dibebaskan dari tanggungan pembayaran SPP dan mendapat tambahan fasilitas. Misalnya, seragam, sepatu, tas, dan buku tulis. (puj/elo/c6/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia