Koreksi Youthquake kepada Generasi Tua
Kampanye dengan model menyebar fitnah yang dilakukan Partai Konservatif kandas di hadapan tingginya partisipasi anak-anak muda. Bahkan di kandang yang sangat konservatif pun mereka kalah.
MACAM-MACAM fitnah sudah pernah ditembakkan kalangan pendukung Partai Konservatif Inggris ke pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn selama kampanye. Mulai musuh demokrasi, simpatisan IRA (Tentara Republik Irlandia), sampai berteman dengan jihadis.
Hasilnya? Barangkali ini yang disebut ”karma politik”. Setelah suaranya tereduksi habis-habisan, Tory –sebutan Partai Konservatif– kini harus menjilat fitnah mereka sendiri.
Dengan hanya mengantongi 318 kursi, untuk bisa membentuk pemerintahan, partai yang dipimpin Perdana Menteri Theresa May itu mesti merayu Partai Uni Demokrasi (UDP) yang memiliki 10 seat. Sebab, syarat minimalnya adalah 326 kursi.
Padahal, partai yang berbasis di Irlandia Utara itu dikenal memiliki hubungan dekat dengan Ulster Defence Association (UDA). Meski tak sepopuler IRA, UDA dikenal sebagai kelompok teroris keji.
Belum lama ini, anggota paramiliter UDA menghabisi seorang pria di depan umum dengan sadis. Bahkan di hadapan anak si korban yang masih berusia tiga tahun.
Itu pun, sejauh ini UDP masih ”jual mahal”. ”Masih terlalu dini untuk berbicara tentang kesepakatan. Kami akan bertemu dulu,” kata Ketua UDP Arlene Foster kepada Radio Ulster. Nah, lho!
Dan, Pemilu Legislatif Inggris yang baru berakhir itu mengandung banyak sisi nah lho, nah lho yang lain. Mulai anak-anak muda yang mengoreksi kepongahan orang tua sampai para ”majikan” yang untuk kali pertama seiya sekata dengan para ”karyawan” mereka.
Louise Traynor termasuk anak muda yang bergabung dengan barisan pengoreksi generasi tua. Dia datang ke tempat pemungutan suara (TPS) bersama jutaan pemilih segenerasinya dan memberikan vote mereka kepada Partai Buruh yang dipimpin Jeremy Corbyn.
Itu tak dilakukannya saat referendum untuk menentukan apakah Inggris bertahan atau keluar dari Uni Eropa (UE) lalu. Seperti diketahui, referendum tersebut menghasilkan Brexit. Inggris keluar dari UE.
”Betapa bodohnya saya waktu itu,” ujar waitress yang bekerja di Distrik Battersea, London, itu.
Brexit bagi generasi muda Inggris adalah momok. Sebab, mereka tak akan lagi bisa bebas keluar masuk negara-negara UE. Entah untuk tujuan studi maupun wisata.
Mereka juga tidak akan bisa lagi leluasa mencari peluang kerja ke negara-negara UE. Semuanya akan terkendala dokumen perjalanan, izin, dan biaya.
Partisipasi pemilih muda di pemilu kali ini mencapai 72 persen, sedangkan dua tahun lalu hanya 43 persen. Dibandingkan dengan saat referendum, juga ada kenaikan 8 persen.
Sebagian besar memilih Partai Buruh yang menentang Brexit. Di sisi lain, Tory merupakan pengusung utama perceraian dengan Uni Eropa itu.
Jika May kelak akhirnya menyerah terhadap tekanan untuk mundur dan Corbyn yang jadi pengganti, pemimpin Partai Buruh itulah yang akan bernegosiasi dengan UE terkait Brexit.
Bisa dipastikan agenda Brexit otomatis bakal berubah. Dengan kalimat lain, Youthquake –demikian sebutan untuk gelombang tingginya partisipasi anak-anak muda di pemilu kali ini– tak sia-sia.
Partai Buruh total mendapatkan tambahan 30 kursi di pemilu kali ini. Sedangkan Tory kehilangan 12 kursi. Nah, salah satu kursi yang hilang itu terjadi di Kensington yang sepanjang sejarah selalu jadi milik Konservatif.
Cuma satu kursi memang. Tapi, dampak psikologis sungguh besar. Sebab, demografi Kensington itu Tory banget: distrik elite, berisi juragan-juragan kaya raya, dan kulit putih. (AFP/Reuters/BBC/ CNN/guardian/theindependent/ themirror/hep/c10/ttg)