Ombudsman Tunggu Respons Pemkot
Penyelesaian Kasus Pamurbaya
SURABAYA – Warga Gunung Anyar Tambak melapor ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Provinsi Jawa Timur pada 4 April lalu. Penyebabnya, ada 99 rumah di Wisma Tirto Agung Asri (WTAA) yang disegel satpol PP karena dianggap menyalahi peruntukan. Sampai dua bulan ini, belum ada respons dari Ombudsman maupun pemkot.
Warga menyatakan tidak mengetahui bahwa di tanah yang mereka beli tidak boleh ada bangunan. Sebab, tidak ada penanda jelas pada kawasan pantai timur Surabaya (pamurbaya). Hanya ada 25 patok yang tersebar di wilayah seluas 2.500 hektare tersebut. Beberapa patok itu juga tertutup semak-semak dan tidak diketahui warga.
Warga berani membangun rumah karena lurah setempat menandatangani surat sporadik dengan peruntukan hunian. Karena melihat ketidakadilan itulah, warga akhirnya melaporkan masalah tersebut ke ORI Jatim.
Terkait dengan hal itu, ORI Jatim telah memanggil lurah Gunung Anyar Tambak dan camat Gunung Anyar. Asisten Pemerintahan Yayuk Eko Agustin Wahyuni juga dimintai keterangan.
Saat itu terjadi perdebatan tentang boleh tidaknya bangunan dibebaskan. Sebab, bangunan yang berdiri di lahan hijau itu tidak sesuai peruntukan. Namun, pemkot berupaya agar bangunan milik warga bisa dibebaskan. Alasannya, bangunan tersebut berdiri di atas alas hak yang sah.
Kepala ORI Jatim Agus Widiyarta berencana melayangkan surat klarifikasi kedua. Kali ini surat tersebut langsung dikirimkan ke wali kota. ”Mungkin Minggu depan,” ujarnya.
Kasus pamurbaya masuk kategori III atau kasus paling berat. Kasus itu harus ditangani selama tiga bulan. Lantas, bagaimana bila masalah tersebut tidak tuntas hingga Juli nanti? ORI bakal meminta pemkot untuk mengambil keputusan secepatnya.
Ketua Komisi A DRPD Surabaya Herlina Harsono Njoto telah berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Maria Theresia Ekawati Rahayu. ”Kata Kadis, tanah tidak bisa (membebaskan bangunan, Red),” ujar politikus Partai Demokrat itu.
Masalah tersebut juga menjadi perhatian komisi A. Namun, sama dengan ORI, pembahasan di komisi A juga terhenti. Herlina belum bisa memastikan kapan pihaknya memanggil warga terdampak.
Sementara itu, ORI Jatim juga sedang menyusun laporan pengaduan pada triwulan kedua. Laporan tersebut dikeluarkan pada akhir Juni. Menurut lembaga itu, pengaduan tanah masih mendominasi pada triwulan pertama.
Pada laporan triwulan pertama, terdapat 26 kasus pertanahan yang dilaporkan. Di posisi kedua, ada laporan kepolisian, peradilan, dan administrasi kependudukan yang sama-sama 10 pengaduan. Untuk ketenagakerjaan, ada sembilan pengaduan. Bila ditambah dengan laporan lain, jumlah pengaduan pada triwulan pertama mencapai 118 kasus. Artinya, rata-rata pengaduan setiap hari mencapai empat perkara.
Surabaya menduduki peringkat tertinggi sebagai pelapor. Yakni, sebanyak 42 laporan. Disusul Sidoarjo dengan 15 laporan dan Sumenep 6 laporan. Ada juga Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kabupaten Gresik yang sama-sama mendapat 5 laporan. (sal/c7/git)