Minimal Kantongi HGB
Penataan Bisnis Lahan Kavling
GRESIK – Usaha jual beli tanah kavling di Kota Giri tak terkendali. Tidak hanya menjual lahan yang sudah bersertifikat, pelaku usaha bisnis juga memasarkan tanah kavling yang hanya mengantongi bukti kepemilikan minimalis.
Fenomena itu diakui oleh dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu (DPM-PTSP). Sebab, cukup banyak pengajuan izin lahan kavling yang ternyata belum mengantongi sertifikat resmi. ”Ada sejumlah lahan kavling untuk kawasan permukiman, tapi belum memiliki sertifikat resmi,” kata Kasi Pelayanan Perizinan Tata Ruang DPMPTSP Johar Gunawan kemarin (8/6).
Dia mengatakan, seluruh pengajuan izin pembangunan kawasan permukiman terhadap lahan-lahan tersebut sudah ditolak. Selain itu, seluruh instansi terkait pemkab sudah membuat kesepakatan bersama.
Seperti apa? Dia menjelaskan, lahanlahan kavling tersebut harus sudah mengantongi sertifikat resmi dari BPN. Minimal berupa hak guna bangunan (HGB). ”Sertifikat itu jadi syarat pembuatan izin pemanfaatan ruang (IPR),” katanya.
Seluruh pengajuan usaha lahan kavling juga harus mengantongi block plant. Yakni, pengusaha harus menyusun perencanaan pembangunan dengan sistem 60:40. Sebanyak 60 persen dari total lahan digunakan untuk pendirian rumah. Sisanya berfungsi sebagai fasilitas umum-fasilitas sosial (fasum-fasos). Selain itu, lebar jalan akses yang disiapkan minimal 6 meter.
Dalam pemantauan tersebut, DPM-PTSP melibatkan sejumlah instansi terkait. Di antaranya, dinas perumahan dan permukiman serta dinas perhubungan. ”Masing-masing memberikan rekomendasi,” ujarnya.
Jual beli tanah kavling tengah menjamur di wilayah Gresik. Buktinya, tidak hanya dilakukan perorangan, bisnis tersebut juga dijalankan badan usaha. Masalahnya, tidak semua aktivitas jual beli lahan sudah sesuai prosedur.
Berdasar hasil penelusuran DPRD, ada salah satu temuan di lahan kavling Menganti. Lahan itu dikuasai PT yang bergerak di bidang jual beli tanah kavling. Setelah dicek, ternyata proses jual beli lahan tersebut hanya selesai di tingkat desa. Yakni, mengantongi pethok.
Status yang belum resmi membuat lahan itu belum terdata di pemkab. Imbasnya, tidak semua lahan yang sudah dijual ke pembeli bisa dibangun. ”Pembeli akhirnya dirugikan. Apalagi, status tanahnya belum sertifikat,” jelas Wakil Ketua Komisi I DPRD Mujid Riduan. (ris/c7/dio)