Kaji Kitab Kuning Lima Kali Sehari
BANGUNAN utama Ponpes Sabilur Rosyad Al-Utsmani setinggi lima lantai. Tegak menghadap sungai selebar 10 meter. Senin malam itu (5/6), salat Tarawih baru usai. Warga sekitar dan santri berhamburan keluar masjid. Namun, para santri tidak menjauh dari masjid. Mereka bergegas menuju ruang kelas untuk belajar kitab kuning. Itulah salah satu rutinitas saat Ramadan yang wajib diikuti.
’’Malam ini kita membaca kitab Nashoihul ’Ibad,” ujar Ustad Muhammad Fauzi, ketua Yayasan Sabilur Rosyad Al-Utsmani. Nashoihul ’Ibad merupakan kitab yang mengajarkan dan memberi nasihat agar hati selalu sehat. Kitab itu juga mengajarkan bagaimana seharusnya para santri menjalani kehidupan dengan santun dan sesuai amalan nabi. Di atas lantai keramik, para santri duduk bersila dan mencermati kitab yang ada di depan mereka.
Sebenarnya bukan hanya Nashoihul ’Ibad yang diajarkan. Selama Ramadan, para santri juga mendalami kitab kuning lain. Setelah subuh, para santri wajib membaca kitab Al-Adzkar. Kemudian, setelah duhur, para santri mengkaji kitab Tanbihul Ghofilin. Setelah asar dan menjelang magrib, mereka diwajibkan membaca kitab risalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Begitu seterusnya, lima kali berturut-turut dalam sehari. Setelah menjalankan salat wajib, mereka harus mengkaji kitab yang telah ditetapkan.
Ustad Muhammad Fauzi menyatakan, kegiatan santri selama Ramadan dipenuhi dengan aktivitas keagamaan. Meski demikian, pelajaran akademik terus berjalan. Hanya porsinya yang sedikit berkurang. Para pengasuh mengharapkan para santri semakin memperkukuh ilmu agama pada bulan penuh berkah ini.
Ponpes yang terletak di Jalan Hang Tuah itu ingin menciptakan sumber daya manusia yang kukuh secara spiritual maupun akademis. Kehidupan modern membuat nilainilai spiritual tergerus. Karena itu, momen Ramadan merupakan waktu yang tepat untuk meningkatkan ilmu dan iman para santri. Sebab, salah satu tujuan utama berdirinya ponpes adalah menjawab kebutuhan spiritual dan akademis umat Islam di sekitar ponpes. Tujuan lain adalah mencetak para pemimpin yang memiliki cara berpikir yang bijak.
Ustad Muhammad Fauzi menambahkan, ponpes memiliki sejarah yang panjang. Ponpes dibangun atas dasar pemenuhan kebutuhan warga pada nilai keagamaan. Sebelum ponpes berdiri, banyak warga yang tinggal di sekitar Jalan Hang Tuah mengesampingkan urusan agama. Dengan memperkukuh kegiatan keagamaan dan pelajaran akademik, dia berharap lahir santri-santri yang bisa melanjutkan dakwah Islam dan membawa kebaikan bagi sesama.
Alumnus Ponpes Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, itu menambahkan, perguruan pencak silat Sabilur Rosyad AlUtsmani lebih dahulu berdiri ketimbang ponpes. (jos/c7/oni)