Jawa Pos

Jadi Tempat Curhat Tahanan Perempuan

-

DI kalangan tahanan dan narapidana (napi) Blok Wanita (W) Lapas Kelas II-A Sidoarjo, nama Ida Wahyuni Nurlatifa cukup terkenal. Tiap awal pekan perempuan 47 tahun itu bertemu dengan para pelaku tindak pidana perempuan. Tidak sekadar bertatap mata, Ida bertandang demi membahas tafsir Alquran bersama warga binaan di sana.

Di Musala An Nisa di blok W, Ida selalu dikeliling­i puluhan tahanan dan napi. Setiap berjumpa, ibu tiga anak itu membawa oleholeh berupa ilmu baru bagi penghuni penjara. Dia senantiasa memberikan semangat kepada mereka. Ida selalu berpesan bahwa selalu ada hikmah di balik setiap kejadian dalam hidup. Termasuk ketika seseorang merasa tidak bersalah, tetapi dipidana. ’’ Saya sampaikan pada mereka bahwa di sini ini tidak di tahanan. Tapi lagi mondok. Cari ilmu,’’ ucap perempuan kelahiran Sidoarjo tersebut.

Dengan tujuan mencari ilmu dan kebaikan, Ida berharap para penghuni tidak galau lagi. Mereka fokus ’’ di dalam penjara. Meski hal itu tidak mudah dilakukan. Sebab, banyak penghuni yang belum bisa ikhlas menjalani kehidupan di bui. ’’ Bagi yang baru, pasti awal-awal merasa keberatan,’’ kata Ida. Dia sering menjadi tempat curahan hati (curhat) para penghuni. Sudah menjadi hal biasa saat ada penghuni yang datang padanya dengan berlinang air mata. Menceritak­an isi hatinya.

Dengan sabar, Ida mendengark­an curhat mereka. Dengan telaten, dia juga memberikan pengertian dan menghibur mereka. Ayat Alquran dijadikan dasar untuk menguatkan pernyataan demi meyakinkan para tahanan dan napi.

Ida mengatakan tidak pernah grogi atau takut menginjakk­an kaki di bui. Dia kali pertama mengisi kegiatan keagamaan di Rutan Kelas I Surabaya (Medaeng). Mulanya, Ida hanya ikut seniornya. Tugasnya membuka dan menutup ceramah saja. Lama-kelamaan dia berani menjadi pembicara sendiri. Sejak 2011 dia aktif berkegiata­n di Blok W Rutan Kelas I Surabaya. Pada awal 2015, kegiatan Ida baru beralih ke Lapas Delta.

Menurut dia, ada kepuasan tersendiri ketika bisa berbagi ilmu agama di tahanan. Banyak kesan yang didapat selama berada di tahanan. Ida paham dari gerak gerik dan sorot mata para tahanan serta napi yang tidak berkenan dengannya. Setelah berkegiata­n, dia pasti mendekati mereka yang memberikan sinyal penolakan. Ida mulai menyapa dengan menanyakan nama. Pembicaraa­n pun berlanjut sampai ke permasalah­an yang dihadapi penghuni. ’’ Kalau sudah kenal, pasti tidak benci lagi,’’ tambahnya.

Rita Lien, salah seorang tahanan lapas, mengaku senang mengikuti pengajian Ida. Perempuan 23 tahun itu merasa mendapat ilmu baru. Tahanan nakoba yang telah divonis pidana empat tahun dalam perkara pertamanya itu pun tidak keberatan menulis apa yang disampaika­n Ida dalam catatan kecilnya. ’’ Tambah senang ikut pengajian,’’ kata Rita. (may/ c15/ai)

 ?? DITE SURENDRA/JAWA POS ?? mondok’’ BAGI ILMU: Ida Wahyuni Nurlatifa (dua dari kiri) memberikan tausiah kepada napi perempuan. Dia tidak grogi saat berceramah di lapas.
DITE SURENDRA/JAWA POS mondok’’ BAGI ILMU: Ida Wahyuni Nurlatifa (dua dari kiri) memberikan tausiah kepada napi perempuan. Dia tidak grogi saat berceramah di lapas.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia